Share

Istrimu, Bukan Kekasihmu
Istrimu, Bukan Kekasihmu
Penulis: Reinen

Lamaran Dadakan

Now playing Karena Cinta by Joy Tobing

1. Lamaran Dadakan

-Sepertinya aku memang harus segila ini untuk mendapatkan kamu.- Ailuna Cintia Permadi

“Ayo nikah aja sama aku, kak Tama nggak mau malu karena gagal nikah lagi kan?” ucapku penuh keyakinan.

Kalimat nekat itu keluar begitu saat saat melihat sosok Adhitama terlihat menyedihkan setelah berkali-kali ditinggal oleh calon istrinya tepat di hari pernikahan mereka.

Kepalanya mendongak. Mata coklatnya menatapku penuh selidik. "Kamu siapa? Dan kenapa mommy mengundang gadis gila.."

"Aku Ailuna, salah satu tamu kakak. To be honest aku ingin menjelaskan lebih detail tentang diriku. But we don't have much time, dan saat ini Kak Tama nggak punya pilihan lain selain nerima lamaranku kalo kakak ingin menyelamatkan nama baik kakak dan Wijaya Group." selaku sebelum dia mengakhiri kalimatnya.

Adhitama Wijaya, laki-laki berambut hitam itu memberikan tatapan penasarannya. Aku tau, aku memang gila.

“Apa kamu sedang bercanda? Atau kamu sedang membuat konten atau semacamnya? Apa menurutmu keadaanku yang seperti ini lucu untuk kamu jadikan mainan seperti ini? Mana kameranya? Haruskan aku melambaikan tanganku?” tanya Adhitama dengan sorot mata tajam kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar.

Okay, aku tau kalo Adhitama adalah sosok yang kaku dan tegas. Aku memang sedikit terkejut dengan intonasi ucapannya barusan. Namun kalimat yang harusnya terdengar seperti kemarahan, justru terdengar seperti keputusasaan di telingaku. Seolah dia benar-benar putus asa.

Dan itu membuat aku semakin menggila. Ya, aku emang harus segila ini untuk mendapatkan dia.

Grep!!

"Hei!" Seru Adhitama.

Aku memeluk tubuh tegap itu tanpa komando, badanku seolah bergerak sendiri. Aku sadar akan perubahan tubuhnya yang sedikit menegang karena terkejut oleh perlakuanku.

“Nikah sama aku, dan aku bakalan melakukan apapun yang kakak mau! Kakak juga nggak mau bikin keluarga kakak malu kan?” ungkapku lirih.

Alisnya terlihat berkerut, aku tau dia masih tidak yakin akan hal itu. Aku pun langsung melepaskan pelukanku.

Dia memajukan wajahnya. “Kamu yakin dengan ucapanmu? Kamu tidak bisa asal bicara pada laki-laki sepertiku!” jawabnya lirih.

Tubuhku terasa kaku hanya karena merasakan hembusan napasnya tepat di depan wajahku. Aku mundur beberapa langkah memberi jarak antara kami berdua, berada terlalu dekat dengannya benar-benar tak baik untuk kesehatan jantungku.

Tangan kirinya mencengkeram tangan kananku. “Jawab dulu pertanyaanku, kamu tak bisa kabur begitu saja setelah mempermainkan laki-laki yang sedang sedih seperti aku ini!” Tatapan mata yang benar-benar mengunciku, aku tak pernah membayangkan ini sebelumnya. Tatapannya begitu indah hingga memaksaku untuk masuk kedalam matanya yang terlihat kelam.

Aku menelan salivaku dalam-dalam. “Aku tak akan mencabut kata-kataku barusan. Ayo kita menikah!” Jawabku tanpa mengalihkan perhatianku pada wajah tampannya.

Sungguh, Tuhan begitu tak adil menciptakan Adhitama Wijaya dengan setengah stok ketampanan yang ada di dunia ini.

"Bagaimana dengan kalimat 'melakukan apapun yang kakak mau?' yang tadi kamu ucapkan? Apakah itu sungguhan?"

Aku pun menganggukkan kepala sebagai jawaban.

“Baiklah, aku menerima tawaranmu. Deal?” Adhitama mengulurkan tangannya ke hadapanku.

Aku masih memandang tangan yang mengambang di udara untuk beberapa detik, namun dengan cepat aku membalas uluran tersebut tanpa ragu. Dingin, telapak tangannya begitu dingin hingga aku pikir Adhitama bukanlah manusia. Ya, pria tampan dihadapanku ini memang bukanlah manusia, dia adalah seorang malaikat tampan yang turun dari langit.

“Deal.” Jawabku mantap.

Sebuah senyum miring terbit dibibirnya, tanpa ku tahu arti dari senyuman tersebut.

