~~Jangan takut untuk berkata jujur karena sejatinya kejujuran akan membawa pada sebuah kebaikan yang abadi.~~**"Mas, ada uang lebih gak? Jahitan seragam Laila belum dibayar. 250 ribu," sarkas Mimi seraya menengadahkan tangannya ke arah Ardan yang sedang sibuk mengelap motornya."Uang lagi. Udah tahu Mas sekarang pengangguran. Mau kerja aja dilarang, gimana mau dapat duit coba," jawab Ardhan santai."kan? Mas selalu saja beralasan seperti itu jika aku meminta uang. Apa nggak ada gitu, inisiatif mencari pekerjaan agar bisa dapat uang tapi tidak perlu mengorbankan perasaan istrinya? Mas pikir, Mimi akan melarang jika bekerja jadi kuli atau tukang sapu jalanan? Enggak! Aku hanya melarang Mas kerja dengan wanita itu. Dia dari gelagat nya saja sudah kentara kalau memiliki perasaan dan niat yang berbeda dari awal perkataannya. Masa Mas nggak nyadar sih?" sembur Mimi."Ah. Kamu aja yang jadi istri itu lebay. Dikit-dikit cemburu, dikit-dikit marah. Dikira Mas macam-macam. Jangankan mau macam
14PusingBerita naiknya harga BBM membuat Ardan begitu kesal. Faktanya, ia yang sama sekali belum mendapatkan pekerjaan harus rela merendah dan memohon di depan Mimi demi bisa membeli sebatang rokok untuk menyumpal mulutnya yang terasa pahit jika tidak menyesap barang itu."Mi, dari pagi Mas belum merokok. Apa yang ndak kasihan?""Kasihan kok sama Mas. Kalau mau kasihan itu sama diri sendiri aja lebih penting. Udah punya suami pengangguran, malas pula. Bantuin Mimi gih, bungkusin ini makanan," titahnya.''Kamu sangat tidak sopan sekali. Masa Suami sendiri disuruh bungkusin makanan kayak gini. Nggak mutu blas. Baik Mas mancing saja ikannya bisa digoreng buat makan."Ardan pergi meninggalkan Mimi yang masih berharap suaminya itu baik itu pekerjaannya di rumah. Namun, harapan hanyalah sebuah harapan. Masa bodoh dengan apa yang ia lakukan dan tidak mau untuk sedikit melakukan pekerjaan yang ia geluti. "Mas Ardan," cegah seseorang yang selama ini sangat ia rindukan. Namun, demi menjaga k
"Ke mana, Mas?" Sepagi ini Mimi sudah mendekati suaminya memakai baju rapi dengan seragam baru yang diberikan oleh Mita. Seminggu yang lalu, mereka bertemu kembali dan mengajak kerjasama untuk menggarap sebuah proyek besar yang saat itu pernah dibicarakan. Ardan menerima kerjasama itu karena ia sudah bosan dengan situasi dan kondisi rumah yang tidak pernah berubah. "Nggak liat aku mau kerja?""Kerja di mana pakaiannya seperti itu? Kayak di proyek Pertamina," ucap Mimi."Kamu itu kurang update, Mi. Nggak semua baju kayak gini itu dipakai di Pertamina. Mas berangkat dulu.""Loh, sayur Mimi belum masak loh. Sarapan dulu," cegah Mimi."Nanti sarapan di sana saja. Sarapan di rumah kagak napsu, udah kenyang duluan lihat mukamu."Mimi hanya bisa pasrah, menerima uluran tangan Ardan untuk berpamitan pergi bekerja. Mimi sangat senang karena suaminya sudah mendapatkan pekerjaan. Sehingga ia bisa mendapatkan pemasukan uang untuk kedepannya nanti. Mengandalkan berdagang yang untungnya tidak se
16Tindakan MimiMelihat keseharian Ardan yang tidak ada bedanya dan Justru malah semakin semena-mena kepada dirinya, membuat Mimi terasa tertantang. Setelah aksi protesnya akibat gajian tidak diberikan, akhirnya Mimi mendapatkan gaji bulanannya kemarin sore."Mi, ini celana tidak ada yang bagus apa? Mana kotor begini. Setiap hari pekerjaan kamu apa sih? Hanya mencuci baju kerja saja tidak bisa!"Mimi hanya mendengarkan ocehan suaminya. Ya sudah kehilangan feeling untuk menjadi suami istri yang penurut dan mendengarkan semua apa yang ada dan katakan dan keluhkan. Mimi hanya melakukan apa yang menurutnya nyaman dan tidak lagi merasa prihatin dengan kehidupannya sendiri. Mimi akan fokus untuk menyiapkan bekal untuk masa depan Laela dan dirinya, jika sewaktu-waktu ada pergi bersama wanita itu. selama Ardan masih memberikan nafkah kepadanya, selama itu juga Mimi akan memperlakukan suami itu sebagai tanggung jawab untuk berbakti sebagai seorang istri."Kamu nggak denger apa, apa yang aku
