"Aduh!" Jena terjengkang karena Elrangga mendorongnya lumayan keras. "Kenapa Mas El dorong Jena?" tanyanya sambil mengusap pantatnya yang berdenyut sakit."Sa-salah sendiri! Kenapa kamu deket-deket sama aku." Elrangga menjawab pertanyaan Jena terbata-bata karena sibuk menormalkan detak jantungnya."Siapa yang mau deket sama Mas El, sih? Mas El sendiri kan, yang meluk Jena," sungut Jena kesal karena Elrangga membuat pantatnya sakit."Aku refleks memelukmu karena kamu tadi hampir jatuh Jena.""Tapi kenapa Mas El tiba-tiba dorong Jena?"Elrangga terdiam karena dia tidak mungkin memberi tahu Jena alasan yang membuatnya tiba-tiba mendorong gadis itu."Ujung-ujungnya Jena tetap jatuh, kan?" sungut Jena kesal. "Aduh, pantatku rasanya sakit sekali." Jena mencoba untuk berdiri. Namun, dia tidak bisa berdiri sendiri karena terhalang gaunnya yang panjang."Mas El bantuin." Jena mengulurkan kedua tangannya, tapi Elrangga malah meninggalkannya begitu saja.Lelaki itu ... sangat menyebalkan dan suk
"Yey harus pergi ke Halte S. Parman Podomoro City yang ada di depan sana. Lalu naik Busway ke jurusan Pondok Indah dua. Kalau udah sampai langsung cus deh, ke rumah pak Dewangga. Mengerti, Jena?""Eung?" Jena menggaruk rambutnya yang tidak gatal karena belum paham dengan penjelasan Vincent. Jena memutuskan untuk kembali ke butik Vincent selepas kepergian Elrangga karena dia ingin meminta alamat rumah Dewangga.Vincent menghela napas panjang karena Jena tidak juga paham dengan apa yang dia jelaskan. Padahal dia sudah lima kali memberi tahu gadis itu cara pergi ke rumah Dewangga."Eyke sudah ngasih tahu yey alamat rumah pak Dewangga lima kali, Jena. Kenapa yey nggak paham-paham juga, sih?" desah Vincent menahan kesal."Ma-maaf, Madam ...," ucap Jena penuh rasa bersalah karena sudah merepotkan Vincent."Ini juga Si Rangga. Kok, dia tega banget sih, nyuruh yey pulang sendirian?" gerutu Vincent sambil menulis alamat rumah Dewangga pada secarik kertas."Nih, eyke udah tulis nama halte dan
Elrangga memasukkan mobilnya ke garasi begitu tiba di rumah. Raut lelah tergambar jelas di wajah tampannya karena dia sempat cekcok dengan orang yang membeli resepnya dari salah satu karyawannya yang tidak bertanggung jawab. Percekcokan mereka terjadi lumayan lama karena orang tersebut tidak mau mengakui kesalahannya.Untung saja dia mempunyai bukti yang cukup kuat untuk membuktikan kalau resep tersebut adalah miliknya. Dia berniat akan membawa masalah ini ke jalur hukum jika orang yang membeli resepnya tidak mau mengaku. Jika dia tidak tegas, maka dia akan kehilangan resep tersebut dan kerugian yang sangat besar."Aku pulang," teriak Elrangga ketika memasuki rumah. Dia beranjak ke dapur untuk mengambil air putih karena tenggorokannya terasa sangat kering. Sepertinya dia juga butuh mandi agar tubuhnya terasa lebih segar."Kamu sudah pulang, Ga?""Iya, Bu.""Jena mana?""Jena ...." Kening Elrangga berkerut dalam mendengar pertanyaan Anita barusan. "Bukankah dia sudah pulang?""Pulang?"
