Senyum manis tersuguh. Bukan dari Nayra, melainkan dari Dhanu. Tatapan mata bersahabat, juga senyum yang terus melekat, pastilah membuat wanita terpikat. Sayangnya, usai hati Nayra terkunci, rasa peka itu tidak begitu dirasa lagi. Senyuman Dhanu tidak begitu ditanggapi.
Balik badan, Nayra langsung menuju kamar. Nayra duduk di tepian ranjang, kemudian senyum-senyum sendirian. Akan tetapi, senyum Nayra saat ini bukanlah senyum balasan atas senyum yang tadi Dhanu suguhkan. Nayra tersenyum karena masih merasa menang dari Ivan.
"Mas Ivan pasti menyesal," ucap Nayra diiringi senyuman yang terus merekah.
Nayra berdiri, kemudian bermonolog lagi.
"Mas Ivan, Maaf. Ini adalah keputusan terbaik. Tidak ada lagi kesempatan kedua untukmu. Dengan sikapmu yang masih tetap sama, bisa saja luka itu akan kembali tercipta."
Mantap sekali Nayra berkata. Hati Nayra kini benar-benar lega. Satu tahun usai putus cinta, kini Nayra berkesempatan melihat penyesalan mantan kekasihnya. Nayra bukan bermaksud jahat. Hanya saja dulunya dia telah merasakan rasa sakit hati yang sangat.
Puas dengan pemikiran pribadi, Nayra menuju cermin lalu merapikan penampilan diri. Langkah kaki Nayra kemudian diayunkan menuju jendela kamar. Berniat membukanya lebar-lebar sembari menghirup aroma pagi yang masih segar. Begitu jendela dibuka, yang terlihat justru sosok tampan yang tadi pagi baru tiba.
Di sana, di seberang jendela kamar Nayra, di jendela rumah sebelah, Dhanu melihat Nayra dengan tanpa mengedipkan mata. Senyum Dhanu juga masih tersuguh sama manisnya.
Nayra sempat membalas tatapan mata. Namun, itu tidak disengaja. Setelahnya, Nayra acuh dan kembali menutup jendela kamarnya.Terduduk di tepi ranjang, Nayra memegangi dada kirinya. Ada debar di sana. Nayra tahu, debar itu tercipta karena ulah tatapan mata Dhanu. Namun, dengan cepat Nayra bisa meredam debaran itu.
"Mas Dhanu. Apakah dia masih menyukaiku seperti dulu?"
Tetiba saja pertanyaan itu terlintas di benak Nayra. Dan ... seketika itu ingatan Nayra melambung ke masa beberapa tahun silam, saat Nayra masih duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar. Saat itulah Nayra pertama kali melihat sosok Dhanu. Saat itu pula pertama kali senyum Dhanu tersuguh.
Dhanu, dia telah hadir di kehidupan Nayra jauuuuuh sebelum Ivan menawarkan cinta. Hanya saja, Dhanu tinggal di luar kota. Intensitas pertemuannya dengan Nayra hanya setahun sekali saat hari raya. Saat bertemu pun yang bisa disuguhkan Dhanu hanyalah senyum untuk Nayra, tanpa berani menyapa ataupun mengajak berbicara.
Larut dalam ingatan, membuat Nayra menyunggingkan senyuman. Nayra ingat betul kejadian beberapa tahun silam saat dia pertama kali mendapat senyuman. Ya, senyuman Dhanu tersuguh usai pandangan pertama itu. Nayra yang kala itu belum mengerti tentang definisi cinta hanya mampu membalas senyum yang sama sembari merasa bahagia.
Cinta monyet, itulah kata yang tepat menggambarkan Nayra dan Dhanu di masa kecil mereka. Nayra dan Dhanu di kala itu sama-sama merasakan bahagia tanpa mengerti bahwa itu adalah perasaan cinta. Dan ... sikap Nayra dan Dhanu terus berulang di tahun berikutnya. Tahun berikutnya lagi, dan lagi. Hanya satu tahun sekali, dan itu cukup mencipta benih-benih yang menyejukkan hati.