Setelah mendengar ancaman Ardan kemarin, Mimi memilih untuk diam. dia sudah kehilangan rasa untuk meladeni lelaki yang disebut suami itu."La, ikut Mama yuk!" ajak Mimi."Ke mana, Ma?" Laila bingung melihat ibunya yang sudah mengemasi pakaian di dalam tas."Mama mau menginap di rumah kakung. Ikut?""Ikut ..."Laila terlihat senang hendak menginap di rumah orang tua Mimi. Selama ini Laila memang dekat dengan orang tua dari Mimi daripada kedua orang tua Ardan.Ardan yang sedang menonton televisi kaget melihat Mimi keluar kamar dengan menggendong Laila dan membawa tas ransel di tangannya."Mau ke mana kamu?""Ngungsi!" jawab Mimi malas."Kamu tidak boleh pergi sebelum aku mengizinkan.""Nggak peduli! Kamu saja tidak mau mendengarkan apa yang aku keluhkan, untuk apa aku pertahankan?"Ardan berdiri. Bagaimana pun ia masih punya gensi. Bagaimana keluarga Mimi nanti akan bertanya mengenai hal ini Jika mimi pulang dengan membawa tas besar itu. Pasti dirinya akan menjadi pihak yang disalahkan
Setelah mendapatkan ide untuk membuka bisnis sendiri, mimik ini mulai memikirkan strategi untuk tidak terlalu membebani atau bergantung kepada suaminya.Pekerjaan Mimi yang dulunya hanya berkutat di dapur dan kasur, juga berkeliling panas-panasan menjajakan jajanan, kini dia mulai sibuk berada di kamar. Hal itu membuat Ardan merasa heran sendiri dengan perlakuan Mimi yang sekarang berubah menjadi sosok pemalas baginya."Cucian masih numpuk di belakang tetapi kamu sibuk tiduran aja di atas ranjang! Seharian ini ngapain aja?" bentak Ardan."Kalau Mas laper, ada makanan di dalam tudung saji. Nggak usah misuh-misuh di sini! Berisik!" balas Mimi santai."Laila mana? jangan-jangan kamu titipkan lagi ke rumah ibu?" "Nggaklah! Dia lagi pergi ngaji. Bentar lagi juga pulang.""Bikinin kopi, buruan l!" titah Ardan yang mulai tidak menggubris sikap cuek Mimi."Lebih baik Mas bikin sendiri aja. udah ada air panasnya kok di termos," ucap Mimi. Dia sibuk bermain dengan gadgetnya bahkan sampai tidak
Tentu saja setelah mencoba untuk bersikap semaunya, Ardan lebih suka berada di luar daripada di dalam rumah. Syukurlah! Batin Mimi selalu saja gelisah jika ada Ardan di rumah. Gelisah karena semakin ke sini sikap Ardan semakin tidak bisa menghargainya.Ting![Undangan online aja. Awas, kalau enggak datang!] Santi.Mimi tentu saja ingat. Tiga minggu yang lalu Santi pernah bilang akan menikahi seorang bos yang tentunya juga pengusaha kosmetik yang sedang dia geluti bisnisnya. Tentu Mimi akan datang. Meski dengan baju seadanya dan kondangan sepunyanya.Dalam tiga minggu ini, Mimi sudah bisa membuka toko online lewat ponselnya. Meski hp sering hang, tetapi masih bisa diajak kerjasama dengan pemiliknya. Meski begitu, Mimi tetap bersyukur. Setidaknya, ada banyak orderan yang masuk lewat 3 olshop yang baru dia buat setelah Santi mengajarinya.[Okeh. Disuruh jadi glidignya gak nih?] Mimi..[Kalau lo bolak balik di tempat gue, jadi glidig nanti.] Santi[Itu mah, gladag glidig ora genah. Hahaha
Di sekolah, Mimi baru tahu kalau banyak Ibu-ibu yang juga ikut mengantar anaknya. Mereka merumpi dan hahahihi menggunjing tetangga-tetangga atau orang yang dianggap musuh musuh mereka menjadi bahan gunjingan.“Tahu nggak, Bu? Kemarin itu, Bu Darmo ngamuk di depan rumah istri keduanya suaminya.” Ibu berbaju oren mulai asik membuat bahan gosip.“Oh ya?” Ibu berbaju merah semakin penasaran.“Alah! Gimana nggak ngamuk. Dua bulan nggak mau disentuh, pulang seminggu sekali, uang gaji diembat bini kedua hampir separuhnya, ya ngamuk. Kalau aku jadi Bu Darmo, tak potong anunya suami. Enak aja. Anak sudah 4, laki menikah lagi dengan alasan istri tidak cantik lagi. Nggak setia aja masih dipertahankan. Ogah kalau aku jadi dia!” gunjing Ibu berbaju putih.Mimi menyimak saja. Dia anggota baru Ibu-Ibu yang mengikuti acara mengantar anak sekolahnya. Setelah Laila masuk, Mimi pun punya inisiatif untuk masuk ke celah mereka. Mimi pulang ke rumah, lalu mengambil starter kit yang digunakan untuk mencari