Home / Romansa / Istrimu, Bukan Kekasihmu / Perjanjian Pernikahan

Share

Perjanjian Pernikahan

Author: Reinen
last update Last Updated: 2023-03-22 09:58:13

2. Perjanjian Pernikahan

-Meski sedikit menyakitkan, setidaknya aku tahu kalau ada hal yang bisa aku lakukan untukmu, dan itu sedikit melegakan.- Ailuna Cintia Permadi

"Aku ini menikah untuk jadi istri atau jadi penjaga rumah mewah sih?" Gumamku sembari melihat keluar jendela.

Tiga hari sudah aku berdiam diri di sebuah rumah dengan dua orang asisten yang selalu menemaniku, mereka adalah Sendi dan Tika. Ada juga asisten lainnya, namun hanya dia itu yang paling sering aku temui.

Tiga hari juga aku tak berjumpa dengan Adhitama yang notabene adalah suami sahku. Dia meninggalkanku sendiri di depan rumah setelah acara pemberkatan selesai.

"Aku harus pergi, silahkan kamu beristirahat di dalam! Anggap saja rumahmu sendiri." Ucapnya saat itu.

Tanganku mencekal lengannya. "Kakak mau kemana, kenapa kita nggak pergi ber.."

Dia menghempaskan cekalan tanganku. "Kamu tak perlu tau, ini bukan urusanmu!" Ucapnya bahkan sebelum aku menyelesaikan pertanyaanku.

Kemana perginya dia? Tak ada satupun orang yang tahu. Aku terus terdiam dan menunggu, namun sayangnya aku seolah menunggu sesuatu yang tak mungkin kembali. Siapa aku? Mungkin laki-laki bermata coklat itupun tak mengingat namaku di otaknya, apalagi hatinya.

Aku menghela napasku yang terasa sesak. “Hm, sepertinya aku terlalu berharap lebih, seperti kata ibu, aku ini memang terlalu nekat.”

Seharusnya hari-hari ini menjadi hari paling membahagiakan bagiku, masa-masa bulan madu yang harusnya aku lewati dengan suka cita seperti cerita teman-temanku yang telah berkeluarga, kini berlalu dengan kesendirian yang menggerogoti tubuhku secara perlahan.

“Aku bosan.”

Aku bukan tipe yang bisa berdiam diri begitu lama, aku memutuskan kembali melakukan aktivitasku seperti biasanya.

Dengan cekatan aku menyiapkan baju yang akan aku gunakan untuk kembali bekerja, sebuah kemeja berwarna peace dipadu dengan celana putih. Aku sangat menyukai gaya casual karena nyaman dan anti ribet.

“Tika!” seruku.

Suara ketukan sepatu terdengar mendekat ke arahku. Sosok gadis muda berambut coklat itu telah berdiri tepat dihadapanku sembari membungkuk.

"Ya nyonya, ada yang bisa saya bantu?"

Awalnya aku sedikit heran, gadis muda yang cantik dengan balutan dress maid yang sangat cocok dengan tubuhnya itu adalah seorang sarjana managemen. Namun setelah aku tahu berapa gaji para maid disini, aku menjadi tak heran karenanya. Sultan memang beda.

“Aku akan pergi, kalau Mommy mencariku, tolong katakan padanya bahwa aku pergi bekerja.” Ucapku.

Mommy adalah sebutanku pada Rosa Wijaya, ibu dari Adhitama, atau bisa disebut sebagai ibu mertuaku. Berbanding terbalik dengan anaknya yang bahkan tak memperdulikan keberadaanku, mommy Rosa justru memperlakukanku dengan sangat baik, dia sangat memperhatikanku hingga membuatku merasa seperti seorang menantu yang paling beruntung di dunia ini.

Ada yang menanyakan keberadaan ayah Adhitama? Dia sudah tiada. Frans Wijaya telah meninggal satu tahun yang lalu akibat penyakit komplikasi yang sudah menyerangnya puluhan tahun.

“Tapi nyonya, bukankah ini masih masa cuti nyonya?” tanya gadis itu terlihat sedikit kebingungan.

“Tenang saja, Mommy pasti memakluminya, bilang saja aku hanya merasa bosan berada di rumah.” Jawabku menenangkan.

Tika mengangguk. “Baik Nyonya.”

