Share

Tertipu

Rita kembali menghubungi putrinya, namun hingga panggilannya yang ke sepuluh, tidak juga di angkat Alleya. Perasaannya mulai cemas. Pergi kemana anak gadisnya itu. Bima dan Ryan juga belum menampakkan batang hidungnya. Kelihatannya mereka masih belum bangun dari tidurnya. Riita sudah menyiapkan gaun mana yang akan dipakai di acara makan malam nanti.

Alleya buru-buru memarkirkan mobil kecilnya di garasi luas rumah orang tuanya. Ia melangkah masuk dengan tergesa. Dirinya hampir lupa, jika pertemuan dengan pria yang akan dijodohkan dengannya, diadakan hari ini.

"Mama!" Sapanya ketika tampak di ruang tamu sosok mamanya yang tengah menggengam erat ponsel di tangan kanannya.

"Alleya!! Kemana saja kamu ini?" tegur Rita setengah kesal.

"Maaf, Ma. Toko tadi sedang ramai, jadi Al hampir lupa dengan acara nanti malam," jawab Alleya, menundukkan kepalanya, merasa bersalah.

Rita menghela nafas. Ia berencana memarahi putrinya itu habis-habisan, tapi melihat anak gadisnya yang menundukkan kepala dan sudah mengaku bersalah, ia hanya mengusap lembut kepala anak bungsunya itu.

Rita menyuruh Alleya agar segera membersihkan diri dan bersiap. Ia memberikan gaun yang harus dipakai putrinya itu.

"Wajahnya jangan terlalu menor, di make up tipis aja," ucap Rita melangkah keluar dari kamar Alleya. 

Bima dan Ryan yang baru saja bangun setelah disiram air dingin oleh Rita, duduk di pinggir pembaringan mereka. Sambil menguap, Bima berdiri dan berjalan mengambil handuk dari travel bag-nya lalu masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar itu.

Tak berapa lama, Alleya keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuruni tangga menuju ruang tamu. Di sana orangtua dan kedua kakaknya sudah menanti kehadirannya. Saat Alleya mendekat, mereka semua terkejut melihat penampilan Alleya.

"Sumpah! Kamu jelek banget, Al!" Ryan benar-benar tidak menyangka wajah Alleya berubah menjadi seperti sekarang ini. Bima menggelengkan kepalanya. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan ide gila adiknya itu. Di saat gadis lain berlomba-lomba menjadi cantik, adiknya ini justru memilih menyamar menjadi cewek buruk rupa yang asli buruknya. 

Alleya terkekeh. Ia bersorak dalam hati. Berarti ia berhasil dengan penyamarannya. Tidak salah ia memilih topeng yang kini merekat erat di wajah ayunya. Rita bolak-balik mengelus dadanya. Anak gadisnya sedang kesambet apa, memilih menjadi gadis buruk rupa daripada menampilkan wajah cantiknya di acara seperti ini.

Sedangkan Rudy hanya mampu menghela nafasnya. Ia juga tidak bisa menyalahkan Alleya. Semua alasan yang diucapkan ada benarnya. Dirinya juga penasaran, seperti apa anak tunggal sahabat kecilnya itu. Apakah ia seorang pria muda yang sombong, yang sangat mengutamakan penampilan dari luar ketimbang dari dalam?  Atau kah seorang pria baik namun susah untuk didekati. Rudy justru ikut merasa penasaran, ingin segera mengetahui reaksi apa yang akan diperlihatkan Abraham sekeluarga begitu melihat penampilan Alleya yang seperti ini.

-0- 

Bima membawa mobil perlahan keluar meninggalkan rumah orang tua mereka menuju tempat yang sudah disepakati. Alleya bercerita banyak soal toko onlinenya, dan dengan sedikit merayu mamanya, agar mau patungan membeli ruko untuk toko onlinenya. 

Tanpa terasa, Bima sudah membawa mereka ke sebuah restoran yang berkonsep keluarga, tempat pertemuan dua keluarga dilaksanakan. Alleya berjalan di paling akhir.

"Halo?" Rudy mengangkat ponselnya yang sejak tadi berdering.

"Aku baru saja sampai. Kamu sudah sampai? Di meja mana? Oke, oke, aku kesana." Rudy menutup telponnya.

"Ayo, Abraham sudah sampai." Rudy berjalan lebih dulu diikuti Rita, Bima, Ryan dan Alleya yang berjalan paling belakang. Alleya, sejak turun dari mobilnya, berkali-kali mendapatkan tatapan sinis dari pengunjung yang melihat ke arahnya. Bagaimana bisa cewek buruk rupa berjalan beriringan dengan pria-pria tampan berwajah bersih dan wangi, berbanding terbalik dengan dirinya. 

Alleya justru tersenyum menikmati penyamarannya. Berhasil, berhasil, berhasil... Horray! teriaknya dalam hati menirukan Dora, karakter kartun yang sangat terkenal di kalangan anak-anak TK.

Ketika langkah kakinya terhenti, menunggu giliran masuk ke sebuah private room, Ryan mencolek punggung adiknya. "Lihat ke depan! Percaya kan dengan yang Kakak omongin kemarin? Salah sendiri pake acara menyamar segala," dengus Ryan, menyindir adiknya.

