Share

Tamu Malam

Author: Rias Ardani
last update Last Updated: 2021-04-14 11:45:18

Part3

"Ibu benar- benar bingung sama kamu, Nu. Masa kamu lemah begini sama Hesti, dia ini kurang ajar, Nu."

"Bu, sudahlah, biarkan aku Hesti bicara lagi nanti, tolong jangan membesar- besarkannya."

Ibu mendengkus, melihatku dengan kesal.

"Danu, kamu terlalu lembek, Nak. Jangan mau kamu diatur- atur dia, dan cuma dijadikan mesin pencetak uang. Kamu itu anak Ibu yang berharga, Ibu nggak mau kamu di peralat dia."

"Bu, jangan seperti itu, setahun rumah tangga kami, tidak pernah sedikitpun Hesti meminta uang lebih. Danu selalu memberikan uang bulanan, yang tidak pernah Hesti hambur-hamburkan. Bahkan, untuk membeli barang kesukaannya saja, ia selalu meminta izinku."

Ibu melirik sinis ke arah Hesti.

"Pandai sekali kamu lawan ucapan Ibu, dan selalu membela wanita ini, entah ilmu pelet semacam apa, yang membuat kamu bodoh begini," gumam Ibu.

 

Aku hanya menarik napas berat, beginilah wanita, sulit untuk diberi pengertian. Apalagi ibuku, dia mana mau tahu tentang pemikiran orang lain.

 "Hesti, sayang! Duduklah dahulu, kita bicarakan baik-baik, Mas tahu ini berat. Tapi, bisakah kita semua, bicara dengan tenang? Tidak perlu membawa sertakan emosi!" pintaku pada mereka semua.

 Akhirnya, Hesti pun mau duduk, ia terlihat lebih tenang, Ibu dan Naomi pun duduk.

"Begini, Bu. Danu bisa menuruti mau Ibu, menikahi Naomi. Tapi itu atas izin Hesti.

Dan tolong sekali, jangan Ibu minta, sesuatu yang lebih memberatkan dia lagi," pintaku berusaha tegas pada Ibu.

"Baiklah, Ibu nggak akan maksa Hesti, untuk tanda tangan. Tapi sebelum kamu menikah, dengan Naomi, biarkan Naomi tinggal sebelah rumah kalian. Agar kamu dan Naomi saling mengenal" jawab Ibu. Tanpa membawa emosi apapun.

"Bagaimana Hesti, kamu gak keberatankan, sayang?" tanyaku. 

"Emm, terserah Mas saja" jawabnya pelan. Hesti memang istri penurut, sebab itulah aku begitu menyayanginya.

"Mas, janji pada Hesti, kalau perasaan mas Danu, tidak akan pernah berubah!" pintanya lembut, seraya menatap lekat kepadaku.

"Hesti, perasaan suamimu jelas sudah berubah! Tidak ada cinta tulus yang menyakiti" timpal Naomi, seakan sedang mengejek ucapan Hesti.

Hesti hanya diam, dan tidak memperdulikan ejekkan Naomi.

"Sudahlah Danu, pulanglah, Nak. Bawa Naomi juga, karna rumah sebelah sudah Ibu sewakan selama 6 bulan untuk Naomi. Tolong kamu urus segala keperluannya!"

 "Baik Bu, ayo sayang!" aku meraih tangan Hesti.

Naomi berdiri dari duduknya, kemudian ia langsung memeluk lenganku.

"Naomi," tegurku.

"Apa?"

"Jangan begini, kita belum menikah," jelasku.

"Kan cuma pegang lengan gini, masa nggak boleh?"

Aku menarik napas berat.

Hesti hanya terdiam, dan melepaskab pegangan tangaku.

Aku dan Naomi bergantian mencium tangan Ibu. Tapi saat Hesti, ingin bersalam juga, Ibu mengabaikannya, bahkan berkata yang cukup kasar padanya.

"Nggak usah pegang tangan saya!" Ibu menepis kasar tangan Hesti. Wanitaku itu langsung terdiam, hatiku mendadak sakit melihatnya. Aku segera melepaskan pelukan tangan Naomi di lenganku, dan kuraih tangan Istri sahku itu.

"Kalau Ibu terus begini pada Hesti, jangan pernah berharap apapun dari Danu, tidak ada pernikahan kedua ...."

Ibu nampak terkejut, mendengar ucapanku.

 

"Sudah berani membentak Ibu? Kamu pikir Ibu akan diam saja, silahkan kamu menolak. Akan segera Ibu coret nama kamu dari daftar ahli waris, keluarga Bramasta," ancam Ibu.

Aku pun segera membawa Hesti keluar, tanpa mengucapkan apapun lagi. Malas rasanya mendebat Ibu.

Tidak kuperdulikan panggilan Naomi. Rasanya sakit sekali hati ini, melihat Hesti selalu diperlakukan Ibu seperti tadi.

Kami masuk ke dalam mobil tanpa Naomi.