Pertemuan setahun sekali tanpa diimbangi pemahaman tentang hati, membuat Nayra begitu mudah teralih. Saat masa SMA, senyum Dhanu sudah tidak begitu memenuhi benak Nayra. Fokus Nayra bahkan teralihkan sepenuhnya pada pelajaran. Lagi-lagi, kondisi ekonomi keluarga menjadi alasan untuk bisa lebih semangat belajar. Nayra mengejar beasiswa untuk bisa lanjut kuliah. Sejak saat itulah nama Dhanu mulai memudar.
"Rupanya, aku pernah main hati dengan Mas Dhanu. Sempat melupakan juga waktu itu. Sampai akhirnya aku kuliah, dan hadirlah Mas Ivan dengan cinta palsunya."
Deg!
Mimik wajah Nayra langsung berubah begitu teringat Ivan. Tidak ingin mengingat hal yang menyakitkan, seketika Nayra menggeleng berulang.
"Sudah, Nay. Cukup sudah. Jangan memikirkan apa pun tentang laki-laki. Mas Ivan sudah cukup jadi pelajaran untukmu agar hati-hati."
Nayra optimis sekali. Lagi-lagi dia teringat untuk mengunci hati dan tidak percaya pada laki-laki.
***
Dhanu duduk berdua dengan sepupunya. Agak menjauh dari anggota keluarga lainnya, agar bisa sedikit berbagi apa yang dirasa.
"Mas Nofal, Nayra ambil jurusan apa?" tanya Dhanu pada sepupunya.
"Pendidikan. Kenapa? Masih naksir sama Nayra?"
Pertanyaan Nofal tidak langsung ditanggapi oleh Dhanu. Yang Dhanu suguhkan hanya senyum yang terus-terusan mengembang menyiratkan perasaan. Senyum Dhanu sudah cukup menegaskan bahwa perasaannya masih tetap sama seperti saat pertama kali bertemu Nayra beberapa tahun silam.
"Cie ... yang masih cinta." Nofal menggoda Dhanu sambil melempar bantal sofa.
"Jurusan pendidikan sama hukum cocok kan, ya Mas?"
"Ya cocok-cocok saja sih kalau dicocokin. By the way, cewekmu yang itu gimana, Dhan?"
Deg!
Senyum Dhanu memudar. Memang, sebelum ini Dhanu sempat menjalin hubungan dengan teman kuliahnya. Namun, hubungan itu telah berakhir dan hanya menyisakan bekas luka. Kurang lebih kisah Nayra dan Dhanu hampir serupa. Sama-sama pernah merasakan luka akibat pengkhianatan cinta.
"Sudah jadi mantan, Mas. Jangan dibahas!" tegas Dhanu.
Nofal paham keadaan. Dia pun tidak melanjutkan. Dengan cekatan Nofal kembali membahas Nayra.
"Kalau beneran masih naksir Nayra, usahakan bahwa perasaanmu bukan pelarian cinta." Nofal bijak memberi nasihat.
Nasihat itu diterima dengan lapang. Senyum Dhanu pun kembali mengembang. Satu anggukan mantap diberikan.
***
Hari-hari pun berlalu. Setahun lagi telah berlalu. Nayra masih tetap mengunci hati, dan masih menganggap buaya setiap lelaki. Sementara Dhanu, dia masih sama seperti tahun lalu. Masih menyuguhkan senyum untuk Nayra di pertemuan mereka yang hanya setahun sekali saja.
Terus seperti itu hingga Nayra dan Dhanu sama-sama telah lulus kuliah. Nayra telah bekerja di dunia pendidikan, sementara Dhanu telah bekerja di sebuah perusahaan.
"Hati-hati di sana, Feb. Kalau ada buaya yang menggoda, acuhkan saja." Nayra berpesan via telepon.
