"Anggun, aku ... maaf, aku tidak bisa."
Anggun terperangah. Jawaban dari Adam membuatnya merasa menjadi wanita yang menyedihkan. Ia kira Adam akan mau memenuhi permintaannya demi bisa bertemu Hanin, tapi ternyata dugaannya salah."Kenapa, Mas? Bukankah kita memang akan menikah? Atau ... Mas berencana untuk membatalkan rencana pernikahan kita?" Suara Anggun bergetar. Air mata menerobos keluar tanpa bisa ia cegah. Sakit ... teramat sakit saat pria yang dicinta memberinya penolakan."Gun, aku mohon jangan mendesakku terus. Saat ini aku hanya ingin bertemu dengan Hanin dan meminta maaf pada dia. Kenyataan yang aku terima membuatku merasa menjadi laki-laki paling buruk. Mungkin aku pun tidak pantas menjadi suami kamu.""Bagiku hanya kamu satu-satunya pria yang pantas menjadi suamiku, Mas! Terlepas dari sikapmu pada Mbak Hanin, itu karena dia sendiri yang mengarang cerita sampai kamu menceraikannya, bukan karena kesalah kamu sepenuhnya.""Tapi"Ada yang ingin saya bicarakan dengan Mbak Hanin. Ini soal ... Mas Adam."Hanin terhenyak, tetapi kemudian menormalkan kembali ekspresinya dengan cepat. "Pak Adam? Ada apa dengan dia, Mbak?"Anggun menarik napas dalam sebelum berbicara. "Sebenarnya ... saya sudah mengetahui hubungan kalian di masa lalu. Mbak Hanin ini mantan istrinya Mas Adam, juga alasan kenapa dulu kalian sampai berpisah, saya tahu semuanya."Hanin kembali terperangah. Tidak menyangka kalau Anggun telah mengetahui siapa dia sebenarnya. Akan tetapi, kenapa wanita ini masih bersikap baik? Bukankah seharusnya Anggun ikut membenci seperti halnya Adam yang juga membencinya?"Ja-jadi, Mbak Anggun sudah tahu? Saya jadi malu, Mbak Anggun mengetahui keburukan saya di masa lalu," ujar Hanin seraya menundukkan kepala. Rasanya ia tidak punya muka untuk menghadapi Anggun yang masih mau membantunya. Hanin pikir, Anggun hanya mengetahui perselingkuhannya yang berujung perceraian, padahal calon
"M-mas, aku--""Jangan pergi lagi!"Hanin mematung. Perkataan Adam membuatnya ingin memastikan jika ia tak salah dengar. Pria itu bukan menyuruhnya pergi, tetapi memintanya untuk bertahan. Hanin memberanikan diri menatap netra tajam milik Adam. Hanya ingin memastikan jika ia memang tak salah dengar."Jangan pergi. Aku memintamu jangan pergi, Hanin," ulang Adam."Tapi ... kenapa? Bukankah--""Demi aku dan juga Silla," potong Adam cepat. Ia tahu apa yang akan dikatakan Hanin berikutnya."A-apa?" "Ya, kamu pergi demi kebahagiaan aku dan juga Silla, bukan? Sekarang aku memintamu untuk jangan pergi, juga demi aku dan Silla. Karena kami membutuhkanmu," ucap Adam kemudian yang membuat tangis Hanin pecah. Sungguh, memang ia tak salah dengar. Adam memintanya bertahan, tapi ... kenapa? Bukankah kemarin pria itu menyuruhnya pergi? Adam tidak ingin melihat Hanin berkeliaran di sekitarnya."Aku ... tidak bisa, Mas
"Kita turun sekarang?"Adam menatap Hanin yang masih bergeming di tempatnya duduk. Mereka sudah sampai di rumah Adam lima belas menit yang lalu, tetapi Hanin masih belum mau turun, membuat Adam mau tidak mau ikut diam di dalam mobil."Mas, aku takut ... Silla akan menolakku. Selama ini dia begitu dekat dengan Mbak Anggun. Dia sudah menganggap Mbak Anggun seperti ibunya sendiri. Sedangkan aku, empat tahun menghilang tanpa pernah memberinya kasih sayang, hanya mampu memandanginya dari kejauhan. A-aku merasa tidak pantas--""Hei." Adam mengambil salah satu tangan Hanin untuk digenggamnya. "Jangan berbicara seperti itu. Silla sangat merindukan kamu, aku tidak bohong. Kamu percaya kalau ikatan Ibu dan Anak itu kuat? Begitu pun dengan kalian. Meskipun kalian baru bertemu, tetapi kasih sayang dia padamu begitu besar. Beberapa hari ini dia sampai tidak napsu makan karena kamu belum diketemukan," ujar Adam seraya menggenggam tangan Hanin begitu erat, ingin mem
