Liana hanya menunduk, ketakutan.
"Semua orang membuatku kesal! Kenapa hanya aku yang tidak tahu masalah sebenarnya dari Nova dan Evan!” bentaknya.
Dika sejak awal curiga, tapi dia mengabaikan pikiran itu.
"Sekretaris Liana, jawab dengan jujur. Apakah Nova dan Evan menyukaimu pada saat bersamaan ?"
Diam. Liana tidak bisa berkata-kata. Tidak tahu apa yang akan dia jawab. Jadi, Liana diam saja.
"Kenapa diam saja? Tidak menjawab pertanyaanku?"
"Tidak seperti itu." Liana mengelak. "Saya tidak tahu—”
"Berhenti berbicara!" ucap Dika memotong ucapan Liana. Tak hanya Nova, Evan juga menyukai wanita itu. "Jawab dengan jujur, sekretaris Liana!"
“Iyaa,” jawab Liana, perlahan menundukkan kepalanya, suaranya nyaris tak terdengar karena terlalu kecil untuk didengar.
Namun, Dika juga mengakui bahwa dia menyukai dan tergoda kepada Liana.
Kata-kata Dika sedikit menusuk hati Liana. Sakit? Ya. "Aku tahu. Aku sadar akan diriku dan hidupku, Presdir." Liana tidak pernah mau menerima perasaan Nova, cinta dari Nova. "Saya tidak akan pernah menikah dengan orang kaya," kata Liana.Liana mengaku tidak memiliki perasaan pada Nova dan tidak memiliki perasaan pada Nova atas perintah Dika yang hanya menjadikan Nova orang sukses dan sekretarisnya."Hari demi Hari aku tidak bisa menepati janjiku, tidak punya perasaan cinta atau ketertarikan pada Nova. Tapi aku akan berusaha menyingkirkan perasaan itu."Namun, dia tidak bisa menerima perasaan Nova, tetapi dia akan berusaha menghilangkan perasaan itu.Direktur Utama Dika berpesan agar Liana berusaha keras bahkan untuk menyelesaikan tugasnya sebagai sekretaris. “Ingat, kamu hanya sekretaris. Kamu harus bekerja keras untuk membantu Nova sembuh dari fobia,” kata Dika."Oke Pak Direktur, saya akan bekerja keras dan tidak akan mengeluh," kata Liana, mengerti a
Dan Liana membuat daftar; dia mengajak Nova untuk mendaki gunung besok. Iya! Besok! Haha, Liana jadi bersemangat.Di sisi lain. Presdir tahu Evan menyukai Liana; dia menilai sikap Evan. Saat berada di lift, Dika memuji Evan."Aku baru tahu bahwa kamu adalah anak yang baik dalam menilai seorang wanita. Sepertinya kamu mencintai wanita tidak hanya dari sudut pandang fisik atau kekayaan."Presiden Dika memuji Evan sebagai orang yang tepat, dan dia tidak mengkhawatirkan Evan lagi. Evan hanya mengangguk sopan, tapi dia tidak mengerti apa yang dikatakan Presiden Dika.Lol.****Keesokan harinya, Nova dan Liana pergi ke pegunungan. Kesempatan bagi Liana untuk mencoba mencari informasi dari Nova. Mereka berbincang-bincang dalam perjalanan ke atas bukit, dengan kaos pendek berwarna putih yang dikenakan Liana membuatnya terlihat seksi. Jaket rajut merah muda diikatkan di pinggangnya. Sepatu bot hitam tingginya dua sentimeter, dan dia mengenakan j
“KAMU DIPECAT!”Lyn Liana kehilangan pekerjaan untuk untuk ke-10 kali. Sungguh Liana merasa tidak berguna, dipecat lagi.Untuk apa lulusan Sarjana Manajemen Bisnis? Jika setiap kali dia bekerja tidak bertahan sampai sebulan.Mendapat pekerjaan lalu,Dipecat?Ha-ha-ha. Menjadi pekerja tetap susah sekali. Liana hampir patah semangat. Mulai sekarang yang hanya dia lakukan mencari pekerjaan. Tentu saja dengan cara mengemis-ngemis pekerjaan.Liana berjalan menelusi toko jalanan sambil menatap dinding toko, siapa tau ada lowongan pekerjaan cocok untuknya.DIBUTUHKAN KASIR WANITA! Liana menggeleng mengingat saat dia kerja menjadi kasir. Sudah berapa kali aku dipecat menjadi kasir gara-gara membentak pembeli karena kesal sama mesin penghitung sering macet. Bahkan dia sempat memukul alat penghitung, saking gemasnya.Liana menendang sesuatu yang dia temui di jalan, entah itu batu kerikil atau kaleng minuman maupun botol minuman. Liana tidak peduli! Yang hanya aku inginkan adalah melampiaskan se
Kehidupan Liana sekarang. Sudah satu tahun bekerja di perusahaan Andromeda di departement fashion, kehidupan masih tidak berjalan mulus. Termasuk kisah cintanya dengan Revan. Liana sudah sangat lama menjalin cinta dengan Liana, lelaki yang sudah lima tahun menemani hidupnya, namun sedang dilanda masalah.Ya, tiga bulan lalu. Revan memaksa Liana bercinta. Tetapi Liana menolak keras, Revan memaksa. Itu yang membuat Liana kecewa dengan Revan, dia sekarang membenci Revan, cintanya perlahan sedikit mumudar, akan tetapi belum sepenuhnya bisa menghapus nama Revan di hati Liana."Liana...."Lamunan Liana buyar. "Ah, Ya?" Liana mencari suara yang memanggil dirinya. Hari ini sesi terakhir pemotretan, Liana menggunakan busana yang disediakan, menjadi model busana tersebut. Tidak hanya Liana saja yang menjadi model, tiga wanita yang menjadi model."Sekarang giliranmu.""A-aku?" tanya Liana kelagapan. "Oh, okay, wait!" Liana berdiri dan merapikan busana yang dia kenakan. Akibat melamun dia tidak sa
