Part4
"Kan bisa pesan gofood, Naomi."
"Mas ...." Terdengar suara Hesti memanggil. Aku menoleh, wanitaku itu sudah siap dengan mukena di pakainya.
"Ayo mandi, kita solat dulu," ujarnya sambil berdiri di ruang tamu.
"Naomi, kamu pesan gofood saja lah, ya. Aku mau solat dulu," ujarku.
"Mas, kok kamu tega sih mengabaikan aku. Kan kita bisa makan malam diluar, temani aku," rengek Naomi lagi.
"Naomi, kami harus solat dulu! Tolong jangan membuat waktu suamiku habis, karena waktu magrib, sebentar lagi akan lewat ...."
Naomi memasang wajah kesal, mendengar ucapan Hesti.
"Yaudah, Mas. Kamu solat dulu, aku tunggu saja," ujarnya berlalu masuk ke dalam rumah kami, dan duduk disofa tamu.
Aku dan Hesti hanya bisa menghela napas berat. Tidak ingin membuang waktu lagi, aku dan Hesti menaiki anak tangga, dan membiarkan Naomi di sana sendiri.
Selesai solat, aku memandangi istriku, ketika dia mencium tangan ini, dan kukecup keningnya.
"Mas, itu si Naomi bagaimana?" tanya Hesti padaku.
"Mau makan dia, katanya nggak ada bahan apa- apa dalam rumahnya."
"Terus, mas mau makan diluar sama dia?" tanya Hesti lagi.
Aku terdiam sejenak.
"Ya sudah, Mas. Nggak apa-apa, jika memang mau makan diluar," ujarnya pada akhirnya.
"Maaf, sayang." Kugenggam tangan Hesti.
"Tidak apa- apa, aku berusaha untuk mengerti," sahutnya sambil melepaskan tanganku dari tangannya.
"Kamu jangan lupa makan ya," kataku sambil mengusap rambut hitamnya, yang sudah tidak terbungkus mukena lagi.
Hesti hanya memasang senyum kecil dan bergegas meletakkan peralatan solatnya ke tempat semula.********
Malam ini, untuk pertama kalinya, aku tidak makan malam bersama Hesti.Aku bersama Naomi, menemaninya makan bersama.Setelah makan malam, Naomi mengajakku ke sebuah butik.
Ya, itu Butik milik Ibuku, kami pun turun dari mobil dan masuk ke dalam. Ternyata di dalam sudah ada Ibu yang menunggu. Aku pun meraih tangannya dan menciumnya, begitupun dengan Naomi.
Ibu tersenyum sumringah.
"Eh, anak ibu sayang. Ini, Ibu sudah siapkan baju couple untuk kalian."
Ibu menyodorkan bingkisan yang berisikan baju ke pada Naomi. Naomi pun tersenyum sumringah ke arah Ibuku, dan mereka berpelukan.
Andai saja Ibu bisa bersikap manis seperti ini juga pada Hesti, mungkin aku akan sangat bahagia.
"Baju apa ini Bu? Naomi buka ya," ucapnya.
"Buka sayang ...." Ibu menyahut sambil tersenyum.
"Wow keren, bagus sekali Bu, terimakasih," pekik Naomi dan langsung memeluk Ibuku dengan bahagia.
Aku hanya terdiam, memandangi sepasang baju tidur kembar dan sepasang jaket kembar, yang kini ada di genggaman Naomi.
Tiba- tiba teringat Hesti di rumah, apakah dia sudah makan? Entah kenapa, rasanya tidak nyaman sekali memikirkan wanitaku itu.
Maafkan aku Hesti sayang, aku tidak kuasa melawan Ibu, aku belum siap jika harus membawamu hidup susah. Aku belum siap melawan Ibu dan kehilangan segalanya.Setelah berpamitan ke Ibu, kami pun segera menuju pulang.
"Mas, Ibu baik banget ya, Beliau sayang banget sama aku, Mas,"ucap Naomi, dengan wajah berbinar-binar, menunjukan kebahagiaannya.
"Hhmmmm," jawabku. Pikiranku lagi tertuju kepada Hesti, istriku.
