Share

Luka yang Ibuku Ciptakan

Author: Rias Ardani
last update Last Updated: 2021-04-14 13:27:27

Part6

"Atagfirullah," pekik Hesti.

Aku pun turut terkejut, melihat perbuatan Ibu yang begitu saja menghamburkan sarapan pagi kami.

"Bu, kenapa harus seperti ini," pekikku.

"Danu! Makanan Hesti tidak enak, Ibu tidak suka. Kamu jangan makan itu lagi, rasanya benar- benar menjijikkan," bentak Ibu padaku.

"Bu, jangan keterlaluan seperti ini, tolong hargai Danu, Bu. Biar bagaimana pun juga, Hesti adalah istri Danu ...."

"Mentang- mentang dia istri kamu, jadi kamu nggak apa- apa gitu, makan makanan buruk begitu?"

"Ya, apapun yang Hesti masak, Danu akan selalu makan. Jika Ibu tidak suka, itu tidak masalah, asal jangan di buang begini semuanya!!"

"Pandai sekali kamu melawan Ibu. Mau jadi anak durhaka kamu?" Ibu marah dan melotot kepadaku.

"Semakin kamu berani melawan Ibu, maka Ibu akan semakin membenci Hesti ...."

Mendengar penuturannya, membuatku kembali merasa tidak berdaya.

Sebagai anak tunggal, aku memang mendapatkan begitu banyak cinta dari Ibu dan Ayah selama ini.

Kasih sayang mereka, kuakui luar biasa. Sebab itulah, sulit bagiku untuk melawan Ibu. Meskipun kadang perasaan ini ikutan sakit, ketika Beliau mencaci maki istriku, Hesti.

Tapi Hesti pernah berjanji, akan selalu berusaha memahami Ibu, dan tidak akan melawannya. Hesti memang wanita terbaikku. Aku selalu berharap, bahwa kelak, Ibu akan berubah dan bisa mencintai Hesti layaknya dia mencintaiku.

********

 

Tidak terasa pernikahanku dan Hesti, sudah menginjak satu tahun.

Ibu datang, dan menanyakan kehamilan istriku yang tidak kunjung datang.

"Hesti, kapan kamu bisa memberikan keluarga kami cucu? Kamu mandul?" tanyanya. Dengan alis terangkat sebelah.

"Kami sudah berusaha, Bu. Tetapi mungkin Allah belum mengabulkan harapan kami," jawab istriku pelan, sambil menundukkan wajah.

"Berarti kamu mandul?" tuduhnya lagi.

"Insya Allah tidak, Bu. Hesti dan mas Danu sudah cek ke dokter, semua sehat, Bu," jawab Hesti apa adanya.

"Nggak mungkin, kalau sehat, kenapa sampai detik ini kamu tidak hamil? Kalau kamu begini terus bagaimana nasib keturunan keluarga kami?" cecar Ibuku itu pada Hesti. Rasa kasihan sebenarnya, tapi aku tidak mau melawan Ibu terus, yang hanya akan meracik api kebencian pada Hesti semakin besar di hatinya.

"Kamu kan tahu, Danu anak kami satu-satunya. Jika kamu tidak mampu memberikan kami cucu, maka keturunan Bramasta, hanya akan berhenti di Danu saja, itu jelas merugikan kami ...."

Panjang lebar Ibuku berkata. Istriku kembali hanya diam, tidak langsung menyahut ucapan Ibu.

"Sekarang kamu pilih! Danu. Ceraikan Hesti, atau kamu menikah lagi," ucapnya dengan tegas.

"Nggak semudah itu Bu, lagi pula ini baru setahun. Dan kami berdua juga sehat, hanya saja, mungkin Allah belum memberikan kami kepercayaannya."

"Umur nggak ada yang tahu, Nak. Ibu mau segera menimang cucu dari kamu!" tutur Ibu dengan wajah datar.

"Kami berdua sudah berusaha Bu, tolonglah bersabarlah sedikit."

 

"Sampai kapan Ibu harus bersabar? Sampai Ibu dan Ayah kamu mati?"

"Astagfirullah, Ibu ..., kenapa harus bicara tentang kematian." Aku cukup syok, mendengar ucapan Ibu, yang seakan memaksakan kehendak, dengan dalih kematian.

"Kamu harus menikah lagi, dan dapatkan keturunan untuk Ibu!!" tegas Ibuku.

