Beranda / Romansa / Istriku, Kekasih Abangku / 5. Dia Tetap Kekasihku

Share

5. Dia Tetap Kekasihku

Penulis: Setiga
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-08 17:10:22

Selepas subuh pun, Ravi tetap tak bisa tidur. Ia hanya berbaring lesu di sofa sambil menonton televisi yang entah menayangkan acara apa, karena ia terhanyut dalam pikirannya. 

 

 

Matanya menatap nanar ke arah ponsel Risa yang ditaruhnya di atas meja. Rencananya ia ingin menghubungi dan mendatangi orang yang mengirim pesan tiga buah foto itu. Namun, jangankan menghubungi, teringat saja tentang hal itu sudah membuat tubuhnya menggigil, bukan karena dingin, tetapi kesakitan yang dirasakan membuat tubuhnya itu bergetar hebat.

 

 

"Risa pasti punya alasan ...."

 

 

Hanya kata-kata itu yang terus diulanginya untuk meyakinkan diri, jika gadis yang selama ini ia cintai, tidak seburuk itu.

 

 

Ketiga foto itu ... berisi foto kekasihnya tanpa busana bersama seorang pria tua di atas ranjang. Hatinya tentu segera melakukan pembelaan-pembelaan seperti, "Mungkinkah kekasihnya itu dijebak?" atau "Dia melakukan itu karena dipaksa?" Namun, senyuman mengembang dari bibir kekasihnya di foto itu membuat logikanya menentang semua pembelaan dari hati. 

 

 

"Risa memang ambisius dan sedikit angkuh, tetapi dia bukan gadis yang mudah menyerahkan dirinya untuk seorang pria." Ravi terus meyakini dirinya. Bukankah ia yang paling mengenal gadis itu? Pasti sudah terjadi kesalahpahaman. Selama ini bersama kekasihnya, ia tak pernah melihat tubuh polos itu, apalagi melakukan hal yang jauh, karena ia tulus mencintai Risa, dan selalu menjaganya.

 

 

Tanpa sadar, hari sudah mulai terang, dan ia terlihat berantakan sekali. Masih setia pada lamunannya. Ia sengaja ke apartemen kekasihnya ini untuk berdamai dan menenangkan diri, tetapi semua keadaan seakan tak berpihak padanya, dan lihatlah betapa menyedihkan dan berantakannya ia sekarang.

 

 

Ponsel Risa berdering, nadanya lumayan panjang sehingga membuyarkan lamunan Ravi. Seketika matanya melebar saat melihat nama yang tertera di layar. Ia masih ingat, jika nama itu yang mengirim foto semalam. 

 

 

Kedua tangannya mengepal kuat. Ia segera bangkit, dan mengambil ponsel itu dengan berani. Ia akan menghadapi apa pun, dan tidak akan membiarkan siapa pun yang berani mengusik kekasihnya.

 

"Biar aku yang mengangkat!"

 

 

Ravi terkejut karena Risa merampas kasar ponsel itu dari tangannya. 

 

 

"Kamu terlalu lancang dengan ponsel orang lain!" seru gadis itu marah. Ia lalu mengabaikan Ravi, dan menerima telepon dengan ekspresi dan nada suara senang dan bersemangat.

 

 

Dada Ravi sakit melihatnya. Suara kekasihnya terdengar menggoda si penelepon. Ia menatap serius ketika gadis itu sudah mematikan panggilan. "Siapa, Sayang?"

 

 

Risa tak menjawab, ia malah terlihat panik sambil mendorong tubuh Ravi ke belakang sofa. "Kamu sembunyi dulu di sini," suruhnya. "Aku pikir kamu pulang! Malah masih di sini!"

 

 

Bel pun terdengar dari arah pintu. Ravi maupun Risa sama-sama menoleh ke sumber suara. "Jangan ke mana-mana!" seru Risa memelototi Ravi. Sebelum beranjak pergi, ia menunjuk ke arah Ravi. "Awas saja! Jangan sampai kamu keluar! Tetap sembunyi di sini!" ancamnya.