Sesampainya di rumah kami. Aku langsung memeluk Hesti, dan meminta maaf kepadanya.

 "Maafkan perlakuan Ibuku," pintaku pada Hesti.

Wanitaku tidak menjawab, hanya isakkan tangis, juga pelukan erat, yang seakan menjadi jawaban atas luka di dalam hatinya.

"Aku sayang sama kamu, sayang sekali," bisikku, sambil mencium keningnya berkali- kali.

"Maafkan wanita miskin yang penuh kekurangan ini, Mas. Jujur, rasanya sakit sekali menghadapi kebencian Ibu kepadaku. Aku merasa kerdil, Mas."

 Bukan amarahnya yang aku dapatkan, malah permintaan maafnya.

Aku merasakan perih dihati. Tegakah aku menyakiti wanitaku ini. Kulihat air matanya membasahi wajah cantiknya. Jahatkah aku, haruskah aku melawan kemauan Ibu. 

Ini benar-benar pilihan yang sulit bagiku.

Aku mengurai pelukannya, kemudian memandang lekat wajah teduhnya. Kutempelkan kedua telapak tangan di kedua pipi mulusnya.

"Kamu istri terbaik, sayang. Aku beruntung memiliki kamu ...."

Hesti tersenyum, seraya memelukku lagi. Kemudian kami berdua menaiki anak tangga, untuk tidur siang di dalam kamar.

******

Cukup lama kami terlelap, sambil berpelukkan.

Tiba- tiba suara ketukan pintu mengalihkan, juga bel yang terus berbunyi, mengejutkan kami berdua.

 

Kami saling pandang, kemudian melirik ke jam dinding.

"Sudah malam, Mas. Sudah jam 6, kita melewatkan waktu magrib. Lama sekali kita tertidur," gumam Hesti, sambil mengikat rambutnya.

"Iya. Tapi siapa yang datang jam segini? Berisik sekali lagi," ujarku sedikit kesal, pada orang yang terus memainkan bel.

"Kurang tau, Mas. Mas saja yang liat ya, Hesti mau mandi dulu, biar keburu solat magribnya."

"Iya sayang." Kami berdua sama- sama turun dari ranjang. Aku berjalan menuruni tangga, sedangkan Hesti masuk ke dalam kamar mandi.

Aku membuka pintu rumah, dan mendapati Naomi sedang berdiri di depanku.

"Ahh Naomi, ada apa?" tanyaku padanya.

"Mas, Naomi laper" rengeknya, kemudian ia lingkarkan tangannya ke pergelanganku sambil bergelayut manja.

"Di rumah yang Ibu sewa, tidak ada bahan makanan," lanjutnya.

"Naomi jangan begini, tidak enak diliat tetangga," tegurku, sambil melepaskan pelukan tangan Naomi.

"Kenapa sih, kan bentar lagi, kita juga bakal menikah, Mas."

"Kan sekarang belum."

"Yaudah deh." Naomi memasang wajah cemberut.

"Aku lapar," ungkapnya lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Hukuman Danu

    "Danu, antar Ayah ke rumah kita, ya!" Pinta Ayah kepadaku yang masih termenung memikirkan nasibku. Kehilangan Istri terbaik, dan di khianati wanita baru yang menguras habis hartaku.Bahkan rumah ini pun tergadai, hanya untuk membahagiakan wanita jahat itu."Danu, tolong antar Ayah ke rumah lama, Ayah dan Tante mau tinggal di sana saja! Disini sudah tidak ada Hesti, Ayah sedih kalau ingat dia," ucap Ayah dengan wajah sendunya.Bagaimana aku bisa mengantar Ayah, sedangkan rumah itu telah beralih pemilik, bahkan rumah yang sekarang aku tempati pun terancam diambil pihak Bank. Sebab aku belum bisa melunasi tagihan tiap bulannya. Usahaku merosot turun, entah kenapa rasanya rezekiku mulai menjauh."Maaf, Yah. Rumah kita yang lama, sudah Danu berikan kepada Ira, maafkan Danu!" ucapku getir.Plakk ... Tamparan Ayah seakan meremukkan wajahku, sakit dan sangat panas rasanya.Mata Ayah menatapku tajam, dengan rahang yang mengeras ia memakiku. "Dasar lelaki

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Senjata Makan Tuan

    °pov Mama Naomi°"Papah, Ira, keterlaluan sekali kalian ini."Hancur lebur hatiku, melihat pemandangan yang begitu memilukan hati. Suami yang selama bertahun-tahun setia hidup bersamaku, dalam duka maupun suka, kini bergelut penuh cinta di belakangku.Yang paling menyakitkan hati lagi, wanitanya adalah keponakanku sendiri."Sejak kapan ini terjadi?"tanyaku dengan emosi yang terus kutahan, menatap penuh amarah kepada dua makhluk yang bermain cinta diatas dosa ini."Su--dah lama," sahut Ira terbata-bata."Kenapa kamu tega, Ira?" tanyaku lagi dengan nada sebiasa mungkin, agar Ira tidak gugup menjawab pertanyaanku. Sedangkan orang tuanya nampak syock dan terdiam menatap anaknya."Maafkan kami, Mah!"sahut suamiku."Jelaskan!" Lagi-lagi aku ingin fokus tahu, apa penyebab kegilaan mereka ini."Pertama kali Tante membawaku ke rumah, aku dan Om Hendra, sudah mulai melakukan hubungan terlarang

