POV ARUMBulan yang membahagiakan, satu bulan ini kami menghabiskan bulan madu bersama mas Hadi berduan ke Bali. Sengaja pilih yang dekat saja karna aku masih trauma akan peristiwa perjalanan keluar negri waktu itu. Satu bulan sudah sangat cukup karna mas Hadi harus kembali mengurus bisinisnya, dan tentunya Caca dia tidak mau berpisah denganku terlalu lama. Kami disambut oleh papa mama dengan wajah berseri keduanya saat di bandara. Sontak saja hatiku hangat."Selamat datang kembali pengantin baru, semoga setelah ini mama dapat kabar baik dari kalian ya?" ujarnya, aku sedikit menyunggingkan senyum hangat pada kedua mertuaku itu."Ayo sini Rum, mama bantu." sigap mama menyambat koperku."Gak usah ma, biar Arum aja ya?" sahutku, wanita paruh baya itu hanya tersenyum hangat menuntunku ke mobil.Sesaat sampa
POV RESTI.Pagi ini di dalam ruangan salah satu kamar club ini, aku menyandar lemah sembari nanar membayangkan kemarahan mas Aldi kemaren. Mataku terasa basah saat aku mengingat tamparannya melayang ke pipiku yang begitu keras. Membuat aku tersadar. Bahwa memang aku sangat rendah.Aku tak ada harga lagi dimata siapapun."Hiks...," tangisku pecah kembali membayangkan betapa hinanya diri ini. Dari pintu kamar terdengar knop pintu terbuka sontak aku menoleh. Teman yang membawa aku ke limbah hina. Celine. Begitu nama malamnya. Nama aslinya ia lah habibah. Aku tidak habis fikir kenapa dia sangat senang dan nyaman melakoni karir esek-esek ini. Sedikit aku menyunggingkan senyum melihatnya mendekat."Bagaima kabarmu hari ini?" tanyanya, aku sedikit membuang muka dengan tertunduk."Begitulah...,"lirihku.&n
POV TAMA.Hari yang malang, aku di pecat dari kantornya pak Broto hanya karna sering salah gunakan mobil kantor untuk keperluan pribadiku. Tentu saja sekarang aku sangat bingung bagaimana caranya mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan yang ini saja aku dapatkan susah payah aku harus nunggu beberapa bulan waktu konfirmasi dari perusahaan ini dan malah sekarang aku di pecat.*****Siang ini Luna menyambutku datang dari kantor dan dia terheran melihat aku turun dari ojek."Mas? Ada apa? Kenapa? Mobilmu mana?" tanyanya, aku menghela nafas dan coba menghenyak di teras."Mas di pecat Na?" ucapku pelan. Luna juga ikut menghenyak dan reflek menautkan alis."Kok bisa mas? Ada apa?" tanyanya tak habis pikir. Aku menghela nafas dan berkata."Kat
POV TAMATuuuuuuut...!Bunyi panggilan tersambun. Butuh waktu cukup lama untuk Aldi baru mengangkat telfonku."Halo.." ucapnya terdengar lemas. Sontak aku menautkan alis."Gue sekeluarga sudah berada di resto cabangmu. Dan hari ini sudah mulai buka, antusias warga sini lumayan Al, kamu beruntung sekali mendapat pelanggan sebanyak ini," jelasku, Aldi terdengar bungkam tidak menyahut."Lo baik-baik aja kan?" tanyaku, terdengar Aldi berdesih."Lo urus aja semua ya Ma, gue lagi butuh sendiri," singkatnya, sontak gue menautkan alis panggilan itu terputus."Ada apa dengan ni orang, kadang happy kadang muram. Bunglon kali yak?" bisikku sendiri."Geby, jangan lari-lari nak. Nanti semua pecah," ujar Luna mengejar anaknya. Dengan sen