Ah, aku masih merasa tidak suka dengan panggilan itu, biasanya orang-orang yang bekerja dirumahku memanggilku ‘nona’, sebutan ‘nyonya’ membuatku terlihat lebih tua. Hey ayolah, aku hanyalah seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun, namun sayangnya mereka terus memanggilku dengan sebutan tersebut jika tidak ingin dipecat oleh mommy Rosa.

Brakk!

Suara gebrakan pintu menggema ke seisi ruangan, membuat aku dan Tika mengalihkan perhatian pada sumber suara.

Terlihat sosok Adhitama dengan kemeja putih yang terlihat berantakan berdiri tepat diambang pintu dengan ekspresi yang sangat sulit untuk diartikan, antara lelah dan marah yang bercampur menjadi satu, tapi sungguh itu membuatnya terlihat sexy.

“Kamu! Tinggalkan kami berdua.” Titahnya pada Tika.

Tiga hari tak mengubah apapun dalam diriku, dimataku dia masih terlalu sempurna untuk ukuran seorang manusia. Sial, jantungku berdegup kencang saat perlahan dia berjalan mendekatiku. Tatapannya padaku sangat tajam, seolah dapat menusuk kepalaku hingga berlubang.

“Mari kita bertransaksi!” Ucapnya dingin.

Dia menggandengku menuju sofa yang berada di dekat jendela kamar. Dia mulai mengeluarkan kertas dan pulpen, tangannya mulai menulis sesuatu disana. Beberapa menit kemudian dia menyodorkan kertas tersebut dihadapanku, aku kesulitan membacanya. Aku beranjak menuju tas kerjaku dan mengambil kacamata minus disana.

Semuanya terlihat jelas, tulisan tangan dengan dua point yang tertulis rapi diatasnya.

“Waktu kita tak begitu banyak saat itu, jam pernikahan yang sudah ditentukan membuat kita tak bisa berkomunikasi dengan baik. Dan sejujurnya aku sendiri masih belum mengerti dengan situasi kita saat ini. Mari kita perjelas, hubungan kita memang suami-istri. Namun sadar atau tidak kalau hubungan ini tak akan berjalan seperti pada umumnya. Dan ini adalah hal yang harus aku tegaskan sebelum kita menjalani hubungan ini.”

Aku tahu sekarang, dia sedang berusaha me-loby-ku, ck, kemampuannya sebagai seorang pengusaha memang tak bisa diragukan lagi.

“Mari kita jalani pernikahan ini sebaik mungkin, dimata orang lain. Kamu bisa lihat disitu aku mengajukan dua point, yang pertama adalah kita tak boleh mencampuri urusan pribadi kita masing-masing.”

Aku tahu, akulah yang menjatuhkan diriku sendiri padanya, tapi aku tak menyangka jika dia benar-benar menolakku secara terang-terangan, sungguh menyakitkan.

“Lalu apa ini?” aku menunjuk point kedua dalam perjanjian tersebut.

“Ibuku sangat menyukaimu, menurutnya kamu adalah gadis yang layak mendampingiku sebagai seorang pewaris Wijaya. Keluargamu yang terpandang dan berpendidikan sangat cocok dengan image keluarga kami. Maka dari itu, aku menginginkan seorang keturunan yang lahir dari rahimmu. Karena aku butuh seorang penerus.”

Hatiku semakin sakit, namun dengan tak pedulinya aku hanya mengangguk seolah setuju.

“Apakah ada lagi?” tanyaku lirih, aku masih berusaha menyetabilkan sakit yang bersarang di hatiku.

“Oh, ada satu lagi tapi sepertinya tak perlu dituliskan diatas perjanjian.”

“Apa itu?” tanyaku penasaran.

“Kamu tak boleh jatuh cinta padaku, jika hal itu sampai terjadi semua perjanjian kita ini akan berakhir, begitu pula hubungan palsu kita ini.” Ucapnya begitu dingin, sangat dingin hingga membuatku membeku ditempat.

Bukankah artinya aku harus memendam perasaanku sendiri selama-lamanya jika ingin tetap bersamanya?

“Aku memang tak bisa memberikan apapun sebagai seorang suami, namun sebagai gantinya, kamu boleh menerima sepuluh persen dari total kekayaan yang aku miliki.”