"Yaelah, Nay. Kamu masih saja bilang buaya ke setiap lelaki. Ingat umur Nay. Cepetan nikah. Sekali saja deh kamu coba percaya, di luaran sana banyak lelaki yang bukan buaya."
Febi, meski sudah tidak satu kota dengan Nayra, dia masih saja sering memberi nasihat khususnya tentang cinta.
"Ya-ya. Akan kupikirkan nanti. Kabar-kabar ya kalau pulang kampung. Aku mau lanjut ngerjain tugas dulu nih, Feb."
"Oke. Kerja yang rajin, biar dapat suami yang tajir. Hahaha."
"Febi, udah ah."
"Eh-eh, Nay. Satu lagi. Jangan lupa kabari aku kalau kamu mau nikah dengan pangeran kuda putih pilihanmu! Wajib kasih tahu. Harus!"
"Nggak janji ah. Bye-bye Febi. Oya, Makan yang banyak di sana biar kita nggak samaan kurusnya. Hihi. Bye!"
Nayra menutup penggilan telepon dengan nada canda. Sudah biasa dilakukan jika sedang bertelepon ria dengan Febi.
"Apa sudah waktunya aku menikah? Tapi dengan siapa?"
Dari sekian banyak nasihat yang telah Nayra terima, baru kali ini dia kepikiran untuk menikah. Mengingat juga, usia Nayra sudah semakin bertambah dan memang sudah saatnya untuk berkeluarga.
Bersamaan dengan itu, Nayra menyadari bahwa hatinya sudah tidak lagi terkunci. Akan tetapi, rasa tidak percaya pada lelaki masih sering muncul dan membentengi hati. Itulah yang sampai saat ini membuat Nayra enggan untuk dekat-dekat dengan lelaki, apalagi sampai memberi harapan lebih.
Langkah kaki Nayra selanjutnya membawanya ke arah depan rumah. Tanpa diduga, ada Dhanu dan keluarganya baru saja tiba. Seperti tahun-tahun sebelumnya. Dhanu menyuguhkan senyuman dengan tatapan mata penuh pengharapan.
Sekilas, Nayra terpana. Apalagi, penampilan Dhanu kali ini benar-benar berbeda dari sebelumnya. Tubuh Dhanu tinggi, tegap, berisi. Pakaiannya tampak sederhana, tapi style masa kini. Dari semua itu, yang menjadi sorotan Nayra adalah kumis tipis di wajah Dhanu. Seketika itu jantung Nayra pun berirama merdu.
Deg-deg Deg-deg
Bersambung ....
Langkah Nayra terhenti. Bukan karena tidak sanggup melangkah lagi, melainkan karena debar merdu yang memerangkap hati. Terdiam mematung sembari tetap menatap senyum, itulah yang Nayra lakukan saat ini. Seiring irama jantung yang teramat merdu, bola mata Nayra tidak henti-hentinya membalas tatapan Dhanu.Teramat memesona. Tatapan matanya, senyum yang menghiasi wajah, juga tampilan diri yang tidak biasa. Semua itu telah menawan hati Nayra. Apalagi, kumis tipis yang membuat sosok Dhanu terlihat semakin manis, Nayra sungguh menyukainya.Deg-deg Deg-deg Deg-deg-degSatu-satunya yang memenuhi hati, pikiran, dan tatapan mata hanyalah sosok rupawan. Baik Nayra ataupun Dhanu, keduanya sama-sama terjebak tatapan bola mata indah. Hingga kemudian, sebuah panggilan tidak terduga membuyarkan aksi tatapan Dhanu dan Nayra."Dhanu, ngapain bengong di situ?"Dhanu menoleh ke sumber suara, dan mendapati sepupunya tengah berjalan mendekat ke arahnya.