"Mas, rumah yang disewa Ibu cukup besar, aku rada- rada takut tinggal sendirian, Mas."
"Terus?"
"Temani aku ya, Mas, please."
"Nggak bisa Naomi, kita belum mukhrim" jawabku datar.
"Tolonglah mas, kan sebentar lagi kita akan segera menikah juga dan halal, tidak ada salahnya, kita tinggal serumah,"ucapnya, dengan wajah memelas.
"Nggak bisa, aku nggak mau terlalu jauh menyakiti hati Hesti. Tunggu kita nikah saja ya," tegasku.
"Hesti terus sih, Mas. Kalau nggak tega nyakitin, kenapa kamu mau menikahi aku?"
"Demi Ibu," jawabku apa adanya."Anggap saja tidur sama aku, juga demi Ibu. Mas, aku kan wanita kesayangan Ibu kamu, tolonglah ngertiin aku, Mas."
Aku mendesah.
"Nggak bisa, Naomi."
Tiba- tiba, Naomi mendekatkan wajahnya pada wajahku, dan langsung mendaratkan kecupan pada bibir ini.
"Astagfirullah," lirihku dan langsung menghentikan lajunya mobil.
Naomi malah tertawa, melihat wajahku yang sangat terkejut.
"Ih lucu banget, dicium sama aku aja sampe kaget begitu," celetuk Naomi.
"Naomi, jangan lakukan itu lagi."
Naomi mengernyit, melihat kemarahanku.
"Kenapa, kamu nggak suka aku cium?"
"Danu, antar Ayah ke rumah kita, ya!" Pinta Ayah kepadaku yang masih termenung memikirkan nasibku. Kehilangan Istri terbaik, dan di khianati wanita baru yang menguras habis hartaku.Bahkan rumah ini pun tergadai, hanya untuk membahagiakan wanita jahat itu."Danu, tolong antar Ayah ke rumah lama, Ayah dan Tante mau tinggal di sana saja! Disini sudah tidak ada Hesti, Ayah sedih kalau ingat dia," ucap Ayah dengan wajah sendunya.Bagaimana aku bisa mengantar Ayah, sedangkan rumah itu telah beralih pemilik, bahkan rumah yang sekarang aku tempati pun terancam diambil pihak Bank. Sebab aku belum bisa melunasi tagihan tiap bulannya. Usahaku merosot turun, entah kenapa rasanya rezekiku mulai menjauh."Maaf, Yah. Rumah kita yang lama, sudah Danu berikan kepada Ira, maafkan Danu!" ucapku getir.Plakk ... Tamparan Ayah seakan meremukkan wajahku, sakit dan sangat panas rasanya.Mata Ayah menatapku tajam, dengan rahang yang mengeras ia memakiku. "Dasar lelaki
°pov Mama Naomi°"Papah, Ira, keterlaluan sekali kalian ini."Hancur lebur hatiku, melihat pemandangan yang begitu memilukan hati. Suami yang selama bertahun-tahun setia hidup bersamaku, dalam duka maupun suka, kini bergelut penuh cinta di belakangku.Yang paling menyakitkan hati lagi, wanitanya adalah keponakanku sendiri."Sejak kapan ini terjadi?"tanyaku dengan emosi yang terus kutahan, menatap penuh amarah kepada dua makhluk yang bermain cinta diatas dosa ini."Su--dah lama," sahut Ira terbata-bata."Kenapa kamu tega, Ira?" tanyaku lagi dengan nada sebiasa mungkin, agar Ira tidak gugup menjawab pertanyaanku. Sedangkan orang tuanya nampak syock dan terdiam menatap anaknya."Maafkan kami, Mah!"sahut suamiku."Jelaskan!" Lagi-lagi aku ingin fokus tahu, apa penyebab kegilaan mereka ini."Pertama kali Tante membawaku ke rumah, aku dan Om Hendra, sudah mulai melakukan hubungan terlarang
