Lalu body guard satunya lagi menambahkan, “Bos kami adalah orang yang sangat penyabar. Tapi kesabaran manusia tetap ada batasnya. Itu yang harus Nyonya waspadai.” Lalu mendekatkan pipinya di samping pipinya si wanita cantik dan berkata dengan suara pelan, “Kami mampu melenyapkan apa pun tanpa bekas, wuiisshh, seperti asap, jika bos kami menginginkannya. Karena itu...ayuk, ikutlah kami, Nyonya Muda.”
Si wanita dengan suara tinggi menolak: "Tidak! Saya tidak mau ikut!"
"Pokoknya kamu harus ikut!" si laki-laki ber-tuxedo setengah membentak dan memaksa. "Aku peringatkan kamu sekali lagi, tolong jangan membuat kesabaranku menjadi benar-benar hilang! Aku bisa bertindak tanpa welas terhadap kamu di sini!"
"Kamu mesti gitu, Mas," ucap si wanita cantik yang dipanggil dengan sebutan Nyonya Muda itu. "Katanya Mas mencintai aku dan nggak mau kehilangan aku, tapi kamu selalu menyakiti aku secara lahir dan batin! Aku ini manusia, Mas, bukan seonggok boneka seperti dulu sering Mas bilang! Jadi, apa pun yang akan Mas lakukan terhadap aku di sini, aku tetap tidak akan mengikuti Mas lagi! Titik!!"
Si pria menghela nafas panjang dan mengusap wajah gusarnya, lalu, "Mau ikut aku baik-baik tidak! Kalau tidak mau ikut secara baik-baik, terpaksa aku akan menyeretmu! Mau!"
"Mas bunuh aku pun aku tak akan ikut!" si wanita bersikeras menolak.
"Oh begitu ya? Baik!" Habis berucap demikian, laki-laki berjas tuxedo mencengkeram pergelangan tangan kanan si wanita dengan kuat dan hendak menyeretnya.
Si wanita sontak memberontak dan berteriak, “Laki-laki bajingan tak beradab!”Lalu dengan sebuah keberanian yang luar biasa ia menggigit tangan si pria kuat-kuat.
Mendapat gigitan yang kuat itu, membuat si pria ber-tuxedo berteriak nyaring dan melepaskan cengkeraman tangannya.
"Benar-benar perempuan iblis!" ucapnya geram. Bersamaan dengan itu ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan akan dilayangkan pada kepala atau pelipis si wanita. Si wanita menjerit keras sembari menunduk dan melindungi kepalanya dengan kedua tangan halusnya.
Namun saat tangan besar dan berbulu itu akan menghantam keras bagian kepala si wanita cantik dan menggegerkan otaknya, tiba-tiba satu tangan yang jauh lebih kekar mencengkeram tangan si pria ber-tuxedo dari arah belakang. Si pria ber-tuxedo merasakan tangannya seolah-olah terkena cengkeraman jemari tangan sebuah robot baja, sehingga ia benar-benar nyaris tak mampu menggerakkan tangannya. Saat ia menoleh, satu wajah seorang pria nyaris menempel dengan wajahnya, tersenyum, dan melototinya dengan tajam. “ Hei, dengar, Tuan Arogan! Seorang waria pun tidak akan mau menzolimi seorang wanita yang lemah, lebih-lebih di muka umum seperti ini!" Satu gumpalan besar ludah si pemuda bertengger di wajahnya.
Si Tuan Arogan pun langsung mengatupkan kedua matanya rapat-rapat. Amarahnya langsung membakar rongga dadanya akibat mendapat perlakuan dan hinaan yang demikian rupa itu dari seorang pemuda asing itu. Dengan kasar ia melepaskan pergelangan tangannya dari cengkeraman sang pemuda asing, yang tak lain adalah Jasman, dengan sebuah sentakan keras, bahkan berkali-kali. Namun cengkeraman tangan si pemuda tetap kuat pada pergelangan tangannya. Maka sadarlah si Tuan Arogan, bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang pemuda berilmu sangat tinggi.
Ketika Jasman melepaskan cengkeraman tangannya, si Tuan Arogan, langsung mengusap air ludah yang menempel di wajahnya, sebelum berkata, "Kamu ini siapa, berani ikut campur urusan saya! Kurang ajar sekali! He, mau sok jadi pahlawan kesiangan, ya!?"
Hm? Jasman menatap heran terhadap si Tuan Arogan. Heran bercampur jengkel. Namun ia mencoba bersabar dan berkata dengan nada renda, "Ah, sorry, Tuan Arogan, saya mulanya tak mau peduli urusan sampeyan dengan Mbaknya. Tetapi karena sampeyan mau bertindak zalim terhadap Mbaknya, maka sebagai manusia yang beradab saya harus peduli dan mencegahnya. Ingat, bos, mencegah dengan ikut campur itu adalah dua hal yang berbeda!"