Alleya mengikuti arah yang ditunjuk kakaknya. Dirinya bergeming, terkesiap melihat sosok pria muda yang duduk di depannya, yang sedang sibuk bermain ponsel. Tampan sekali, gumamnya. Etdah, kalau begini siapa yang nolak, batinnya. Akan tetapi, hati kecil Alleya seakan berteriak, mengingatkan tujuan dirinya melakukan penyamaran, dan dengan sangat terpaksa,  Alleya kembali memantapkan hati, bersiap menerima penolakan dari keluarga teman ayahnya itu.

"Halo, Abraham. Apakabarnya?" Rudy memeluk sahabat kecilnya itu, mereka bercerita singkat lalu saling mengenalkan keluarga masing-masing. 

Ketika Abraham melihat Alleya, hatinya sedikit terkejut. Bukannya anak perempuan Rudy sangatlah cantik, mengapa yang berdiri di hadapannya gadis yang seperti ini. Rudy melihat perubahan singkat di wajah Abraham. Ia pun mulai bersiap untuk mendengar pembatalan dari pihak sahabatnya itu.

"Ini Alleya." Rudy mengenalkan putri semata wayangnya. Rita tersenyum pasrah. Ia tidak lagi berharap banyak, dan mulai mengikuti permainan yang diciptakan putrinya sendiri. Alleya menundukkan kepala dan badannya dengan sopan santun yang sudah dididik ibunya sejak ia masih kecil.

Lisa tersenyum hangat. Lisa bukanlah perempuan kolot. Ia bisa menilai seorang gadis baik atau tidak dari sikapnya, dan sekarang gadis yang tengah dikenalkan di depannya ini, jelas memiliki kepribadian yang baik dan terlihat jika ia bukan gadis biasa, melainkan gadis yang memiliki kecerdasan tinggi.

"Halo, Sayang." Lisa menyambut hangat Alleya dengan memberikan pelukan hangat seorang ibu. Rita tersenyum lega, setidaknya istri sahabat suaminya itu tidaklah seburuk yang ia pikirkan.

Aditya menatap lama gadis di depannya, yang dikenalkan sebagai Alleya. Ia mengingat nama gadis itu. Benar. Nama gadis yang akan dijodohkan dengannya adalah Alleya, tapi mengapa penampilannya seperti ini, sangat jauuh dari bayangannya. Hatinya memberontak. Bagaimana pun dirinya masih waras. Ia masih menginginkan calon yang cantik sempurna, cerdas dan tidak manja. Sedangkan yang sedang berdiri di hadapannya sekarang, jelas tidak masuk dalam kriterianya. 

Mendadak Aditya bangkit dari duduknya, mohon ijin untuk ke toilet sebentar. Bima dan Ryan saling melempar pandangan dan mengedikkan bahu mereka. Penyamaran adik mereka ternyata berhasil, setidaknya mereka sudah bisa melihat hasil dari pertemuan ini, meski pun belum diutarakan. Alleya tersenyum, sedikit kecewa, ternyata apa yang ditakutkannya benar-benar terjadi. Pria yang akan dijodohkan dengannya ternyata tidak sebaik penampilannya. 

-0- 

Aditya berjalan ke luar dari restoran itu, menuju ke tempat mobilnya diparkir. Ia menendang ban mobilnya berkali-kali. Apa maksud papanya? Ini jelas pilihan yang sama-sama buruknya. Ia mengira Abraham sengaja menjodohkan dirinya dengan gadis buruk rupa, yang memiliki wajah penuh dengan bekas jerawat yang menganga. Ia memaki-maki dirinya. Berteriak seperti orang hilang ingatan.

Abraham menyusul Aditya. Ia melihat putranya itu menendangi ban mobil dan memaki-maki dirinya sendiri. Tampak jelas jika Aditya merasa sedikit frustasi dengan pilihan yang ia berikan. Abraham sedikit merasa bersalah, namun tidak ada cara lain. Hanya ini yang bisa membuat putranya itu berpikir lebih realistis.

"Apakah kau berubah pikiran?" Suara Abraham mengejutkan Aditya. Ia memutar tubuhnya, menatap penuh dendam pria itu.

"Papa penipu!" teriak Aditya.

"Apa maksudmu?"Abraham terkejut mendengar teriakan anaknya.

"Papa sengajakan memilihkan gadis buruk rupa itu sebagai calon istriku? Agar akhirnya aku akan memilih untuk menjadi penerus bisnis Papa? Pilihan yang sama-sama buruk!" Umpat Aditya.

Abraham diam sejenak, dan mencoba menangkap kemana larinya pembicaraan Aditya. Ia akhirnya paham dengan maksud kalimat yang diucapkan Aditya, dan ia justru senang jika kebetulan ini membawa Aditya merasa bingung memilih yang mana.

"Belum terlambat untuk menolak perjodohan ini. Papa tunggu kamu di dalam. Jangan terlalu lama, mereka menunggu kehadiranmu." Abraham kembali masuk ke dalam, meninggalkan Aditya yang masih bergelut dengan emosinya.

Aditya sekali lagi menendangi ban mobilnya. Sial!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status