Kedua mata Jena sontak membulat mendengar ucapan Abi barusan. Wajahnya pun kembali bersemu merah. Jena lebih memilih berjalan sendiri meskipun kedua lututnya sakit dari pada digendong Abi."Aku akan menuntunmu masuk ke rumah kalau tidak mau digendong."Tubuh Jena menegang, jantungnya seketika berdetak dua kali lebih cepat dari pada biasanya karena Abi tiba-tiba melingkarkan tangannya di pinggang, memeluknya dari samping dengan erat."Kenapa wajahmu memerah?"Jena tersentak mendengar pertanyaan Abi barusan lantas menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah. Entah kenapa dia merasa sangat gugup sekarang. Apa lagi Abi memeluk pinggangnya dengan begitu erat.Abi lagi-lagi tersenyum melihat Jena yang salah tingkah, sangat manis pikirnya. Dia pun menuntun gadis itu dengan hati-hati masuk ke dalam rumah."Aku pulang!" teriaknya.Anita sontak beranjak dari tempat duduknya karena mendengar suara Abi. Kedua matanya tampak berbinar melihat gadis yang datang bersama putra sulungnya
Elrangga cepat-cepat bersembuyi ketika mendengar Jena memutar kenop pintu kamarnya. Tingkahnya mirip sekali dengan pencuri padahal dia hanya meletakkan secarik kertas bertuliskan permintaan maaf untuk gadis itu.Elrangga sebenarnya malas sekali meminta maaf pada Jena. Namun, ucapan Abi tadi membuat perasaannya mendadak tidak tenang. Lagi pula dia memang bersalah karena sudah menyuruh Jena pulang sendirian hingga membuat gadis itu tersesat dan diganggu preman.Elrangga terus memperhatikan Jena yang berdiri di depan pintu kamarnya. Gadis itu tampak kebingungan membaca satu kata yang dia tulis di kertas berwarna kuning tersebut. Apa Jena tidak bisa membaca? Atau mungkin tidak mau memaafkan kesalahannya?Elrangga mendengkus kesal. Padahal dia sudah membuang jauh-jauh harga dirinya untuk menulis permintaan maaf pada Jena, tapi gadis itu malah jual mahal.Menyebalkan!Sepertinya dia harus meminta maaf langsung pada Jena.Elrangga menarik kedua lengan bajunya sampai sebatas siku lantas berj
Hari bahagia itu akhirnya tiba dan sampai sekarang Elrangga belum tahu alasan yang membuat Abi mau menikahi Jena karena kakak kandungnya itu sangat sibuk dan tidak mempunyai waktu sedikit pun untuk berbicara dengannya. Abi memang sengaja lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya karena dia ingin pergi bulan madu setelah menikah dengan Jena.Elrangga sebenarnya ingin sekali memberi tahu Eyang Putri tentang Jena yang tidak bisa membaca karena hanya neneknya itu yang bisa membatalkan pernikahan mereka.Namun, ayah dan ibunya mengancam akan mencoret namanya dari daftar keluarga jika dia nekat memberi tahu Eyang Putri.Mereka sangat ... menyebalkan.Semua orang yang tinggal di rumah ini tidak ada satu pun yang memihaknya. Bahkan Ardilla—adik kandungnya sangat menyukai Jena. Entah sihir apa yang gadis kampung itu miliki hingga membuat seluruh anggota keluarganya menyayanginya.Semua orang yang tinggal di kediaman Dewangga tampak sibuk sejak tadi pagi, terutama pelayan. Mereka sibuk menghias t
Setelah melakukan proses pemberkatan, malamnya Abi dan Jena langsung menggelar acara resepsi di rumah Dewangga. Acara resepsi pernikahan mereka mengusung tema Garden Party yang hanya dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan teman dekat Abi dan Jena.Bahkan Ambar—sahabat baik Jena rela datang jauh-jauh dari kampung untuk menghadiri pernikahan mereka."Astaga, Jenaa ...!" pekik Ambar sambil memeluk Jena erat-erat karena hampir satu bulan mereka tidak bertemu."Kamu cantik banget," puji gadis yang rambutnya selalu dikepang dua itu setelah memperharikan Jena dari atas sampai bawah.Malam ini Jena memang terlihat cantik dan anggun dalam balutan gaun off shoulder berwarna merah muda dari George Chakra yang memiliki belahan sampai sebatas paha yang dipadu dengan stiletto berwarna senada. Rambut cokelatnya di buat sedikit bergelombang di bagian bawah untuk menutupi bahunya yang sedikit terbuka. Satu set perhiasan emas dari Stone Hange yang berharga puluhan juta juga turut melengkapi penampilannya
Warning 21+Resepsi pernikahan Abi dan Jena sudah selesai sejak satu jam yang lalu. Para pelayan tampak sibuk membereskan sisa-sisa pesta, sementara Abi dan Jena sedang mengobrol santai bersama keluarga mereka di ruang tengah tanpa Elrangga karena lelaki itu sudah mendekam diri di kamar sebelum pesta Abi dan Jena selesai.Abi melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Tidak terasa sekarang sudah hampir jam sepuluh malam. Dia ingin mengajak Jena ke kamar untuk beristirahat."Ayah, Ibu, Abi pamit ke kamar dulu karena Jena butuh istirahat.""Istirahat apa istirahat?" goda Anita membuat pipi Jena seketika bersemu merah karena dia mengerti dengan maksud ibu mertuanya itu."Ibu, jangan menggoda, Jena. Apa Ibu tidak lihat wajah menantu Ibu sudah memerah seperti tomat?""Mas Abi ...." Jena mencubit perut Abi dengan gemas karena ikut-ikutan menggodanya seperti Anita.Abi malah terkekeh karena Jena terlihat sangat menggemaskan saat malu-malu seperti itu. "Kalau beg