"Ah, pandai berceloteh kau!"
“Eits...!” Jasman meletakkan teluncuknya di depan mulutnya. “Saya ini seorang calon sarjana, bukan calon balita!”
Lalu kepada si wanita yang dizolimi Jasman menoleh dan bertanya, "Maaf, apakah mbaknya butuh semacam perlindungan dari saya? Jika mbaknya memberi saya semacam kuasa untuk melindungi mbaknya, maka saya siap memberinya dengan ikhlas lillahi ta ala. Bukannya apa-apa, karena saya sangat benci kepada laki-laki yang sok perkasa kepada perempuan macam mereka ini"
Mendapat tawaran pertolongan perlindungan dalam situasi yang sangat dibutuhkannya seperti saat ini, tentu si wanita muda tak menyia-nyiakannya. Dan tanpa ditawari untuk kedua kalinya, wanita yang memiliki wajah mirip-mirip wajahnya artis Dian Sastrowardoyo itu berkata, "Iya Mas, lindungi saya. Saya sangat takut...!" Lalu tanpa sungkan ia berdiri di belakang Jasman dan memegang lengan jaket si pemuda dengan erat.
"Sampeyan sudah dengar kan? Mbaknya ini sudah meminta saya untuk melindunginya. Artinya, sampeyan sejak saat ini jangan pernah berpikir lagi untuk mengganggu hidup beliau. Jika tidak, sampeyan akan berhadapan dengan saya. Paham!?"
“Ah, bocah calon sarjana yang sombong!”bentak si Tuan Arogan. Satu anggukan pelan kepalanya menjadi sebuah kode kepada kedua body guard-nya agar melakukan suatu tindakan.
Kedua body guard-nya yang bertampang garang itu pun paham dengan kode itu, dan tanpa membuang-buang waktu lagi keduanya langsung menyerang Jasman secara serentak dengan mengiblatkan tendangan keras ke arah Jasman.
Sebagai seorang pemegang sabuk hitam dari beberapa aliran ilmu beladiri, Jasman sudah sangat paham dengan serangan seperti itu. Dan di luar perkiraan kedua body guard, dengan satu gerakan tendangan menyamping yang sangat cepat, kakinya mendahului gerakan kaki dari kedua lawannya, dan tepat menghantam dada dan rahang kedua musuhnya secara beruntun dan sangat keras.
Buggh!!
Heggh!!
Tak ayal, tubuh kedua sang body guard mencelat ke belakang dan jatuh bertumpangan di samping pintu masuk kedai. Kejadian itu membuat semua yang ada dalam kedai itu sontak berteriak histeris dan berhamburan keluar.
Tetapi hebatnya, walaupun keduanya merasakan keras dan sakitnya bagian tubuh tendangan si pemuda, tetap juga keduanya bangkit sembari menatap tajam kepada Jasman dengan wajah yang menampakkan amarah hatinya yang luar biasa. Lalu tanpa dikomando keduanya pun kembali maju ke depan untuk melakukan serangan terhadap Jasman.
Belum lagi keduanya sempat melancarkan serangan, dengan gerakan cepat Jasman mengambil segelas air teh di atas meja panas milik pelanggan restoran, lalu air teh panas itu disiramkan kewajah kedua lawannnya. Keduanya cepat menutup wajahnya dengan pergelangan tangannya masing-masing, namun justru saat itu satu tendangan lurus keras dan kilat Jasman kembali menghantam rahang mereka. Keduanya terpental ke belakang dan jatuh membentur lantai restoran yang terbuat dari marmar hitam.
Si Tuan Arogan amat tercekat. Bagaimana bisa kedua body guard andalannya itu dua kali menderita hanya dengan gerakan satu kaki si pemuda? Dia semakin sadar, bahwa si wanita cantik yang dikerjarnya sedang mendapat pertolongan dari malaikat maut yang berwujud seorang pemuda!
Mungkin karena gengsi atau memang sudah terlanjut sombong, si Tuan Arogan bukannya ciut nyalinya. Amarahnya masih tersangkut di ubun-ubun kepalanya. Dengan sebuah sikap pengecutnya, ia mencoba memanfaatkan kelengahan si ‘malaikat maut’, dan dengan sebuah gerakan cepat ia mengarahkan pukulan hook tangan kanan ke leher samping si pemuda.