 

"Besok Ibu kenalin kamu, demi generasi penerus kita," lanjutkan dengan yakin.

Kami pun hanya terdiam.

Sepulang Ibu dari rumah kami, aku memeluk Hesti dan lagi- lagi aku harus meminta maaf padanya, atas segala perbuatan Ibuku.

"Maafkan Ibuku ...."

"Sudah biasa," jawabnya dengan wajah yang tidak berdaya, ketika kedua tangan ini kutangkupkan ke wajahnya.

"Aku tahu, kamu pasti sakit hati sama Ibu."

"Iya, pasti."

Jawaban Hesti semakin membuatku merasa sakit hati.

"Ibu begitu membenciku, bahkan nyaris tiap bulan, dia menciptakan luka di hati ini. Entah kapan kebenciannya padaku akan berakhir," lirih Hesti. Aku kembali memeluk tubuh mungil istriku itu.

"Selalu berdoa, sayang. Semoga Allah, melunakkan hati Ibu, dan mau menyayangi kamu ...."

"Aku bukan istri sempurna, dan bukan menantu yang dia suka. Aku hanyalah wanita miskin, yang menjijikan di matanya, Mas."

"Jangan pernah berkata begitu! Kamu berlian bagiku, sayang. Ini hidup kita, yang menjalani juga kita. Kamu jangan pernah menyimpan dendam dan rasa sakit hati sama Ibuku. Biar bagaimana pun juga, dia adalah orang tua kita, kamu dan aku itu satu."

Dan Hesti hanya terdiam, hanya terdengar isakkan pelan. Aku tahu, dia sedang menangis saat ini.

"Maaf, mas tidak berdaya dengan semua ini."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Hukuman Danu

    "Danu, antar Ayah ke rumah kita, ya!" Pinta Ayah kepadaku yang masih termenung memikirkan nasibku. Kehilangan Istri terbaik, dan di khianati wanita baru yang menguras habis hartaku.Bahkan rumah ini pun tergadai, hanya untuk membahagiakan wanita jahat itu."Danu, tolong antar Ayah ke rumah lama, Ayah dan Tante mau tinggal di sana saja! Disini sudah tidak ada Hesti, Ayah sedih kalau ingat dia," ucap Ayah dengan wajah sendunya.Bagaimana aku bisa mengantar Ayah, sedangkan rumah itu telah beralih pemilik, bahkan rumah yang sekarang aku tempati pun terancam diambil pihak Bank. Sebab aku belum bisa melunasi tagihan tiap bulannya. Usahaku merosot turun, entah kenapa rasanya rezekiku mulai menjauh."Maaf, Yah. Rumah kita yang lama, sudah Danu berikan kepada Ira, maafkan Danu!" ucapku getir.Plakk ... Tamparan Ayah seakan meremukkan wajahku, sakit dan sangat panas rasanya.Mata Ayah menatapku tajam, dengan rahang yang mengeras ia memakiku. "Dasar lelaki

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Senjata Makan Tuan

    °pov Mama Naomi°"Papah, Ira, keterlaluan sekali kalian ini."Hancur lebur hatiku, melihat pemandangan yang begitu memilukan hati. Suami yang selama bertahun-tahun setia hidup bersamaku, dalam duka maupun suka, kini bergelut penuh cinta di belakangku.Yang paling menyakitkan hati lagi, wanitanya adalah keponakanku sendiri."Sejak kapan ini terjadi?"tanyaku dengan emosi yang terus kutahan, menatap penuh amarah kepada dua makhluk yang bermain cinta diatas dosa ini."Su--dah lama," sahut Ira terbata-bata."Kenapa kamu tega, Ira?" tanyaku lagi dengan nada sebiasa mungkin, agar Ira tidak gugup menjawab pertanyaanku. Sedangkan orang tuanya nampak syock dan terdiam menatap anaknya."Maafkan kami, Mah!"sahut suamiku."Jelaskan!" Lagi-lagi aku ingin fokus tahu, apa penyebab kegilaan mereka ini."Pertama kali Tante membawaku ke rumah, aku dan Om Hendra, sudah mulai melakukan hubungan terlarang