Part56Aku kembali ke kota cantik, untuk menjemput Ira, aku datang tanpa memberitahunya terlebih dahulu.Kediaman Ira nampak sepi, aku langsung saja masuk, pintu luar tidak terkunci. Terdengar suara cekikikan yang berasal dari dalam kamar Ira, tanpa mengucapkan salam, aku langsung saja berjalan menuju kamar itu.Ku dorong pelan pintu kamarnya."Astaghfirullah ..., Ira." Aku tercengang tak percaya, wanita yang baru beberapa Minggu ini resmi ku nikahi telah berani berbuat curang."Mas, kenapa--- da--tang tanpa memberitahu dahulu?" tanyanya terbata-bata."Sejak kapan?" Aku bertanya dengan tenang, sebisa mungkin ku tahan segala emosi di dalam dada.Ira membenarkan selimut, agar menutupi keseluruhan tubuhnya. Dia tidak menjawab sama sekali pertanyaanku, hanya menunduk."Sejak kapan? Om." Aku bertanya kembali dengan laki-laki di sampingnya.Mereka berdua menatapku sesaat."Pulangl
Part54"Beri Mas waktu, mas akan tebus secepatnya!" pintuku dengan sungguh-sungguh.Padahal aku saat ini bingung, itu memang salahku, yang begitu terbuai akan cinta yang baru dari seorang daun muda yang lagi segar-segarnya. Ia bahkan pandai memuaskan ku dalam segala hal.Hingga aku kalap, selalu memenuhi apapun mau wanita baruku itu. Tentunya tanpa sepengetahuan Hesti Istriku yang sekarang nampak membosankan dan bak bunga layu, tak segar dan tak menggairahkan lagi.Aku jelas tak mungkin bisa memenuhi mau nya Hesti untuk memberikan sertifikat rumahnya kembali, sebab uang hasil sertifikat itu saja sudah ku habiskan untuk bersenang-senang bersama wanita baruku itu.Rumah mendiang Ibuku? Hesti saja tidak tahu, bahwa rumah itu telah ku hadiahkan untuk kekasih tercintaku ini, rumah itu pula tempatku memadu kasih bersamanya."Mas, aku hamil!" ujar Ira, wanita yang kini tengah menjalin hubungan terlarang bersamaku.
Part53"Nak, ayo sudah siap belum!" teriak Ibu dari bawah.Aku bergegas keluar kamar, aku dan Ibu berencana berbelanja kebutuhan dapur hari ini, sambil jalan-jalan. Sedangkan Mas Danu, sudah sehari ini dia tak pulang ke rumah, bahkan ponselnya saja tidak ia aktifkan.Aku menghela napas berat, kala harus mengingat tingkah Mas Danu akhir-akhir ini yang sangat mencurigakan."Ayo, Bu!" anakku, setelah sampai dilantai bawah, tempat Ibu menunggu sedari tadi. Kami pergi bertiga, aku, Ibu dan si kecil dalam gendongan. Menaiki taksi online, kami menuju pusat perbelanjaan terbesar, sebab biasanya barang yang menjadi pilihan lebih banyak.Sesampainya di parkiran, kami langsung menuju masuk kedalam.Ibu memilih menggendong anakku, sedangkan aku sibuk menelusuri tempat perbelanjaan dengan mataku, sibuk mencari bahan yang kami perlukan."Ti," Ibu memanggilku yang tengah berjalan kesana kemari mendorong troli belanja.
Part52Akhir-akhir ini, mas Danu sering pulang tengah malam, bahkan kadang bisa pagi hari baru pulang. Alasannya banyak kerjaan, tapi ko firasatku berkata lain, ada hal yang ia sembunyikan."Selamat malam," sapa Mas Danu, saat memasuki kamar kami, raut lelah tergambar di wajah gantengnya. Aku tersenyum, lalu mencium takzim punggung tangannya.Mas Danu masuk kekamar mandi yang tersedia didalam kamar kami, ia membersihkan diri, lalu menghempaskan tubuh diatas ranjang.Aku sambil fokus menggendong bayi kami yang lagi menyusu.Bunyi getar handphone terdengar berderit diatas laci nakas samping ranjang, aku mendekat ke arah benda pipih itu terletak.Panggilan seseorang yang disebut Pak Dira. Mungkin panggilan penting, sebab jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi masih ada panggilan telepon.Aku mengangkatnya, sebelum aku bersuara, terdengar suara lebih dahulu dari sebrang telepon dengan nada marah.