 

 

Ravi menurut. Diam-diam ia mengintip dari balik sofa. Terlihat seorang pria tua masuk dan langsung dipeluk oleh Risa. Kedua mata Ravi bulat sempurna, ia terkejut sekali. Pria tua itu adalah pria yang sama dilihatnya di dalam foto bersama kekasihnya. Ia sangat yakin itu.

 

 

"Apa-apaan ini," geramnya menahan amarah. Namun, ia hanya bisa bersembunyi seperti permintaan kekasihnya tadi. Mengapa sekarang ia yang seperti kekasih simpanan? Bersembunyi seperti ini, dan melihat kekasihnya bersama pria lain. Saat ini, ia hanya bisa memandang mereka.

 

 

"Tidurmu nyenyak?" tanya pria tua itu sambil mengedipkan sebelah mata.

 

 

Risa memeluk lengannya, mereka berjalan menuju sofa. "Tentu, tapi kenapa Mas dadakan ke sini?" 

 

 

Mereka duduk di sofa yang berhadapan dengan sofa tempat Ravi bersembunyi, sehingga pria itu bisa melihat semuanya dengan jelas.

 

 

Pria tua itu memeluk pinggang Risa. "Aku butuh sarapan sebelum ke kantor." Ia lagi-lagi mengedipkan mata dengan genit, memandang Risa penuh nafsu.

 

 

Tangan Risa turut melingkar di perut buncit pria tua itu. Ia tersenyum manja, dan menyandar di bahunya. "Apa karier Risa akan cemerlang di Milan, Mas?" 

 

 

"Tentu saja!" seru pria tua itu sambil tertawa kecil. "Sudah jelas perusahaan model yang mas pimpin itu bekerja sama dengan banyak majalah di luar negeri. Risa tidak akan kecewa."

 

 

Kedua tangan Ravi mengepal kuat sampai-sampai ia tak merasakan sakit ketika kuku-kukunya telah menancap di telapak tangan. Ada apa dengan kekasihnya? Seperti manusia tidak berperasaan melakukan semua ini di hadapannya dengan begitu mudah.

 

 

"Kalau begitu, Risa berjanji tidak akan mengecewakan perusahaan kita." Ia mendongak, dan tersenyum manja. "Perusahaan model kita akan lebih maju dan popular."

 

 

Ravi tidak bisa menahannya lagi. Jantungnya berdegup sangat cepat sampai-sampai ia sulit bernapas. Pria bodoh mana yang akan membiarkan saja ketika melihat kekasih yang dicintainya bermesraan seperti itu dengan pria lain? Ia benar-benar tidak bisa sabar. Terlebih melihat tangan menjijikkan pria tua itu mengusap rambut dan menyentuh bibir kekasihnya.

 

 

"Aku jelas tidak salah memilihmu. Kamu selalu cantik dan menawan," puji pria tua itu membelai wajah Risa. "Sepertinya kamu belum mandi?"

 

 

Bibir Risa mengerucut. "Bagaimana Mas tahu? Apa aku bau?" tanyanya.

 

 

"Tidak-tidak." Ia tertawa, lalu mengusap bahu Risa. "Aku temani?"

 

 

Ravi segera keluar dari tempat persembunyiannya, menghampiri mereka dengan amarah yang memuncak. Bahkan, wajahnya sudah merah padam. Ia menarik kuat pria tua itu dari kekasihnya, dan mengempaskan kuat-kuat ke lantai.

 

 

"Ravi! Kamu gila!" teriak Risa kaget ketika melihat pria tua itu yang merupakan bosnya—pemilik perusahaan model—, sudah terkapar di lantai.

 

 

Seperti kesetanan, Ravi meninju kuat rahang pria tua itu berkali-kali. Ia tidak memedulikan teriakan Risa yang berusaha menghentikannya.  

 

 

"Aku akan melaporkanmu ke polisi!" seru pria tua itu dengan napas terengah-engah menahan marah sekaligus sakit. Ia tak sanggup untuk bangun karena Ravi masih terus menyerangnya.

 

 

Semua orang pun sontak terdiam, termasuk Ravi, bersamaan dengan suara tamparan keras yang terdengar memenuhi ruangan.