Beberapa jam kemudian, disinilah aku berada. Diujung karpet merah bersama tangan ayahku yang menggenggam tanganku begitu erat. Aku tahu, dia masih sedikit terkejut dengan keputusanku. Namun sungguh, Ardi Permadi adalah sosok ayah yang mengutamakan kebahagiaan putrinya, dan aku sangat menyayanginya, setelah ini dia tetaplah pria nomor satu dalam hidupku.

“Apa kamu sudah siap nak?” tanyanya begitu lembut.

Aku mengangguk pelan. “Siap ayah!" aku menatapnya dengan tatapan sendu.

Aku melihatnya, air mata yang tertahan dari ujung matanya, ya, dia masih belum bisa merelakan putrinya untuk diambil oleh laki-laki lain.

"Setelah ini ayah akan jarang bertemu denganmu, tapi ayah harap kamu akan tetap menanyakan kabar ayah setiap harinya." Ucap ayah sambil terus berjalan mengiringi langkahku.

Aku mengedarkan pandangan ke sosok perempuan cantik yang sedang mengusap air matanya dengan selembar tisu. Dia adalah Natasya Permadi, ibuku yang sangat aku cintai. Dia terlihat tersenyum, namun air matanya tak jua berhenti mengalir.

Adhitama menatapku datar, badan tegapnya sungguh mempesona, dipadukan dengan tuxedo hitam yang membalut tubuh atletisnya dengan sempurna. Semua orang pasti akan terpesona padanya.

“Aku percayakan dia padamu.” Ucap ayahku pada Adhitama sembari menyerahkan tanganku padanya dengan sedikit gemetar.

Ah, sungguh, ini pemandangan yang sangat menyakitkan. Adhitama menggenggam tanganku dan membawaku ke hadapan pendeta.

“Saudara Adhitama Wijaya, masukkan cincin ini pada jari manis tangan kanan saudari Ailuna Cintia Permadi sebagai tanda kasih saudara tidak akan berakhir dan tidak akan luntur.” Ucap pendeta begitu nyaring ditelingaku.

Tanganku bergetar hebat saat Adhitama memasangkan cincin di jari manisku, semuanya terjadi seperti mimpi. Aku pastikan hidupku akan berubah setelah ini. Bahkan menjadi wanita Adhitama adalah sebuah mimpi yang sangat jauh dari realita hidupku.

Adhitama membuka kerudung putih yang menutupi wajahku, tatapannya masih dingin dan menusuk. Namun sorakan langsung terdengar diseluruh penjuru ruangan saat bibir tebalnya mendarat sempurna di bibirku. Oh No, this is my first, namun sungguh aku sangat bahagia karena Adhitamalah yang telah mengambilnya.

Tapi mengapa seperti ini, aku merasakan sesuatu yang lembut seolah ingin menerobos masuk ke dalam mulutku. Tanpa sadar aku memejamkan mata dan mulai menikmati sensasi yang baru saja aku rasakan.

Ribuan kupu-kupu terbang diperutku, aku mulai mengalungkan lenganku di lehernya saat aku tahu dia semakin rakus dan memperdalam pagutan kami. Aku bahkan menjadi tuli, seolah tak mendengar suara apapun, yang ada adalah hanyalah hasrat yang entah sejak kapan menguasaiku begitu kuat.

“Ngh.”

Apa itu? Apakah aku baru saja meleguh?

Aku merasakan Adhitama tersenyum disela pagutan kami, dia semakin liar dan merapatkan tubuhnya padaku. Aku mencengkeram tuxedonya begitu kuat, namun tiba-tiba dia menarik bibirnya menjauh.

“Kita lanjutkan setelah ini, apa kamu akan membiarkan mereka menonton kita sebagai hiburan?” bisiknya di telinga kananku.

Blush.

Wajahku kini sudah semerah tomat. Aku tertunduk, rasanya aku ingin mengubur diriku dalam-dalam sampai tak terlihat sedikitpun.

“Selamat..”

“Selamat Ailuna, selamat Adhitama, kalian pasangan yang serasi!”

“Kalian bikin iri aja sih!”

Seruan-seruan itu kembali terdengar. Meski aku tau ada beberapa orang yang bingung, kenapa aku yang ada di altar ini. Namun aku sudah memutuskan takdirku untuk berada di samping Adhitama Wijaya.

"Ya, ini yang terbaik! Bukankah berada disamping Adhitama adalah hal yang paling aku inginkan?" gumamku.

Para tamu undangan menebarkan kelopak bunga mawar disepanjang karpet merah yang ku pijaki bersama dengan Adhitama di sampingku.

Aku bahagia, sangat bahagia, hingga membuatku lupa rasanya bersedih. Sampai aku tak pernah sadar, bahwa bencana yang sebenarnya baru saja akan dimulai.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status