Agak lama Ningrum terdiam, sebelum berkata, “Menikahlah dengan Mas Jas, Mbak, demi Nak Bima. Saya ikhlas menerima Mbak Wid sebagai madu saya.” Seolah tak percaya, Mbak Widya sesaat melihat kesungguhan di wajah Ningrum, lalu dia mbangkit dan memeluk tubuh Ningrum. “Ya Allah Dik, Mbak tak cukup rasanya kalau hanya membalas keikhlasan hatimu dengan ucapan terima kasih saja. Kau wanita yang sangat baik dan berbudi luhur, pantas kaumendapatkan laki-laki baik dan berbudi luhur juga seperti Dik Jas. Terima kasih tiada terhingga buatmu Dik.” Ningrum pun membalas pelukan erat Mbak Widya. Pelukan yang sudah cukup untuk mewakili jawaban lewat kata-kata. Seperti keinginan bersama, Jasman datang melamar Widya ke kedua orang tuanya di Unga
“Hmm. Rumit juga ya, Mas? Tapi menurut Ning, ya jika segala sesuatu dilaksanakan secara baik-baik insha Allah semuanya akan baik-baik saja. Tuhan kan sudah memberi kelebihan bagi kaum pria untuk dapat mencintai wanita lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan. Karena itu Allah mempersilakan bagi seorang pria untuk menikahi sampai empat wanita, jika mampu berbuat adil. Jika tidak, ya cukup satu saja. Lalu dengan kasus temannya Mas itu…jika semata-mata demi perkembangan anaknya yang terlanjur jadi itu, ya bagusnya dinikahi. Asal dengan catatan tadi, mampu berbuat adil. Adil dalam berbagi rejeki dan adil dalam berbagi waktu dan kasih sayang.” “Maksud Ning, dia harus menikahi ibu dari anaknya itu tanpa sepengetahuan istrinya?” “Ya harus ijin dulu dong sama istri pertamanya. Jika tidak izin, ber
Rencana selanjutnya Jasman akan balik ke Jogja. Akan tetapi baru saja ia akan mengarahkan arah mobilnya menuju Jogja, ponselnya berbunyi. Telepon dari Widya. “Ya, assalamualaikum Mbak. Astagfirullah…Bima sakit apa? Terus dirawat di rumah sakita mana…? Oh, baik, saya akan langsung ke Ungaran. Kebetulan ini saya lagi di Magelang.” Adit langsung mengarahkan mobilnya ke kiri, menuju Ungaran. Tak lupa ia menepon ke Ningrum, bahwa ia akan langsung ke Ungaran, dan kemungkinan akan pulang besok atau lusa. “Ya, baik, yang hati-hati di jalan ya, Mas?” Bima dirawat di sebuah rumah sakit di kota Ungaran. Menurut dokter yang merawatnya, Bima mengalami demam dan muntah-muntah. “Bima hanya mengalami flu perut saja Pak. Besok juga sudah bisa keluar.” J
Ningrum memeluk tubuh suaminya dengan penuh rasa sayang. Lalu terakhir Jasman memberikan sebuah kejutan besar kepada Ningrum. Dia membawa istrinya itu dari rumah dengan naik mobil. Sejak dari dari rumah ia menutup mata istrinya dengan sebuah masker mulut. “Ada apa sih, Mas, kok mata Ning ditutup?” protes Ningrum manja. “Nggaklama kok, Sayang. Mas ingin memberikan sebuah kejutan buatmu, Dik,” ucap Jasman seraya mulai menjalankan mobilnya. “Hmm, Ning jadi penasaranbingit, nih!” Tak terlalu jauh dari rumah mereka, Jasman memelankan jalan mobilnya dan berhenti di pinggir jalan di depan halaman sebuah b
Dan benar, tak berapa lama kemudian, pemilik ruko sudah datang dan memberi salam. "Maaf ni, Pak, mengganggu kesibukannya?" ucap Zoelva, berbasa-basi, ketika pemilik ruko sudah duduk di sofa. “Kenalkan, nama saya Zoelva.” "Oh, gak apa-apa, Pak Zoelva. Saya Pak Yahya,” sahut pemilik ruko sembari menyalami Zoelva. “Saya ingin melihat melihat dulu tempatnya, Pak Yahya?” "Oh, boleh, Pak " Karena Latifah turut serta, dia pun harus menutup dulu tokonya. Mereka berempat meluncur ke lokasi. Sengaja Zoelva bukakan pintu depan mobil buat Latifah, agar duduk sampingnya.&n
Jas duduk di kursi di samping Widya. “Selamat bertemu lagi, Mbak. Dunia ternyata begitu sempit, ya? Atau memang ini rencana Tuhan agak kita bisa bertemu lagi?” ucap Jasman pelan. Anak yang ada dalam pangkuan Widya menoleh dan menatap wajahnya. Jasman menyapanya dengan suara kecil dan melambaikan tangannya. Namun entah mengapa, saat ia bertatapan dengan balita dalam pangkuan Widya itu, ada perasaan aneh yang menjalar dalam nuraninya. Ia merasa sangat menyukai wajah anak itu dan seolah-olah ia telah mengenalnya. “Iya Dik. Mbak juga nggak menyangka kita bisa bertemu lagi,” ucap Widyia seraya melap sisa air matanya lantan menatap wajah Jas. Andaikata sikonnya mendukung, ia ingin memeluk tubuh laki-laki muda di samp