 

 

Ravi mematung, ia menatap Risa hampa.

 

 

Kekasihnya itu telah menamparnya kuat.

 

 

***

Wah.😱

Terima kasih telah membacaaa. ^^

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istriku, Kekasih Abangku   27. Pergi dari Rumah Ini!!!

    Ana berdeham kecil, ia merasa ada sesuatu yang mengganggu kerongkongannya. Matanya menyipit saat melihat ke sudut kanan bawah layar laptop yang menunjukkan pukul dua pagi.Ia menarik napas panjang sambil menyandarkan punggung di sandaran sofa. Rasanya sudah cukup untuk hari ini. Tiba-tiba, ia tercenung.Entah berapa lama ia seperti itu, sebuah suara dari arah dapur menyadarkannya. “Kamu, Vi?” tanyanya untuk memastikan.Tidak ada jawaban.Ia berinisiatif untuk melihatnya sambil membawa salah satu buku yang paling tebal di atas meja. Langkah kakinya terkesan pelan dan hati-hati, sebelah tangannya terangkat sambil menggenggam buku tersebut.Walau dari belakang, ia tahu jika seseorang yang saat ini berdiri memunggunginya di dekat kompor adalah sang suami. Ide jail untuk mengganggu pria itu pun muncul, ia berjalan mengendap-ngendap.“Dor!” seru Ana setengah berteriak sambil memukulkan pelan buku itu ke punggung Ravi.Ravi terlihat terkejut, sampai-sampai hampir menyemburkan air yang diminu

  • Istriku, Kekasih Abangku   26. Bertengkar Hebat

    “Tolong sapuan kuasnya … lebih halus lagi. Di bagian ini …,” komentar Ravi yang berhenti di sebelah salah satu muridnya. “Secara keseluruhan harus seimbang dengan paduan warna yang tipis.” Ia menoleh sebentar ke arah remaja perempuan enam belas tahun itu sambil tersenyum ramah. “Ya, kamu bisa.” Muridnya tersebut tersenyum lalu mengangguk. Dia melemparkan tatapan kagum ke arah Ravi yang berjalan meninggalkannya menuju murid lain. “Hm … poin dari teknik aquarel ini adalah sapuan yang tipis, transparan, dan tembus pandang.” Ia membungkuk, menyejajarkan tubuh dengan kanvas yang sedang dilukis oleh murid lelaki tujuh belas tahun. “Ini masih terlihat sebaliknya, bahkan di bagian ini menutup penuh latar belakang objek. Sepertinya kamu masih terpaku dengan teknik plakat yang terakhir kali kita pelajari.” “Ah, iya, Pak.” Remaja lelaki itu cengengesan. “Maaf, Pak. Padahal aku bertekad lulus tes universitas tanpa halangan,” keluhnya. “Aku akan banyak latihan lagi.” “Kamu pasti bisa.” Ravi ter

  • Istriku, Kekasih Abangku   25. Saran 'Kotor' dari Inka

    “Aduh!” Ana melompat-lompat agar mencapai bagian kaca jendela paling atas. Sudah banyak yang dikerjakannya--tentu saja dibantu sang suami--sebelumnya, dan kini tenaganya cukup terkuras. Tubuhnya sedikit tersentak ke belakang karena ada tangan lain yang berhasil mencapai bagian itu. Ia bisa merasakan seseorang berdiri tepat di belakangnya. “Lain kali kalau gak mampu, minta bantuan sama yang lebih mampu.” Suara berat itu membuat Ana merinding, jantungnya juga berdebar sekarang. “Sudah jelas tidak akan sampai, Pendek!” Baiklah, suara itu mulai terdengar menyebalkan. Ana pun berbalik, ia bisa melihat wajah suaminya walau harus mendongak karena ia hanya sebahu sang suami. “Berniat menolong, atau ngata-ngatain?” tanyanya menantang dengan mata menyipit. “Emosimu mudah terpancing,” kata Ravi dengan tawa kecil yang mengejek. “Tidak berubah.” Seketika Ana terdiam. Tidak berubah? Apa artinya Ravi masih mengingat sikapnya sedari masa sekolah dulu? Ia jadi merasa senang. “Kenapa?” Sebela