Begitu ternyata, dia memandangku tak lebih dari seorang gadis matrealistis yang ingin memanfaatkan keadaan. Namun jika itu membuatku tetap berada disampingnya aku tak masalah, karena apapun yang berhubungan dengannya membuatku bahagia.

“Baiklah, aku menyetujuinya.” Tanganku bergerak untuk menandatanginya.

Aku melihatnya tersenyum penuh kemenangan. Ah, yang terpenting bagiku saat ini adalah kebahagiaannya.

“Baiklah, malam ini sepertinya aku akan meminta perjanjian nomer dua terlebih dahulu. Aku akan menunggumu dikamar sebelah jam sembilan malam. Jangan sampai membuatku menunggu.” Ungkapnya dengan ekspresi datar. Dia beranjak dari sofa dengan membawa lembaran kertas digenggamannya.

Aku memandang kepergiannya dalam diam, ya aku benar, aku telah melakukan sesuatu yang benar, bukankah membuat dia bahagia adalah tujuan utamaku?

“Baiklah Adhitama Wijaya, aku akan menjadi milikmu malam ini.”

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istrimu, Bukan Kekasihmu   Meluruskan Kesalahpahaman

    28. Meluruskan Kesalahpahaman-Aku harap, perasaanku tak seperti bunga yang layu, warnanya semakin lama semakin pudar, kering, dan kemudian gugur perlahan. Tak ada yang salah antara kita, antara perasaanku, kamu dan dia. Apakah aku harus menyalahkan waktu? Takdir? Akupun tak tahu.- Ailuna Cintia PermadiAku memakan makananku dalam diam. Kemana perginya Adhitama? Dia pergi meninggalkanku dengan alasan ada urusan mendadak, dan kalian tahu apa urusannya? Tentu saja untuk meluruskan segalanya pada kekasihnya. Aku menanyakan keberadaan Adhitama pada Sendi, dan dia tidak mengelak saat aku mengatakan perihal tersebut. Ah, bagaimana Adhitama bisa segantlemen itu, dia pasti tak ingin menyakiti hati Yasmin barang sedikitpun. Apakah sebegitu cintanya dia pada sosok model itu?Lalu bagaimana denganku? Tentu saja dia tak peduli, dia hanya ingin aku bertahan bersamanya sampai anak ini lahir. Tok. tok. tok.Apakah dia sudah kembali secepat itu? Ayolah Luna, jangan terlalu berharap, nanti ujung-ujun

  • Istrimu, Bukan Kekasihmu   Kedatangan Yasmin

    27. Kedatangan Yasmin-Aku tahu kalau bahagia dan sedih itu datangnya satu paket, tapi aku tak pernah mengira jika kesedihan juga akan datang secepat ini.- Ailuna Cintia PermadiAku melihatnya, pancaran mata yang tak pernah sekalipun Adhirama berikan padaku kini dengan jelas tercipta saat kehadiran Yasmin diantara kami. Mereka saling pandang untuk beberapa saat, seolah melupakan kehadiranku. Sorot mata Yasmin seolah menginginkan penjelasan, namun sayangnya Adhitama masih menutup rapat bibirnya, hanya sorot mata sendu yang dia hadiahkan sebagai jawaban.“Yasmin..”Ya itu suaraku yang sedikit tertahan untuk tidak bergetar. Aku bahkan merasakan sakit saat mereka saling bertatapan, aku tak bisa untuk tidak membenci momen itu. Berhentilah memperlihatkan tatapan saling menginginkan seperti itu.Aku tak pernah menginginkan untuk berada diposisiku saat ini. Tentu saja aku menginginkan kisah cinta romantis yang bahagia, dimana kedua tokohnya saling mencintai satu sama lain. Tapi bukankah tetap