"Hatiku milikku. Akulah tuannya. Mau sedih, bahagia, menolak ataupun menerima, akulah yang lebih berhak memilihnya. Cukuplah aku. Hanya aku."Ucapan Nayra usai perdebatan singkat dengan dua rekan kerjanya, lebih terdengar seperti keegoisan daripada kata mutiara. Awalnya semua itu hanya obrolan biasa di sela istirahat makan siang. Tiba-tiba saja rekan kerja Nayra membahas tentang jodoh, pernikahan, dan status lajang yang ujung-ujungnya mencipta kebaperan."Serius amat sih, Nay. Kita cuma bercanda doang."Dua rekan kerja Nayra mengambil jalan tengah. Berdamai, dengan alasan semua kata yang terlontar sebelumnya adalah sebuah canda."Ngatain aku nggak laku dan nggak pintar merias diri, seperti itu yang kalian bilang bercanda?" Nayra masih menampilkan mimik serius pada kedua rekan kerjanya."Sudah-sudah. Maafin kita, ya?"Nayra menghela nafas dalam, kemudian mengangguk perlahan. Nayra tidak ingin terus larut dalam perdebatan hingg
Segala rasa menyeruak di dada Nayra. Merasa menang, geregetan, bahkan kebingungan pun sempat dirasakan. Gejolak di hati Nayra nano-nano rasanya. Semua terjadi lantaran Nayra melihat foto Ivan yang bersanding dengan pasangannya di pelaminan.Usai beberapa detik larut memperhatikan foto Ivan, tawa Nayra pecah tak tertahankan."Hahaha. Habis dikhianati Olivia langsung cari cewek baru rupanya. Untung kali ini langsung diajak nikah. Kalau nggak, tuh cewek pasti nasibnya nggak jauh beda sama ... a-ku."Deg!Usai tawa yang membahana, mendadak saja ada perasaan lain yang dirasakan Nayra. Sekilas, Nayra teringat nasib dirinya. Langkah kehidupan yang kini dilalui Nayra belum sepenuhnya lepas dari bayang-bayang masa lalunya dengan Ivan. Apalagi jika teringat status cinta pengganti yang sempat disematkan Ivan. Sungguh, keputusan yang Nayra buat setelah kejadian itu masih terbawa hingga sekarang."Mas Ivan sudah mengambil langkah bahagianya. Lalu ..
Mood Nayra begitu baik. Saat mengajar di sekolah pun begitu energik. Alhasil, setiap ilmu yang Nayra sampaikan pada murid, semuanya bisa diterima dengan baik. Tidak sebatas itu saja, sepanjang pagi hingga siang hari pikiran Nayra selalu positif, bahkan senyumnya begitu murah hingga senantiasa merekah. Akan tetapi, semua berubah ketika Nayra pulang ke rumah.Nayra sedang mengecek akun media sosial milik Dhanu ketika sang ibu menghampiri untuk membicarakan sesuatu. Mimik wajah sang ibu tampak tenang, tapi menyiratkan keseriusan."Boleh ibu berbicara sesuatu, Nay?" Sang ibu duduk di tepi ranjang milik Nayra.Lebih dulu meletakkan smartphone, setelahnya Nayra pun merespon. Nayra mengangguk, lantas memfokuskan perhatian pada sang ibu yang masih menampilkan mimik keseriusan."Begini, Nay. Usiamu sudah matang untuk berkeluarga. Jadi, ibu sama ayahmu berniat menjodohkanmu dengan si Dika, anaknya Ning Rum."Deg!Seketika
