Share

Kembali ke Rumah yang Dulu

"Mbak, ayok turun!"

Anggun menoleh ke bangku belakang. Hanin yang sedari tadi tidak nyaman berada di antara sepasang kekasih itu, tersenyum canggung seraya menganggukkan kepala. Sedangkan Adam tetap dengan sikap datarnya. Andai bukan atas permintaan Anggun, pria itu pasti sudah menolak kehadiran Hanin kembali di rumah. Kalau saja Anggun tahu siapa wanita yang tengah ia tolong, mungkin wanita itu akan berpikir dua kali ketika akan menawarkan pekerjaan di rumah calon suaminya.

Adam keluar lebih dulu. Pria itu membukakan pintu untuk Anggun. Sedangkan Hanin memalingkan wajah ke samping saat melihat hal manis yang dulu sering dilakukan Adam padanya, kini pria itu berikan untuk wanita lain.

"Ayah!"

Arsilla yang kebetulan tengah bermain dengan pengasuhnya di teras rumah, berlari ke arah tiga orang yang baru keluar dari mobil. Dengan sekali tangkap, tubuh mungilnya sudah berada dalam gendongan Adam.

"Sayang sudah makan?" Anggun yang melihat keakraban anak dan ayah itu ikut mendekat. Tangannya terulur mengelus rambut Arsilla yang dikuncir satu.

"Sudah Mama, tadi ditemani Mbak Ratih," jawabnya.

Hanin mengusap sudut mata yang sudah berair saat melihat tiga orang yang sebentar lagi akan menjadi keluarga bahagia. Kehangatan keluarga yang dulu ia rasakan, kini harus menjadi milik orang lain yang lebih pantas.

"Loh, Tante di sini juga?"

Pekikan riang Arsilla menyentak kesadaran Hanin. Wanita itu segera memasang senyum lebar di hadapan sang putri.

"Hai, Silla. Kita ketemu lagi."

"Sayang, kita masuk, yuk! Kasihan Mama Anggun kalau berdiri terlalu lama."

Adam yang tidak suka melihat bagaimana antusianya sang putri karena bertemu lagi dengan Hanin, segera mengajak Arsilla dan Anggun memasuki rumah.

"Ayok, Mbak, ikut masuk. Nanti di dalam dijelaskan apa saja tugas Mbak Hanin."

Hanin mengangguki ucapan Anggun. Dengan langkah pelan, wanita itu ikut memasuki rumah yang pernah menjadi tempat tinggalnya selama dua tahun.

Hanin meneliti setiap sudut ruangan yang baru ia masuki. Semuanya berubah. Dari mulai cat, perabotan, dan terutama ada sesuatu yang hilang, yang biasanya terpajang cantik di dinding ruang tamu.

Foto pernikahannya dengan Adam.

"Mbak Hanin."

"Ya?"

Panggilan dari Anggun, menyentak kesadaran Hanin yang tengah terhanyut dengan kenangan masa lalu.

"Tugas Mbak Hanin bersih-bersih rumah sama masak. Nanti biar Mbak Ratih yang menunjukkan kamar untuk Mbak."

"Oh, iya. Terima kasih."

"Mari ikut saya, Mbak." Ratih mengajaknya untuk menunjukkan kamar yang akan ditempati oleh Hanin.

Kamar yang dulu ditempati Mbok Asih kini menjadi kamarnya. Ia yang dulu menempati kamar di lantai atas, kini harus menempati kamar pembantu. Hanin tersenyum miris. Betapa hidupnya harus jungkir balik setelah kejadian empat tahun yang lalu.

Hanin merebahkan diri di atas kasur yang rasanya lebih nyaman dari kasur di kontrakannya dulu. Kejadian akhir-akhir ini membuat tubuh dan hatinya terasa lelah, hingga perlahan matanya mulai tertutup sempurna.

šŸŒ¹šŸŒ¹šŸŒ¹

Hanin bergegas bangun saat melihat jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Karena terlalu lelah, ia sampai tertidur pulas hingga melupakan ada di mana ia sekarang. Setelah membasuh muka, Hanin buru-buru keluar dari kamar karena dia harus memasak untuk makan malam.

Hanin melihat mengambil beberapa bahan makanan dari dalam lemari pendingin. Wanita itu dengan cekatan mengolahnya hingga tidak sadar seseorang tengah memperhatikannya.

Begitu tubuhnya berbalik, Hanin terperanjat kaget ketika melihat Adam yang tengah bersandar pada tembok dengan tangan dimasukkan ke saku celana pria itu.

"Maaf, Pak. Tadi saya ketiduran, jadi baru mau masak sekarang."

Hanin menundukkan kepala dengan tangan yang saling bertaut. Seperti biasa, dia tidak sanggup beradu pandang dengan Adam yang selalu memberinya tatapan penuh intimidasi.

Adam sama sekali tidak menanggapi ucapan Hanin. Matanya terus menelisik penampilan mantan istrinya yang jauh lebih kurus.

Untuk beberapa saat keduanya sama-sama diam, sampai akhirnya Adam mendekat hingga tubuhnya berada tepat di hadapan Hanin.

"Aku harap, kamu tahu diri. Peran kamu di rumah ini sekarang hanya seorang pembantu, bukan nyonya rumah, dan satu lagi. Jangan mencoba mendekati putriku. Aku tidak ingin dia tahu siapa kamu sebenarnya."

Hanin mengangguk lemah sebagai tanggapan atas ucapan Adam. Tanpa disuruh pun, ia sudah tahu diri akan posisinya saat ini.

"Kalau bukan karena Anggun, aku tidak sudi memasukkan kamu ke rumah ini lagi. Tapi setelah berpikir panjang, ternyata ada gunanya juga kamu di sini. Hanin ... aku mau kamu merasakan bagaimana sakitnya saat putrimu sendiri menganggapmu orang lain. Bagaimana tersiksanya saat melihat putrimu lebih menyayangi wanita lain sebagai ibunya."

Ada tawa sinis di sela-sela ucapan Adam. "Selamat menikmati penderitaanmu."

Setelahnya, pria itu meninggalkan Hanin yang diam terpaku seraya memandangi punggung lebarnya yang semakin menjauh.

Ada titik bening yang meluncur bebas di kedua pipi. Dengan cepat Hanin mengusapnya.

"Seandainya kamu tahu," gumamnya lirih.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status