“Apa?! Gala diculik?”
Mendengar nama sang buah hati disebut, Amira langsung menoleh ke arah adiknya.
“Gala diculik?” lirih Amira dengan mata membola dan langsung mendekati Abib.
“Ibu sekarang di mana?”
‘Ibu di rumah. Itu penculiknya gedor-gedor pintu terus. Cepetan pulang!’
‘Nek ... Gala takut ....’ Terdengar rengekan Gala setelah kalimat Bu Tami yang terdengar panik.
“Ibu, Ibu tenang, ya. Kunci semua pintu, Ibu sama Gala masuk kamar dan kunci juga pintunya. Abib sama Mbak Mira pulang sekarang juga.”
Klik. Bu Tami langsung memutus panggilan.
Dewo terus mengetuk pintu rumah mantan mertuanya dengan tak sabar. Niatnya hanya ingin bertemu Gala, tetapi Bu Tami malah menyebutnya sebagai penculik. Jika saja Dewo datang saat Amira dan Abib sudah di rumah,
Bahu Dewo luruh saat mendengar panggilan sang putra untuk pria yang usianya jauh di bawahnya. Hatinya hancur mendapati kenyataan. Jangankan memanggilnya papa, mengenali Dewo saja tidak. Mungkin itu tak seberapa dibanding sakit yang Amira rasakan dulu. Namun, diperlakukan sebagai orang yang tak dikenali putra kandungnya saja rasanya begitu pilu.“Papa Cil,” panggil Gala.“Iya, Sayang?”“Gala pengen main ke timezone,” pintanya setengah merengek.“Timezone yang di Mall?”Jagoan tampan itu mengangguk.“Tanya dulu sama Mama. Boleh, enggak?”Gala menoleh pada muara kasihnya yang menatap sang buah hati dengan penuh cinta.“Boleh, Ma?”Melihat kejadian yang sempat membuat Gala ketakutan, Amira pun mengangguk demi melihat senyum mereka
Semenjak kejadian di area Timezone waktu itu, Arsyil dan Amira sempat viral di jejagat maya lantaran ada seseorang yang mengabadikan moment tersebut. Walau tak sedikit yang mencibir karena usia keduanya terpaut cukup jauh, tetapi ada juga yang mendukung tanpa mau memperkeruh kolom komentar akun Bibir Dower itu. “Cantik, sih, sayang jendes.” “Cantikan juga aku ke mana-mana. Masih segel pula.” “Serius itu calon istrinya Arsyil? Kuat banget dukunnya.” “Janda semakin di depan. Perawan minggir dulu, Gan!” “Pawangnya sudah berpengalaman lahir dan batin.” “Arsyil udah kena pelet.” “Cocok, kok, Kak. Semoga selalu bahagia, ya.” “Emak ... anak perawanmu kalah sama janda.” “Apa salahnya sama janda? Yang salah itu cara berpandang kalian.” “Bung, jandanya buat gue aja. Barter sama perawan. Gimana?” Dan masih banyak lagi komentar-komentar soal hubungan mereka. Hubungan yang sebenarnya belum jelas hitam di atas putihnya. Amira sudah memperkirakan hal ini akan ramai diperbincangkan jika Ars
“Sial!”Dewo mengumpat dan mematikan ponselnya setelah melihat video berdurasi tak lebih dari 30 detik itu. Mantan istrinya yang semakin cantik sedang dipepet brondong tampan, terkenal, dan tajir.“Aku yakin kamu enggak main polosan, Mir,” ujar Dewo berburuk sangka. “Mana mungkin pria muda tertarik sama bekas orang?” lanjutnya dengan tersenyum miring.Dewo mulai berpikir keras untuk bisa kembali mendapatkan hati Amira. Pasalnya, dia adalah anak yatim piatu yang besar di sebuah panti. Setelah resmi digugat cerai oleh Amira, Dewo semakin hidup susah. Orang tua tak punya, pekerjaan pun tak ada.Gala. Ya, Gala satu-satunya alat untuknya bisa kembali hidup nyaman bersama Amira. Selain semakin cantik dan memiliki usaha kafe, Dewo tak akan kedinginan dan kepanasan di rumah petak milik temannya ini.“Mandi, Wo. Jangan main hape terus. Kerja. Hidu
