POV RESTIKesokan harinya, aku berencana mendatangi restoran cabangnya mas Tama sekarang. Aku sibuk mempersiapkan riasan di depanTrakt...!Pintu kamar terbuka, sedikit aku lirik Irfan yang berdiri di pintu dari pantulan cermin"Pagi Fan," sapaku. Pria itu tersenyum sembari mendekat."Kamu mau kemana tanyanya. Aku sedikit mengaplikasikan blass on ke pipi dan memasang lipstik mate yang natural. Walau begitu bisa aku lihat aku masih tampak elegan dan berkelas dengan gaya rambut panjang terurai dan sedikit bergelombang di ujung . Alis yang sudah rapi karna penyulaman dan dengan sentuhan bibir yang telah aku bentuk dengan operasi kecil, mungkin itu yang membuat sekarang aku tampak sedikit berbeda dengan Resti yang dulu. Tak tanggung-tanggung, Alice menghabiskan 30% dari honorku untuk perawatan kakak ipar Irfan itu, ditangan
POV RESTISetelah melepas mas Aldi pergi, aku kembali masuk dengan girang hati membawa satu buket bunga mawar merah. Aku tersenyum melihat bunga yang indah itu."Kamu kelihatan happy sekali?" tanya Irfan, sontak aku secepat kilat mengubah raut wajahku."Hmmm, tak apa sih Fan. Biasa aja," singkatku menghenyak diatas sofa di samping Irfan. Sahabatku itu sedikit mencibir dan mengatakan sesuatu di telingaku."Kamu terlihat sangat happy," bisiknya. Sedikit aku lirik dan menyunggingkan senyum hangat padanya."Ya aku sangat happy sekali...!" pekikku reflek memeluknya. Irfan bungkam saat aku menepuk-nepuk punggungnya. Kembali aku melihat wajah sahabatku itu dengan wajah yang berseri."Dan apa kamu tau Fan, dia merindukan aku. Dia bilang. Dia mengingat seseorang saat melihatku,
POV ARUMAku kecewa pada mas Hadi, bisa-bisanya dia tak mempercayaiku. Dia bilang dia mencintaiku sepenuh hati. Tapi kenapa dia mencurigaiku seperti ini. Semenjak hari itu aku tidak mau bicara lagi padanya. Aku benci."Mama...!" panggil Caca, gadisku itu sekarang sedikit lebih tinggi dan mulai tumbuh besar sehingga dia bisa tertatih menggendong adeknya padaku."Sayang, kok kamu gendong Andra kesini, ntar dia jatuh," ujarku. Aku menyusul Caca untuk mengambil Andra dari gendongannya. Tampak dari luar kamar baby sitternya Andra bergegas mengikuti."Maaf Nyah, Aku lalai hingga Caca membawa adiknya kesini.""Kamu fokus dong Bik, kalo Andra terjatuh gimana?" ujarku. Aku menoleh pada Caca."Sayang, Caca jangan sering-sering gitu ya nak? Ntar dedek Andranya jatuh gimana?" tanyaku. Caca ha
POV IRFANBesok aku akan kembali ke London, entah kenapa berat saja rasanya hatiku meninggalkan Resti di Indonesia. Aku tidak biasa jika tidak melakukan aktifitas bersamanya, terlebih dia sekarang begitu dekat dengan ayanhya Arabela. Entah kenapa aku takut dia kembali bersama Aldi. Jujur aku masih mencintainya, namun saat aku mengenalkan Felicia waktu itu pada Resti, dia beranggapan bahwa aku telah melupakan segala perasaanku padanya. Dia menganggapku sahabat sejauh ini. Dari kamarku aku melihat Resti tampak mencari sesuatu di balik-balik sofa hingga karpet. Aku mengerutkan dahi dan mendekat."Kamu lagi cara apa sih Res?" tanyaku. Tanpa menoleh padaku dia tetap sibuk mencari."Itu Lo fan, kalung berlian aku , yang di beliin miss Alice waktu dia liburan ke jerman itu. Kok bisa gak ada ya di leherku," ujarnya. Aku sedikit melirik lehernya yang sudah tidak terpasang li