  • Istrimu, Bukan Kekasihmu   Cinderella 12 a.m

    26. Cinderella 12 am-Kata orang, cinta sejati yang sesungguhnya adalah dia yang sanggup merelakan kekasihnya pergi untuk pergi dengan tambatan hatinya yang lain. Tapi walaupun itu benar, aku tak akan melakukannya, sejati hanyalah kata, tak ada jaminan untuk kebenarannya- Ailuna Cintai PermadiAdhitama datang dengan satu gelas es teller di tangannya. Dia melihat Raisa yang sedang sesenggukan di pelukanku. Dengan sedikit bahasa tubuh, aku meminta Adhitama untuk keluar ruangan, memberikan aku waktu untuk menenangkan Raisa.“Lo bisa nggak si Sa, kalo nangis nggak usah ingusan. Jijik gue lihatnya.” Gerutuku sembari menyodorkan tisu dihadapannya.Raisa mendorong tubuhku pelan, dia mengusap air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya dengan kasar. And see, dia terlihat seperti panda dengan lelehan eye liner yang sudah beleber sampai ke pipinya, membuatku tak tahan untuk tidak terkekeh.“Itu udah sepaket Lun, nggak bisa dipisahin, kaya gue sama lo.”“Cih, nggak mau gue.” Decihku.“Bent

  • Istrimu, Bukan Kekasihmu   Sisi Lain Raisa

    25. Sisi Lain Raisa-Beberapa orang merasa sudah lelah sebelum memulai, sedangkan aku dengan tak tau dirinya tetap bertahan meski tahu akhirnya masih terlihat abu-abu.- Ailuna Cintia PermadiAku tak pernah tahu apa yang akan terjadi satu detik kedepan, selama ini aku selalu mencemaskan bagaimana jika suatu saat dia meninggalkanku, apakah aku akan siap? Bagaimana jika dia pergi dan tak kembali? Bagaimana jika dia memilih untuk bersama wanitanya? Dan masih banyak kekhawatiran yang selalu bergelanyut di otakku.Bukankah itu wajar bagi seorang wanita sepertiku yang berada diantara dua orang yang saling mencintai? Tapi bukankah aku juga mencintainya, aku hanya perlu menunggu saat dia membalas cintaku.Namun saat ini, aku hanya ingin menikmati saat-saat bersamanya, meneliti setiap lekuk wajahnya yang terpahat sempurna. Aku baru menyadari sesuatu, ada sebuah lesung pipit samar di pipi kirinya saat dia tersenyum lebar. Membuat kesan manis pada wajahnya yang maskulin.Aku mengambil buah apel d

  • Istrimu, Bukan Kekasihmu   Hello Adhitama Junior

    24. Hello Adhitama Junior-Aku tahu, meski rasanya hatiku sungguh-sungguh tersakiti. Hatiku selalu menolak untuk berhenti, bagai malam yang merindukan siang. Meski semuanya terasa tidak mungkin, tapi aku tetap saja bertahan, seperti air yang mengalir, semuanya terasa begitu alami. Membahagiakanmu, adalah anugerah Tuhan, teruntuk manusia tak tahu diri sepertiku.- Ailuna Cintia Permadi. Bersamanya, adalah suatu ketidakmungkinan yang akhirnya terkabulkan. Menatap pancaran kekhawatiran yang dia tujukan padaku, tak peduli akan bertahan seberapa lama, yang pasti aku bahagia. Lihat saja, tangannya bahkan tak lepas menggenggam tanganku begitu erat.Apakah kalian ingat tentang seorang laki-laki yang ku ceritakan pada Adhitama tempo hari? Sejujurnya dia adalah sosok Adhitama saat berumur 25 tahun. Sosok yang entah sejak kapan ku jadikan matahari, pusat dari kehidupanku. Aku tahu, dia pasti telah melupakan momen yang baginya tak berharga itu. Tapi bagiku, kehadirannya mengubah sebagian hidupku

  • Istrimu, Bukan Kekasihmu   Kesepian Lagi

    23. Kesepian Lagi-Apa ini? Mengapa aku menjadi terbiasa dengan kesepian ini? Rasanya semuanya terasa begitu hampa, seolah hanya akulah manusia yang hidup di dunia ini.- Ailuna Cintia PermadiApakah aku harus menyerah dengan semua ini?Sudah tiga hari aku terkurung di kamarku tanpa melakukan apapun selain berbaring, makan, melamun dan tentu saja bernapas. Bahkan bernapas pun rasanya sudah terlalu sesak karena terasa seperti menghirup oksigen yang sama setiap detiknya. Aku sungguh tak mengerti kesalahan apa yang sudah ku perbuat hingga membuatnya mengurungku seperti ini, bahkan setelah aku tahu pun itu adalah sebuah kesalahpahaman yang sejujurnya dia sendiri yang menyimpulkannya.Hari sudah semakin gelap, bahkan aku terlalu malas untuk menyalakan lampu kamar, aku mulai terbiasa dengan kegelapan, aku mulai terbiasa dengan kesepian yang semakin lama semakin menggerogoti ku menjadi semakin kosong.Tok. Tok. Tok.“Nyonya, sudah waktunya makan, tolong buka pintunya.”Aku melirik jejeran ma