Keterkejutan Dhanu, juga Ron yang lesu. Mimik kedua lelaki itu mengubah atmosfir ruangan tempat kerja Dhanu. Di jeda sikap terkejut dan lesu yang ditunjukkan, heningnya sekitar mendadak begitu peka dirasakan. Hawa AC yang begitu dingin, detak jarum jam yang tak biasa-biasanya terdengar nyaring, sampai langkah kaki samar di luar ruangan pun tertangkap pendengaran. Hingga kemudian, suara ketukan pintu membuyarkan jeda antara Dhanu dan Ron yang masih terdiam.Tok-tok-tok!Dhanu dan Ron kompak menoleh ke arah pintu kaca. Didapatinya Pak Bos Besar sedang berdiri di sana, tersenyum sembari memasang mimik bahagia.Sebelum mempersilakan, Dhanu melihat ke arah Ron. Tampak jelas sekretaris sekaligus sahabatnya itu membalas tatapan, kemudian kembali tertunduk lesu. Dhanu bisa menebak bahwa Ron sedang terjebak dalam ingatan masa lalunya bersama Soraya. Paham dengan keadaan yang ada, Dhanu pun memutuskan untuk menemui Pak Bos Besar di luar ruangan saja."Maaf, Pak
Sebuah restoran bergaya kekinian, dengan lampu kerlap-kerlip dan booth swafoto menjadi pilihan tempat pertemuan. Seperti permintaan Pak Bos Besar sore tadi, Dhanu datang tepat waktu dengan berpenampilan casual. Jam yang melingkar di tangan menambah kesan tampan. Rambut rapi, kumis tipis di wajah, dan air muka ramah, semua itu memberi predikat wah di mata yang melihat sosoknya. Tak heran jika beberapa perempuan pengunjung restoran sempat curi-curi pandang.“Nayra!” seru seorang pengunjung.Mendengar nama yang tidak asing itu membuat Dhanu sontak menoleh ke sumber suara. Berharap sosok yang dicinta benar-benar ada di sana. Nyatanya, harapan Dhanu belum bersambut nyata. Nayra yang dilihatnya bukanlah Nayra sang pujaan hatinya. Itu adalah Nayra yang lain, yang kebetulan sama dalam hal nama.“Dhanu, sepertinya nama Nayra telah menjadi candu untukmu,” ujar Dhanu sembari tersenyum teringat sosok Nayra.Perhatian Dhanu teralihk
"Hanya aku yang benar-benar tahu, perihal rasa yang bergejolak dalam kalbu. Karena ini adalah rasaku. Anugerah terindah yang Tuhan berikan padaku. Mas Dhanu ... aku yakin bahagiaku bersamamu."Usai semalaman yang menguras emosi, pagi pun menjelang membawa keyakinan hati. Rasa tidak tenang itu telah berubah menjadi setitik keyakinan. Nayra begitu yakin, Dhanu adalah masa depan.Semesta tampak memberi dukungan dengan suguhan langit yang terang tanpa awan hujan. Dedaunan pun tampak hijau dibasahi oleh embun yang segar, sungguh menyejukkan pandangan. Turut hadir menyemangati, kicau merdu Burung Kenari, kokok ayam di pagi hari, juga sepasang burung merpati penanda cinta sejati."Semoga rasamu masih sama terhadapku, Mas. Aku yakin kamu mencintaiku. Ketahuilah bahwa aku di sini juga mencintaimu."Nayra terus bermonolog sembari bersiap menuju tempatnya mengajar. Pakaian sudah rapi, begitu pula dengan tas berisi perlengkapan pribadi, juga sebotol minum
Pandangan mata Soraya tepat tertuju pada Ron. Keterkejutan tampak nyata tergambar di wajahnya. Berbeda sekali dengan mimik wajah Ron yang tampak sedikit gugup sehabis menyapa Soraya.Sepasang kekasih yang kini telah berstatus mantan itu akhirnya bertemu. Ron dan Soraya, dalam pertemuan pertama setelah sekian tahun berlalu, yang teringat dalam benak masing-masing dari mereka justru momen saat putus cinta. Usai ingatan itu muncul, Soraya langsung memalingkan muka, sedangkan Ron menundukkan wajah."Ehem!" Dhanu berdehem, membuat Soraya dan Ron seketika melihat ke arahnya."Mas Dhanu kenal sama Ron? Kenapa dia bisa ada di sini?" Soraya tidak bisa memendam rasa ingin tahunya."Ron bekerja di sini juga," ungkap Dhanu."Apa? Kenapa aku bisa tidak tahu, sih?"Soraya melirik ke arah Ron sekilas, lantas kembali membuang pandang."Sepertinya banyak sekali yang harus kalian bicarakan berdua. Jadi ... silakan! Aku kel