  • Istriku, Kekasih Abangku   24. Untuk Pertama Kalinya

    “Kamu mengejekku?” Mata Ravi menyipit memandangnya.Ana menggeleng. “Mengapa kamu selalu berprasangka buruk seperti itu?” tanyanya menantang. “Aku bersungguh-sungguh mengatakannya … suamiku seperti tokoh di dalam film.” Suaranya terdengar meyakinkan.“Film apa?” tanya Ravi hati-hati, masih memandang curiga.“Azab, enggak, ini … film Korea,” koreksi Ana cepat sebelum pria itu mengamuk. “Film Korea, tentu saja! Tidak perlu dipertanyakan lagi.”“Teruslah mengejekku.”“Aku tidak mengejek.” Ana menggosok telapak tangan dengan cepat, membersihkan permukaannya. Ia lalu menengadahkan tangan ke arah sang suami. “Seorang suami yang tampan dan kaya raya.” Senyumannya pun mengembang. “Bukankah selalu menjadi tokoh utama yang diidamkan semua penonton?”“Aih, selain hobi mengejek, kamu juga pandai menyanjung orang lain.” Ravi pun berdiri, ia telah menyelesaikan makannya. “Karena kemarin aku sudah membersihkan sampah camilan dan mempersiapkan sarapan, jadi kamu yang membersihkan semua ini. Aku mau m

  • Istriku, Kekasih Abangku   23. Tokoh-Tokoh di Dalam Film

    Suara keyboard beradu cepat dengan jari-jari tangan memenuhi ruangan yang sepi ini. Televisi menyala, tetapi tanpa suara. Gelas kosong dan sampah camilan hampir memenuhi meja, berantakan sekali.Ana meraih gelas di dekat laptopnya tanpa menoleh, ia masih fokus bekerja. Di rumah ia memiliki pekerjaan sebagai pekerja lepas, seperti menulis artikel untuk website dan menulis novel online. Memang banyak cara yang dilakukannya untuk mendapatkan uang.“Eh, kosong.” Ana menyadari gelasnya kosong, bahkan air di teko juga sudah habis. Ia pun memandang ke arah jam dinding yang berada di atas televisi. “Sudah pukul dua belas malam?!” Matanya melotot kaget, lantas segera mengecek ponsel. “Ravi tidak ada mengabari sama sekali. Ah, menyebalkan.”Kedua tangannya terangkat tinggi-tinggi untuk merenggangkan badan. Ketika sudah berada di depan laptop, ia bisa menghabiskan banyak waktu tanpa terasa. “Karena sudah malam, lebih baik berhenti. Besok pagi sekolah.”Ia beralih mematikan laptop, kemudian terli

  • Istriku, Kekasih Abangku   22. Senang Berbisnis Dengan Anda, Pak!

    Ana langsung berbalik pergi setelah mengatakan hal itu. Sedangkan Ravi terdiam, ia sedikit terkejut karena sikap dan perkataan istrinya meski ia tahu bahwa istrinya itu bukan tipe orang yang akan menerima saja jika merasa diperlakukan tidak baik. Bagaimanapun dulu mereka satu sekolah dan sempat dekat, sehingga ia cukup mengenalnya. Sama seperti surat perjanjian pra-nikah yang dulu mereka tanda tangani, itu untuk melindungi dirinya. Sekali lagi, dia bukan wanita yang mau tertindas.Baru lima langkah, Ana terdiam. Ia teringat nasihat ibunya--sebelum acara ijab kabul waktu itu--agar menjadi istri yang sholeha. Bukan hanya sang ibu, kakak, bahkan Inka--yang tadi malah menyuruhnya bertindak sebaliknya--juga memiliki nasihat yang sama. Seakan-akan mereka semua khawatir dan memiliki firasat jika ia tidak bisa menjadi istri yang baik. Meski diakui, ya, hal itu memang mungkin.Terdengar embusan napas berat yang cukup kuat dari Ana, hal itu menarik perhatian Ravi untuk memandang ke arahnya.“Ba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status