POV TAMAKembali aku kemasi semua foto itu dan membawanya pada Luna, aku tidak tau siapa yang mengirim semua foto ini. Yang jelas orang ini hanya bermaksud baik ingin memberi tahuku. Aku tidak tau lagi harus bagaimana, dadaku terasa panas dan aku gemetar. Langkahku gontai kembali ke rumah menemui Luna. Masih bisa kulihat dia tidur karna kelelahan. Api amarah dalam tubuhku kian menggebu. Tak bisa aku tata lagi hati yang berkecamuk ini. Reflek aku membalikkan tubuh Luna dan mencekik lehernya. Sontak saja Luna terbangun dan berteriak. Reflek aku menampar wajahnya. Aku sudah seperti orang kerasukan yang aku inginkan sekarang dia lenyap. Luna berontak dan bisa menghantam badanku sedikit kuat. Aku sedikit mundur dan wanita itu bisa berdiri."Mas...," lirihnya dengan mata berkaca-kaca mengusap lehernya, aku tertunduk dengan nanar. Namun dadaku terasa memanas kembali saat mengingat semua foto yang kuterima tadi. Aku berdiri d
POV RESTIGemetar rasanya membayangkan jika benar mas Tama meloncat dan aku terlambat, mendengar laporan Arya, yang beberapa hari ini mas Tama murung dan sering marah-marah. Aku tau dia sangat kacau akan keadaan ini. Akhirnya aku ingin memutuskan sendiri melihat keadaanya untung aku datang tepat waktu. Tak habis pikir saja rasanya kenapa bisa ia berfikir sesingkat itu hanya demi seorang Luna."Mas... Kenapa bisa kamu sebodoh ini!" bentakku. Mas Tama nanar melihat raut wajahku. Sedikit aku elus pipinya yang membuat dia sadar bahwa aku ini adiknya. Reflek mas Tama memelukku dan menangis histeris."Resti, kamu kemana aja? Mas sangat mencemaskanmu." tangisnya merangkulku erat. Aku membenamkan wajahku di dadanya."Resti ada urusan mas." singkatku kembali ia melihat dengan sedikit mendorong bahuku."Kamu sangat terlihat berbed
POV ARUMDengan langkah gontai aku mundur dan coba tak pedulikan perseteruan itu lagi. Tatapanku nanar dengan mata yang berkaca-kaca. Aku menelan serek kerongkonganku dan coba menoleh pada Raina yang terbaring. Sedangkan si sulungku tampak gundah menunggunya sadar. Merasa tidak aman disana Revan pergi menghindari mas Hadi. Aku diam tanpa kata menunggu mas Hadi dalam ruangan. Tak butuh waktu lama mas Hadi juga menyusulku ke dalam."Papa...., mimi kenapa belum sadar juga?" tangis Caca. Aku diam merangkul Andra diatas Sofa. Sedangkan baby sitternya berdiri disampingku."Sayang mimimu pasti baik-baik aja. Jadi jangan khawatir ya?' ujar mas Hadi merangkul anaknya. Selang beberapa menit Raina tersadar. Dia berteriak dan menangis histeris sontak saja aku berdiri dan memberikan Andra pada pengasuhnya."Jangan! jangan dekati. Hiks...." Raina mengigau. Caca p
POV ARUM"Mas Tama?" lirihku, pria itu berdiri menoleh padaku. Dalam waktu bersamaan mas Hadi dan keluarganya datang."Duh gak sabar mama mau ketemu Caca dan Andra, dah kengen banget," tutur mama berjalan hingga pintu masuk. Sedikit mata mas Hadi terbuka melihat aku dan mas Tama di ruang Tamu."Mama...," ucapku menyambut mertuaku. Mama tampak merekahkan senyum, aku mendekat. Sedangkan mas Hadi menghampiri mas Tama dengan bawaan yang di jinjingnya."Siang Tama? Saya sedikit terkejut melihat kedatanganmu," ujar mas Hadi menghanyak di sofa. Mas Tama tampak ikut duduk. Aku yang sibuk menyambut orang tua mas Hadi coba abaikan mereka berdua dulu."Mama sama papa, mau Arum bikinkan apa?" tanyaku membawa mereka ke ruang keluarga."Gak usah Nak, mama langsung liat Andra dulu," ujarnya, sedangkan papa