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Penyesalan yang sia-sia

    Part56Aku kembali ke kota cantik, untuk menjemput Ira, aku datang tanpa memberitahunya terlebih dahulu.Kediaman Ira nampak sepi, aku langsung saja masuk, pintu luar tidak terkunci. Terdengar suara cekikikan yang berasal dari dalam kamar Ira, tanpa mengucapkan salam, aku langsung saja berjalan menuju kamar itu.Ku dorong pelan pintu kamarnya."Astaghfirullah ..., Ira." Aku tercengang tak percaya, wanita yang baru beberapa Minggu ini resmi ku nikahi telah berani berbuat curang."Mas, kenapa--- da--tang tanpa memberitahu dahulu?" tanyanya terbata-bata."Sejak kapan?" Aku bertanya dengan tenang, sebisa mungkin ku tahan segala emosi di dalam dada.Ira membenarkan selimut, agar menutupi keseluruhan tubuhnya. Dia tidak menjawab sama sekali pertanyaanku, hanya menunduk."Sejak kapan? Om." Aku bertanya kembali dengan laki-laki di sampingnya.Mereka berdua menatapku sesaat."Pulangl

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Pernikahan

    Part54"Beri Mas waktu, mas akan tebus secepatnya!" pintuku dengan sungguh-sungguh.Padahal aku saat ini bingung, itu memang salahku, yang begitu terbuai akan cinta yang baru dari seorang daun muda yang lagi segar-segarnya. Ia bahkan pandai memuaskan ku dalam segala hal.Hingga aku kalap, selalu memenuhi apapun mau wanita baruku itu. Tentunya tanpa sepengetahuan Hesti Istriku yang sekarang nampak membosankan dan bak bunga layu, tak segar dan tak menggairahkan lagi.Aku jelas tak mungkin bisa memenuhi mau nya Hesti untuk memberikan sertifikat rumahnya kembali, sebab uang hasil sertifikat itu saja sudah ku habiskan untuk bersenang-senang bersama wanita baruku itu.Rumah mendiang Ibuku? Hesti saja tidak tahu, bahwa rumah itu telah ku hadiahkan untuk kekasih tercintaku ini, rumah itu pula tempatku memadu kasih bersamanya."Mas, aku hamil!" ujar Ira, wanita yang kini tengah menjalin hubungan terlarang bersamaku.

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Di Gadaikan

    Part53"Nak, ayo sudah siap belum!" teriak Ibu dari bawah.Aku bergegas keluar kamar, aku dan Ibu berencana berbelanja kebutuhan dapur hari ini, sambil jalan-jalan. Sedangkan Mas Danu, sudah sehari ini dia tak pulang ke rumah, bahkan ponselnya saja tidak ia aktifkan.Aku menghela napas berat, kala harus mengingat tingkah Mas Danu akhir-akhir ini yang sangat mencurigakan."Ayo, Bu!" anakku, setelah sampai dilantai bawah, tempat Ibu menunggu sedari tadi. Kami pergi bertiga, aku, Ibu dan si kecil dalam gendongan. Menaiki taksi online, kami menuju pusat perbelanjaan terbesar, sebab biasanya barang yang menjadi pilihan lebih banyak.Sesampainya di parkiran, kami langsung menuju masuk kedalam.Ibu memilih menggendong anakku, sedangkan aku sibuk menelusuri tempat perbelanjaan dengan mataku, sibuk mencari bahan yang kami perlukan."Ti," Ibu memanggilku yang tengah berjalan kesana kemari mendorong troli belanja.

  • Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku   Rahasia

    Part52Akhir-akhir ini, mas Danu sering pulang tengah malam, bahkan kadang bisa pagi hari baru pulang. Alasannya banyak kerjaan, tapi ko firasatku berkata lain, ada hal yang ia sembunyikan."Selamat malam," sapa Mas Danu, saat memasuki kamar kami, raut lelah tergambar di wajah gantengnya. Aku tersenyum, lalu mencium takzim punggung tangannya.Mas Danu masuk kekamar mandi yang tersedia didalam kamar kami, ia membersihkan diri, lalu menghempaskan tubuh diatas ranjang.Aku sambil fokus menggendong bayi kami yang lagi menyusu.Bunyi getar handphone terdengar berderit diatas laci nakas samping ranjang, aku mendekat ke arah benda pipih itu terletak.Panggilan seseorang yang disebut Pak Dira. Mungkin panggilan penting, sebab jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi masih ada panggilan telepon.Aku mengangkatnya, sebelum aku bersuara, terdengar suara lebih dahulu dari sebrang telepon dengan nada marah.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status