“Arsyil belum tahu, Bun?”Bu Zahro menggeleng pelan.“Tahu apa?” Arsyil mengernyit dengan tatapan curiga kepada pasutri di depannya.Amira bingung mau berbuat apa. Masuk dan menyampaikan amanah dari sang ibu, tetapi takut akan mengganggu obrolan serius keluarga itu. Mau pulang pun dan membawa kembali sesuatu yang dibawanya, nanti di rumah malah dia mendapatkan ceramah.‘Ya udahlah. Kepalang tanggung, diem aja dulu. Enggak niat nguping, tapi udah denger,’ ucap Amira dalam hati.“Dia udah gede, Bun. Kasih tahu aja.”“Iya ....”“Ayah sama Bunda kenapa, sih? Tahu apa? Kalian nyembunyiin sesuatu?” Arsyil tampak tak sabar dan penasaran.Pak Beni berdehem dan membetulkan duduknya walau tak ada yang salah.“Ayah sama Bunda juga
“R-restu?” ulang Amira.“Hm!” Arsyil mulai menyendok nasi dan kawan-kawannya untuk masuk ke dalam mulut.“Emang bunda dan ayah kamu kasih restu? Kayaknya mereka tadi cuma bercerita, deh.”“Iya. Itu, kan, sekalian mereka ngasih tahu ke aku kalau ternyata aku dan ayah satu sekte. Sama-sama suka yang lebih matang. Ayah dukung aku buat merjuangain hati Mbak Mira.”Nyesss. Hati Amira adem dan bahagia mendengar kalimat dari bibir tipis Arsyil. Ada senyum tipis yang sengaja ia tahan saat melihat pria muda di hadapannya makan dengan sangat lahap.“Masakan Mbak Mira enggak pernah gagal,” komentar Arsyil.“Itu Ibu yang masak.”“Oh, calon ibu mertua juga jago masak, to. Pantes anaknya cantik.”Kening Amira berkerut. “Hubungannya apa?”
“Bib, bulan depan ada yang reservasi kafe?” tanya Amira.“Iya, Mbak. Nasya mau rayain ultahnya di sini.”“Nasya siapa?”“Teman kampus, Mbak.”“Oh ....”Amira kembali mengecek laptopnya sebelum pulang sebentar dan kembali lagi setelah salat Isya nanti. Kemungkinan kafe akan lebih ramai dari hari biasanya jika malam minggu. Amira akan bersih-bersih lebih dulu dan kembali lagi nanti. Sebelum beranjak, ponselnya berbunyi tanda ada pesan masuk. Amira membukanya dan mendapati pesan dari Arsyil.[Hai, calon ibu dari anak-anakku kelak. Kasih aku semangat, dong, buat mencari nafkah demi sesuap nasi dan sebongkah berlian.]Amira menggeleng dan hanya tersenyum tipis. Walau kata Arsyil kedua orang tuanya telah memberi lampu hijau, tetapi Amira sendiri belum yakin jika Pak Beni dan Bu Zahro b
Dewo mati-matian menahan malu setelah sedikit dipermalukan oleh Amira. Beberapa pelanggan yang mendengar percakapan mereka tentu saja ikut terkekeh. Amira tak habis pikir dengan pria bermuka tebal itu. Bisa-bisanya menyapanya dengan kalimat ‘hai, mantan’ di tengah keramaian kafe yang sedang berlangsung.Walau sudah dipermak dan di make over seperti apa pun, Amira tak akan mau menjelajahi wisata masa lalu dengan Dewo. Mantan is mantan. Dia bukan pahlawan yang perlu dikenang, apalagi dibanggakan. Jika diperbolehkan, Amira akan menjual mantannya itu ke toko Oren. Kalau bisa jadi duit, kenapa harus jadi kenangan?“Dasar, manusia species non insecure! Bacotnya tinggi, introspeksinya rendah!” gerutu Amira dengan sedikit membanting nampan kayu yang dibawanya.“Kenapa, Mbak?” Abib yang baru keluar dari toilet mendekati kakaknya.“Ada Dewo di depan.”&nbs
Menyadari sesuatu, Amira langsung meminta Abib menggantikan posisinya di kasir. Amira langsung menggandeng tangan Arsyil dan segera masuk ke dalam ruangannya.“Udah kangen banget, ya, sama aku?” Arsyil menaik-turunkan alisnya menggoda Amira.“Iya, kangen pengen nampol ketengilan lu!” jawab Amira kesal.Arsyil terkekeh. “Aku makin suka kalau Mbak Mira galak. Makin gahar. Rarwww!”“Emang gue macan?”“Iya, ma-can. Manis dan cantik.”Amira mengibaskan tangan dan berlalu duduk di kursi kebesarannya.“Baru pulang? Kenapa langsung ke sini?”“Soalnya semangatku ada di sini.”“Siapa?”“Mbak Mira lah, masa Abib?”“Yang nanya?”