Hari pertama dipindahkan ke divisi sekretaris.Jujur, kenapa harus dipindahkan secara mendadak?Tidak mungkin dipindahkan tanpa alasan. Mungkin karena kritik dari sang fotografer? Rasanya tidak mungkin, pasalnya fotografer baru pertama kali ini mengkritik Liana. Lantas kenapa? "LIAN, BANGUN!"Sahabat Liana berteriak dari luar rumah kost Liana. Semalam Liana dan Fani berpesta di halaman rumah kost mereka sambil menikmati keindahan kota Jakarta di malam hari, melihat gedung tinggi yang satu per satu lampu meredup hingga gelap.Akibat semalam begadang, Lina belum terbangun dari mimpi. Fani berusaha keras membangunkannya, semalam Liana mengatakan padanya akan bekerja menjadi sekretaris Direktur. Jadi, Fani menyarankan agar Liana berangkat pagi. Untuk memberi kesan baik sebagai sekretaris baru, dimata boss baru dan senior sekretaris."LYN LIANA ..., BANGUN ...!"Fani mendecak kesal. Liana tidak kunjung bangun padahal Sally sudah berteriak sekencang mungkin. Andai pintu tidak dikunci, Fani
Lelaki itu mengangkatkan kepala, melirik ke arah Liana. Ekspresi wajah menunjukkan keheranan. Liana menjadi salah tingkah ketika lelaki itu melihat ke arahnya. Astaga keberuntungan apa ini? Sudah terlambat berangkat kerja, eh berada dalam satu lift bersama pangeran .... Liana tidak tahu harus menyebut apa. Mungkin pangeran tampan.Liana merasa canggung, dia tersenyum paksa lalu mengangguk memberi hormat, bentuk kesopanan.Sungguh pria itu sangat menarik. Mengabaikan senyuman Liana, gayanya acuh, tetapi berhasil menarik perhatian dan Liana merasa terpesona. Baru pertama kali bertemu sudah terpesona? Haha. Bisa jadi, 'kan? Liana juga tidak menyangka akan terpesona kepada lelaki itu. Benar-benar tampan. Tubuhnya jangkung, tinggi dan berbadan atletis. Belum lagi bibirnya, ah ... sangat menggoda, tipis dan berwarna merah muda yang alami.Sempurna bukan?"Upss ..., idaman aku banget," batin Liana tergila-gila akan ketampanan lelaki itu. Astaga, dia berhasil menarik perhatian Liana hanya d
Jarak antara mereka berdua sungguh dekat sampai Liana merasakan detak jantung lelaki itu, aroma parfum maskulin menyeruak indra penciuman Liana. Harum, Liana sangat menyukai aroma ini. Semakin lama Liana semakin nyaman berada dalam pelukan.Beberapa menit kemudian, tiba-tiba lampu menyala terang. Pandangan pertama yang Liana liat, di sampingnya, ada dua mata hitam menatap penuh kekhawatiran. Mereka berdua saling menatap lekat, bertukar pandangan.Sepersekian detik, barulah sadar, dia segara melepaskan pelukan itu karena tubuh Liana yang menolak pelukan. Liana menjauh dan tangan mengelus leher yang terasa kotor."Are you okay?" tanya lelaki itu masih dengan khawatir.Liana sudah menjauhkan tubuhnya, masih dengan mengelus leher yang terasa kotor. Bukannya Liana menjawab pertanyaan itu, melainkan Liana meminta maaf, "Maaf, aku tadi panik. Sejak kecil aku tidak menyukai kegelapan seperti tadi," tutur Liana jujur.Lelaki itu mengangguk, memakluminya. "It's okay. Tidak apa-apa."Liana melih
Liana menaiki lift nomor sepuluh. Liana tahu, Liana merasa kalau dirinya sedang digosipkan para karyawan tadi. Namun Liana sama sekali tidak peduli dengan ocehan mereka. Pintu lift terbuka. Saat sudah masuk ke ruangan sekretaris, tanggapan dingin yang dia dapatkan. Tetapi, Liana tak patah semangat. Ya, Liana tidak ingin dihari pertama sudah patah semangat, lelucon apa itu? Harus tetap bersiap sopan kepada senior sekretaris. Lagipula, senior sekretaris tidak seharusnya bermuka masam dan bermuka sinis. “Salam kenal semua, saya Liana. Sekretaris baru di sini. Mohon bantuannya.” Liana memperkenalkan dirinya dengan nada ceria. Tidak ada yang merespon. Waduh, nasib Liana. Belum mulai bekerja sudah mendapatkan kesan buruk dari senior. Sekretaris lainnya mencoba mengacuhkan Liana. Liana tersenyum paksa. Liana tersenyum kecut. Dia berjalan dengan bingung. Liana belum tahu dimana meja kerjanya. “Permisi, saya–" Liana tidak melanjutkan ucapannya karena sekretaris itu mengganggap seolah tidak a