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Penyesalan yang sia-sia

    Part56Aku kembali ke kota cantik, untuk menjemput Ira, aku datang tanpa memberitahunya terlebih dahulu.Kediaman Ira nampak sepi, aku langsung saja masuk, pintu luar tidak terkunci. Terdengar suara cekikikan yang berasal dari dalam kamar Ira, tanpa mengucapkan salam, aku langsung saja berjalan menuju kamar itu.Ku dorong pelan pintu kamarnya."Astaghfirullah ..., Ira." Aku tercengang tak percaya, wanita yang baru beberapa Minggu ini resmi ku nikahi telah berani berbuat curang."Mas, kenapa--- da--tang tanpa memberitahu dahulu?" tanyanya terbata-bata."Sejak kapan?" Aku bertanya dengan tenang, sebisa mungkin ku tahan segala emosi di dalam dada.Ira membenarkan selimut, agar menutupi keseluruhan tubuhnya. Dia tidak menjawab sama sekali pertanyaanku, hanya menunduk."Sejak kapan? Om." Aku bertanya kembali dengan laki-laki di sampingnya.Mereka berdua menatapku sesaat."Pulangl

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Pernikahan

    Part54"Beri Mas waktu, mas akan tebus secepatnya!" pintuku dengan sungguh-sungguh.Padahal aku saat ini bingung, itu memang salahku, yang begitu terbuai akan cinta yang baru dari seorang daun muda yang lagi segar-segarnya. Ia bahkan pandai memuaskan ku dalam segala hal.Hingga aku kalap, selalu memenuhi apapun mau wanita baruku itu. Tentunya tanpa sepengetahuan Hesti Istriku yang sekarang nampak membosankan dan bak bunga layu, tak segar dan tak menggairahkan lagi.Aku jelas tak mungkin bisa memenuhi mau nya Hesti untuk memberikan sertifikat rumahnya kembali, sebab uang hasil sertifikat itu saja sudah ku habiskan untuk bersenang-senang bersama wanita baruku itu.Rumah mendiang Ibuku? Hesti saja tidak tahu, bahwa rumah itu telah ku hadiahkan untuk kekasih tercintaku ini, rumah itu pula tempatku memadu kasih bersamanya."Mas, aku hamil!" ujar Ira, wanita yang kini tengah menjalin hubungan terlarang bersamaku.

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Di Gadaikan

    Part53"Nak, ayo sudah siap belum!" teriak Ibu dari bawah.Aku bergegas keluar kamar, aku dan Ibu berencana berbelanja kebutuhan dapur hari ini, sambil jalan-jalan. Sedangkan Mas Danu, sudah sehari ini dia tak pulang ke rumah, bahkan ponselnya saja tidak ia aktifkan.Aku menghela napas berat, kala harus mengingat tingkah Mas Danu akhir-akhir ini yang sangat mencurigakan."Ayo, Bu!" anakku, setelah sampai dilantai bawah, tempat Ibu menunggu sedari tadi. Kami pergi bertiga, aku, Ibu dan si kecil dalam gendongan. Menaiki taksi online, kami menuju pusat perbelanjaan terbesar, sebab biasanya barang yang menjadi pilihan lebih banyak.Sesampainya di parkiran, kami langsung menuju masuk kedalam.Ibu memilih menggendong anakku, sedangkan aku sibuk menelusuri tempat perbelanjaan dengan mataku, sibuk mencari bahan yang kami perlukan."Ti," Ibu memanggilku yang tengah berjalan kesana kemari mendorong troli belanja.

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Rahasia

    Part52Akhir-akhir ini, mas Danu sering pulang tengah malam, bahkan kadang bisa pagi hari baru pulang. Alasannya banyak kerjaan, tapi ko firasatku berkata lain, ada hal yang ia sembunyikan."Selamat malam," sapa Mas Danu, saat memasuki kamar kami, raut lelah tergambar di wajah gantengnya. Aku tersenyum, lalu mencium takzim punggung tangannya.Mas Danu masuk kekamar mandi yang tersedia didalam kamar kami, ia membersihkan diri, lalu menghempaskan tubuh diatas ranjang.Aku sambil fokus menggendong bayi kami yang lagi menyusu.Bunyi getar handphone terdengar berderit diatas laci nakas samping ranjang, aku mendekat ke arah benda pipih itu terletak.Panggilan seseorang yang disebut Pak Dira. Mungkin panggilan penting, sebab jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi masih ada panggilan telepon.Aku mengangkatnya, sebelum aku bersuara, terdengar suara lebih dahulu dari sebrang telepon dengan nada marah.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status