  • Istrimu, Bukan Kekasihmu   Tak Bisa Membenci

    22. Tak Bisa Membenci-Akankah aku tetap bisa mempertahankan segalanya setelah semuanya begitu jelas terlihat? Akankah aku masih bisa memperjuangkanmu meski kita memiliki rasa yang berbeda?- Ailuna Cintia PermadiSiapa wanita yang bersama ayah itu? Seingatku sekretaris ayah adalah seorang laki-laki bernama Ronald, dan aku mengenalnya dengan sangat baik. Aku mencoba berpikir jernih, dengan cepat aku mengetik sebuah nama di display tanpa memperdulikan rentetan pertanyaan yang saat ini sedang Barram lontarkan.“Hallo sayang?” sapa suara lembut dari sebrang sana.“Mom, answer me now!” ucapku cepat. “Apakah ayah udah pulang ke rumah?” lanjutku, mataku masih fokus mengamati gerak-gerik ayah yang terlihat santai duduk di kursi VIP, aku tak ingin kehilangan jejaknya.Ada jeda sebentar. “Oh My, do you miss him so bad sweetheart?” aku mendengar Mommy terkekeh.Oh ayolah, ini bukan waktunya untuk tertawa Mommy, saat ini suamimu sedang bersama perempuan lain.“Please Mom jawab aku, ayah udah di r

  • Istrimu, Bukan Kekasihmu   Punggung Yang Rapuh

    21. Punggung Yang Rapuh-Jangan membuatku ingin selalu melindungimu, juga jangan terlihat berusaha untuk kuat saat punggungmu terlihat rapuh, ah, keduanya terasa menyakitkan untuk dilihat. -Adhitama Wijaya“Sendi, aku cantik bukan?” tanya Ailuna pada Sendi.Dia memutar tubuhnya yang dibalut dress selutut bercorak bunga mawar di depan Sendi sembari tersenyum. Entah kenapa aku tak menyukainya, bukankah seharusnya dia menanyakannya padaku sebagai suaminya?“Tentu saja, nyonya terlihat cantik memakai apapun.” Jawab Sendi seolah lupa jika ada aku disini.“Ehem..”Ailuna menatapku, dia berjalan pelan ke arahku sembari tersenyum. Oh ayolah, mengapa kamu selalu tersenyum pada semua laki-laki? Tunggu bukankah itu hak dia?“Sendi tak ikut kita?”Argh, mengapa dia menanyakan itu pada laki-laki yang berstatus suaminya sendiri? Dan lihatlah ekspresi sedihnya saat menatap Sendi yang tersenyum bodoh dari balik kaca. Apa yang terjadi diantara mereka berdua? Mengapa aku jadi penasaran seperti ini.“Ka

  • Istrimu, Bukan Kekasihmu   Candu

    20. Candu-Aku menghargainya sebagai seorang perempuan, karena aku tahu bagaimana rapuhnya saat seorang perempuan tersakiti.- Adhitama WijayaAku menatap wanita dihadapanku dengan perasaan karut, menyentakkan tubuhku untuk lebih tinggi menerbangkannya ke angkasa. Napasnya bergemuruh kasar saat terasa kehangatan mengalir dari tubuhku tersalur pada tubuhnya, seolah menggelitik perut tanpa tahu seberapa aku merindukan ini darinya. Aku mendengarnya, degub jantung yang begitu memburu, membuatku semakin terengah untuk mencapai puncak yang ingin aku ledakan di dalam dan melebur bersama di dalam tubuh ramping wanitaku.Yasmin tersenyum hangat, menarik tubuhku untuk menindihnya semakin erat, aku mengirup aroma yang selalu aku rindukan di ceruk lehernya. Aku memeluknya, menuntutnya untuk membalas pelukan hangat yang selalu aku suguhnya setiap kali berada disampingnya.Aku berbisik lirih di telinganya yang terlihat memerah. “Aku sangat mencintaimu Mine.”Dia tersenyum kecil, senyum yang sudah la

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status