POV LUNAAku sudah bisa kembali hidup dengan enak dan layak di rumah pemberian Tuan Aldi, tak lain bos dari mas Tama sendiri. Pria tampan berkelas dan sangat sukses itu. Mungkin dia lupa padaku. Tapi aku tau dulu waktu jaman-jaman aku sering main di Club bersama Dion ia sering datangi Club walau hanya sekedar bersenang-senang atau bahkan Jajan wanita malam. Haaah Mudah-mudahan saja dia tak mengenaliku. Tapi sekarang itu bukan urusanku. Selama dia mau memberi kami pekerjaan masalah urusan pribadinya aku tidak mau ikut campur aku salut sama mas Tama punya teman setampan dan sesukses itu juga ternyata, sempat berfikir kenapa aku terlalu bucin pada mas Tama waktu itu. Padahal andai aku bisa memanfaatkan pria sekelas mas Aldi aku pasti untung banyak. Tapi tak dipungkiri mas Tama juga pria yang baik mau membantuku keluar dari penjara. Dan membiayai kedua anak-anakku. Tapi bagaimana ya naluri kecil sekarang seakan tak temukan keb
POV TAMAAku kesal pada Luna, bisa-bisanya dia bikin onar di acaranya Arum, untungnya Hadi pria yang bijak. Kalau tidak bisa saja dia memaki dan mempermalukan kami didepan semua orang."Aku tak habis pikir denganmu Na, apa yang terjadi? Apa yang kamu katakan pada Hadi?" tanyaku tak habis pikir. Luna tampak masa bodoh dan tetap bungkam dengan wajah ringan tanpa beban."Luna!" bentakku di dalam mobil. Ziah karyawan resto yang aku ajak untuk menjaga Kenzi pun juga tampak terkejut."Apa sih mas? Berisik? Aku gak ngomong apa-apa kok. Hadinya aja yang kebawa emosi. Gak ada yang salah kok dengan ucapanku," gerutunya. Reflek aku berdesih."Mas udah ya, kita gak usah bahas ini lagi. Kamu gak usah jadikan beban juga masalah barusan," tegasnya."Ya tapi kan?" ucapanku terpotong karena
Pov Resti****Pagi berkunjung, karna menangis semalaman aku jadi terlelap hingga sang fajar datang. Sedikit aku gerakkan leherku melihat ke arah jendela, langit telah cerah walau terlihat berkabut karna biasan salju masih berterbangan di udara.Trakt..Bunyi pintu kamar terbuka. Reflek aku duduk melihat Irfan datang membawakan aku segelas Coffe hangat dan sarapan siap saji. Sedikit ia sunginggkan senyum tipis dan mendekat padaku. Aku tak habis pikir dan melihat raut wajahnya lekat-lekat."Fan?" lirihku dengan tatapan mata yang berkaca-kaca. Irfan menghenyak di samping tempat tidurku dan berkata."Ini sarapannya, kalau butuh apa-apa bisa minta tolong Inah, salah satu pembantu di sini yang orang Indo juga. Aku harus berangkat kuliah dulu." ujarnya, aku mendegup serek ke
POV ALDIIni sudah hampir dua tahun saat Resti pergi . Dan sejak saat itu aku tidak punya semangat apapun lagi untuk hidup. Aku selalu ingat tamparannya yang keras dengan air matanya yang mengucur deras.Melihat itu aku sempatkan berjanji dihati bahwa aku tidak akan menikmati jalang-jalang manapun lagi. Air matanya seakan membuat aku sadar bahwa aku sangat beruntung mendapatkan cintanya.Dia sakit saat tau aku mendatangi wanita lain untuk membagi sentuhanku, air mata Resti sangat tulus yang tak pernah aku temukan pada wanita manapun walau wanita-wanita malam yang aku temui. Ataupun Tania sekalipun yang statusnya istriku. Sama sekali dia tak pernah mencemburui aku, dia memilih berkhianat dan main serong dengan pria lain. Resti dia gadis murni yang aku dapatkan. Tulus setia dan begitu mencintaiku. Namun dia pergi dengan salah paham ini.Hampir gila rasanya, selama ini aku be