"Nak, buka pintunya, Papa mau bicara!"Sudah satu jam Baskara dan sang istri berdiri di depan kamar Anggun. Mereka dibuat terkejut saat mendengar benda jatuh dari kamar sang putri. Insting seorang Ayah begitu kuat. Ia tahu pasti tengah terjadi sesuatu yang membuat putrinya seperti ini."Gun, Papa bilang buka pintunya! Ceritakan sama Papa apa yang terjadi, Papa akan membantu kamu, Sayang. Jangan khawatir!"Untuk yang kesekian kali Baskara meneriaki nama putrinya, tetapi tetap tidak ada jawaban. Tak ingin terjadi sesuatu pada sang putri, Baskara memanggil Sopir dan Tukang kebun untuk mendobrak pintu kamar itu.Dalam dua kali dobrakan, pintu akhirnya terbuka. Baskara langsung menyongsong tubuh sang putri yang terduduk di lantai sambil memeluk kedua lutut. Tangisnya terdengar memilukan, membuat Baskara ikut merasakan sakit yang tengah dirasakan sang putri."Aku enggak bisa kehilangan dia, Pa. Aku sangat mencintai dia," ucapnya disela isak tan
"Jangan bermimpi!"Teriakan dari arah pintu sontak membuat mereka menoleh ke asal suara. Baskara muncul dari sana diikuti dua orang berbadan besar. Adam pun berdiri melihat siapa orang yang tidak tahu sopan santun menerobos masuk ke dalam rumahnya. Pria itu seketika waspada melihat raut wajah Baskara yang tidak bersahabat."Mau apa Anda ke sini? Main nyelonong masuk ke rumah orang tanpa permisi! Tidak punya sopan santun!"Lestari berkacak pinggang. Rasa kesal dan marah pada pria paruh baya yang arogan ini semakin menjadi. Menurutnya, pria ini yang telah menyebabkan keluarga putranya berantakan. Manusia yang rela menghalalkan segala cara demi memenuhi keinginannya."Saya ke sini ingin meminta pertanggung jawaban dari putra Anda, Nyonya Lestari. Dia sudah berjanji akan menikahi putri saya dan sekarang saya menagih janji itu.""Saya tidak pernah berjanji untuk menikahi Anggun. Justru Anda sendiri yang datang dan meminta saya menika
Ternyata memang benar, Baskara tidak main-main dengan ancamannya. Pria itu sudah menarik diri menjadi donatur tetap di Rumah Sakit milik keluarga Adam. Kini Adam kembali harus berjuang mencari donatur lain yang mau membantu. Meskipun sulit, tetapi Adam sudah bertekad untuk berjuang dan tidak akan pernah mengiba pada Baskara.Adam tahu ini sebagian dari rencana pria itu agar ia mau menuruti keinginannya. Namun, Adam tidak akan kembali jatuh ke dalam lubang yang sama. Dengan segenap kekuatan, akan Adam hadapi Baskara dengan segala kelicikannya.Tidak ada hal yang paling membahagiakan bagi Adam selain melihat pemandangan sang putri tengah becanda bersama Hanin, seperti pagi ini.Arsilla tengah didandani oleh Hanin sebelum gadis kecil itu berangkat ke sekolah. Mbak Ratih tengah membantu membuatkan sarapan untuk sang majikan. Mereka seakan berganti peran, Hanin sebagai pengasuh, sedangkan Mbak Ratih sebagai asisten rumah tangga.Gadis kecil kesayangan
"Ibu kenapa?""Kenapa Bapak tidak melarang mereka untuk pulang?" Suara Hanin bergertar menahan marah, kesal juga rasa khawatir. Meskipun ia tahu Anggun sangat menyayangi putrinya, tetapi setelah kejadian kemarin, ia tidak bisa bersikap tenang. Hanin takut jika Anggun memanfaatkan Arsilla untuk memenuhi keinginannya."Lho, 'kan Bu Anggun sudah izin. Beliau juga yang biasanya menjemput Arsilla. Jadi ya, saya biarkan saja," ujar Satpam itu yang tidak mau disalahkan. Ia jelas tahu siapa Anggun. Mama dari Arsilla yang hampir setiap hari menjemput putrinya. Tidak salah kalau ia membiarkan mereka pulang lebih dulu. Toh Anggun sudah meminta izin pada wali kelas Arsilla, pikirnya.Hanin pun tidak bisa menyalahkan sepenuhnya. Toh dalam hal ini ia yang patut disalahkan karena terlalu asik mengobrol dengan Tita, hingga tidak sadar mobil Anggun terparkir di depan sekolah.Tak ingin membuang waktu, Hanin segera menelepon Adam untuk memberitahu. Dalam
"Tidak semudah itu kalian membawa Arsilla, kalau kalian bisa mengalahkan mereka, baru aku akan menyerahkan dia!"Dua orang itu meringsek maju. Adam segera memasang tampang waspada, sedangkan Hanin berlindung di belakang tubuh Adam."Mas, hati-hati," bisiknya lirih."Kamu tenang, kita akan baik-baik saja," jawab Adam seraya menolehkan kepalanya sedikit, hingga hidung mereka hampir bersentuhan.Anggun semakin panas meihat pemandangan yang terpampang di hadapannya. Berani sekali mereka memperlihatkan kemesraan di depan dirinya."Cepat beri mereka pelajaran!" teriak Anggun pada dua orang suruhannya.Keduanya melangkah mendekati Adam, tetapi baru saja mereka menggerakan tangan untuk memukul, teriakan dari arah tangga menghentikan pergerakan keduanya."Berhenti!"Semua orang di ruangan itu reflek menoleh ke asal suara.Rima sudah berdiri dengan Arsilla dalam gendongannya."Mama, kenapa Silla dibawa k