Share

5. Are You Okay?

Jarak antara mereka berdua sungguh dekat sampai Liana merasakan detak jantung lelaki itu, aroma parfum maskulin menyeruak indra penciuman Liana. Harum, Liana sangat menyukai aroma ini. Semakin lama Liana semakin nyaman berada dalam pelukan.

Beberapa menit kemudian, tiba-tiba lampu menyala terang. Pandangan pertama yang  Liana liat, di sampingnya, ada dua mata hitam menatap penuh kekhawatiran. Mereka berdua saling menatap lekat, bertukar pandangan.

Sepersekian detik, barulah sadar, dia segara melepaskan pelukan itu karena tubuh Liana yang menolak pelukan. Liana menjauh dan tangan mengelus leher yang terasa kotor.

"Are you okay?" tanya lelaki itu masih dengan khawatir.

Liana sudah menjauhkan tubuhnya, masih dengan mengelus leher yang terasa kotor. Bukannya Liana menjawab pertanyaan itu, melainkan Liana meminta maaf, "Maaf, aku tadi panik. Sejak kecil aku tidak menyukai kegelapan seperti tadi," tutur Liana jujur.

Lelaki itu mengangguk, memakluminya. "It's okay. Tidak apa-apa."

Liana melihat jelas jas lelaki tersebut agak basah karena air matanya. Wajah Liana mulai panas dan memerah karena malu. "Maaf, jas kamu jadi basah," ujar Liana bersalah. Liana melirik sebentar jas yang dipakai lelaki itu. Balutan jas itu seakan-akan khusus dirancang untuknya.

"No problem." Singkat dan jelas. Lelaki itu benar-benar sedikit dingin. 

"Untung ganteng," batin Liana. Kemudian Liana berkata dengan nada tidak enak hati, "Aku harap kamu tidak berfikir macam-macam, tadi aku hanya merasa takut dan histeris. Sekali lagi, maaf."

"Tidak. Saya yang harus meminta maaf karena membuat kamu merasa tersinggung karena perlakuan saya tadi."

"Kamu tidak salah, aku yang salah. Kamu tidak perlu minta maaf," kata Liana kekeuh pada pendirian bahwa lelaki itu tidak bersalah sama sekali.

Lelaki itu tersenyum tipis, setipis kertas tetapi manis. "Saya tau, ini adalah pengalaman yang tidak menyenangkan untukmu," ujarnya memaklumi. 

Liana tertawa kecil. Memang, kejadian ini memang baru pertama kali, sebelumnya Liana tidak pernah terjebak lift. Pengalaman pertama, haha.

"Kamu lantai berapa?" tanya lelaki itu.

Oh, rupanya dibalik sikap dingin, lelaki itu mempunyai rasa kepo dan penasaran juga.

"Lantai sepuluh, tapi aku harus ke lantai delapan dahulu," jawab Liana memencet nomor delapan. Saat itu juga pintu lift terbuka di lantai 8. "Kamu lantai berapa?" Liana bertanya balik.

"Lantai sepuluh," jawab lelaki itu. 

Liana terdiam, pikirannya bertanya. Bukankah lantai sepuluh itu ruangan khusus untuk para Direktur dan sekretaris? Jangan-jangan orang yang bersama Liana dalam lift itu seorang Direktur atau mungkin lelaki itu juga sekretaris?

Entah, Liana tidak tahu pasti. Karena dirinya awalnya bekerja di bagian departement fashion lalu dipindahkan menjadi sekretaris Direktur.

Liana segera keluar. Sebelum pintu tertutup, Liana sempat membalikkan badan menghadap lift yang detik-detik akan tertutup. "Terima kasih, ya. Sampai jumpa lagi di lantai 10. Oh, ya. Namaku Liana." Liana setengah berteriak memberi tahu namanya.

Lelaki itu sempat terkekeh geli namun tidak mengomentari ucapan Liana karena pintu lift sudah tertutup. Liana berlari tergopoh-gopoh untuk menemui Bu Shinta. Wanita yang kemarin memberikan surat kepindahan Liana.

"Maaf Bu, saya terlambat karena terjebak lift. Macet sampai lampu padam," lapor Liana.

Shinta tertawa renyah. "Hahaha, apes banget kamu, ya, Lian. Padahal waktu kamu dibagian departement fashion tidak pernah terjebak lift," komentar Shinta.

"Iya, parah banget. Baru pertama kali terjebak lift, Bu."

"Lift emang berulah lagi, ha ha ... Tidak menyangka kamu menjadi korban. Ya sudah, ini berkas Direktur Nova yang harus dikerjakan. Kamu langsung ke lantai sepuluh." 

"Siap, Bu!"

Shinta menyodorkan berkas. "Jangan kaget, waktu ketemu Direktuk Nova." 

Shinta tersenyum aneh.

Liana mengernyit, tidak paham. Apa maksudnya dari perkataan Shinta?

Liana mengangkat kedua bahunya dengan acuh, dalam hati dia berkata, "Okay, Lebih baik sekarang ke lantai sepuluh dan mulai bekerja!" Liana menyemangati diri sendiri. "Semangat Lian!"

Shinta melihat tingkah konyol Liana hanya tersenyum geli. Wanita lanjut usia itu sudah berpikir, bagaimana nasib Direktur Nova mempunyai sekretaris seperti Liana? Liana terkenal dengan wanita yang memiliki tenaga yang kuat. Selama ini yang menjadi sekretaris Nova, tidak lebih jajaran wanita yang takut dengan bossnya. Mungkin Liana tidak, dia akan melawan Liana ketika melakukan kesalahan.

Liana keluar dari ruangan Shinta. Kaki panjangnya berjalan indah, tas selempang mengantung indah di pundak kanan ikut bergerak sesuai gerakan tubuh Liana, kedua netra menatap tajam, lurus ke depan. Liana mengabaikan suara yang perlahan menyeruak Indra telinga, terdengar kata-kata pujian yang menggebu-gebu.

Pujian dari karyawan Shinta.

Liana tetap berjalan dengan santai dan berusaha untuk ramah. 

Karyawan lelaki semakin mengganggumu tubuh Liana dan kecantikannya. Hingga mereka mengumpat sumpah serapah setelah Pevita menghilang dari perlihatan mereka.

“Menjijikkan.” 

Cibiran dari karyawan wanita tengah memandangi ubun-ubun karyawan lelaki ketika mendengar obrolan mereka. Ekspresi antara tidak suka dan jijik. Wanita mana sih yang tidak iri ketika kaum adam memuji wanita lain secara terang-terangan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status