Share

Bab 6. Ini hanya kecelakaan

Author: Any Anthika
last update Huling Na-update: 2025-08-28 09:12:03

Pagi berikutnya.

Plak... Plak... Plak....!!!

Entah sudah berapa kali pukulan Ken mendarat di tubuh para penjaga.

"Bodoh! Bodoh! Tidak berguna!" Umpat Ken.

"Maafkan kami, Tuan." Para penjaga menunduk sembari meremas jari jemari masing-masing.

Salah seorang penjaga berkata dengan ragu-ragu, "Kami memang sempat mendengar teriakan Tuan Rendra dan Nona Mutia. Tapi mana mungkin kami berani mendobrak pintu itu. Kami berpikir, mereka sedang…”

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kami sungguh tidak mengerti." Kata yang lain.

Ken hanya menggertakkan giginya dengan geram, kemudian menoleh pada kepala pelayan yang bernama Fic, yang berdiri di belakangnya.

"Pecat mereka semua Fic, penjaga tidak berguna!"

"Tapi, Tuan,”

Salah satu penjaga berlutut di kaki Ken.

"Tuan, kami sudah mengabdi lebih dari sepuluh tahun di rumah ini. Adakah kesalahan kami selain kali ini? Tolong beri kami toleransi."

Ken tidak menghiraukannya kemudian melangkah masuk. Fic segera menyusulnya dengan tergesa.

"Tuan, anda tidak boleh begitu saja memecat mereka."

Ken tidak menjawab.

"Tuan, jika penjaga mendobrak pintu kamar Tuan Rendra, apa anda tidak membayangkan bagaimana malunya Tuan Rendra?"

Ken masih terdiam.

"Lebih bagus mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi." Sambung Fic.

Ken menoleh, setelah berpikir beberapa detik, dia mengangguk. "Kamu benar. Baiklah, jangan pecat mereka."

Ken melanjutkan langkahnya ke ruang kerja.

Hari ini Ken tidak akan pergi kemana pun. Pikirannya hanya satu, mencari tahu siapa orang yang berani menjebak Rendra.

Sementara itu di kamar utama.

Rendra menggeliat di atas sofa, perlahan membuka dia matanya. Sepertinya dia baru saja terlelap, tapi saat melihat jam ternyata sudah pukul tujuh pagi.

Mau tidak mau dia bangun dan berjalan gontai ke dalam dan segera menuju kamar mandi.

Matanya masih terasa berat. Rendra meraba gagang pintu kamar mandi.

Ceklek!

Dia perlahan masuk.

"Aaaa....!!" Suara lengkingan panjang milik tubuh polos yang sibuk menutup bagian sensitifnya. Mutia kebingungan mana yang akan ditutup — yang atas, yang bawah terbuka. Akhirnya satu-satunya jalan adalah duduk di lantai dengan merapatkan kakinya dan menutupi tubuhnya dengan kedua tangan.

Rendra yang kaget bukan kepalang, terasa seperti disambar petir. Dia membeku. Bahkan untuk menunduk atau menggeser kakinya pun tidak sanggup rasanya.

"Astaga!"

"Tuan.. keluar! Keluar!"

Rendra yang nyawanya masih belum sepenuhnya terkumpul akibat bangun dari terlelap sebentar itu belum sadar juga.

"Tuan!"

"Ah iya!"

Rendra baru tersadar, segera membalikkan badan. Lalu cepat-cepat keluar dari kamar mandi.

"Tutup pintunya!"

Grep!

Rendra segera menutup pintu.

Dia mengusap wajahnya berkali-kali, lalu menyandar lemas di dinding.

Kenapa dia bisa lupa kalau ada Mutia di dalam kamarnya?

Sialan!

Pagi-pagi, matanya telah ternoda!

Dia menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka. Dia langsung menghampiri Mutia yang masih berbalut handuk saja.

"Kamu ini? Kenapa tidak menguncinya? Kamu sengaja ya?”

"Saya lupa kalau ini kamar Tuan. Anda juga kenapa tidak mengetuk pintu dulu? Apakah ada orang di dalam? Begitu seharusnya."

Rendra menggaruk kepalanya.

"Aku, aku juga lupa kalau ada kamu di sini."

Akhirnya keduanya terdiam. Sama-sama menyisih. Yang satu duduk di sisi ranjang bagian sana dan yang satu di ujung sini.

Mutia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Rendra menoleh pas saat bersamaan dengan Mutia yang juga menoleh. Keduanya canggung, kemudian saling menunduk.

"Maaf. Aku tidak mendengar suara air atau apa pun tadi. Mungkin pengaruh aku terbangun dan buru-buru," Rendra meminta maaf.

"Maafkan saya juga. Saya juga lupa mengunci pintu tadi, karena buru-buru," Mutia pun meminta maaf.

"Sudahlah. Ini murni kecelakaan. Anggap saja begitu."

Keduanya terdiam cukup lama. Tenggelam dengan pikirannya masing-masing.

"Tuan. Dimana baju saya semalam?" tanya Mutia.

"Itu!" Rendra menunjuk ke sudut ruangan.

Mutia segera menghampiri tumpukan bajunya dengan menarik selimut.

"Itu basah. Pakai dulu bajuku. Nanti agak siangan aku akan menyuruh orang membelikan baju ganti untukmu," kata Rendra sambil memilih kaos terkecilnya dan memberikan pada Mutia.

"Tapi Tuan."

"Pakai dulu. Untuk sementara."

"Bukan itu. Tapi masalahnya."

"Apa lagi?"

"Saya, tidak ada bra dan CD. Ini juga masih basah." Mutia mengangkat bra hitam miliknya.

"...?" Rendra menoleh, memperhatikan benda yang sempat di tangannya semalam.

"Anda punya simpanan seperti ini?"

"Hah!” Sudut bibir Rendra berkedut.

“Kamu pikir aku punya simpanan wanita di rumah ini dan menyimpan benda-benda seperti itu?"

"Ya bukan seperti itu maksudnya. Siapa tahu punya Ibu Tuan!" ucap Mutia menunduk merasa bersalah.

"Ibuku meninggal sejak aku kecil. Mana ada punyanya yang tertinggal," sahut Rendra.

Mutia terdiam. Dia kembali duduk di tepi ranjang.

"Pakai dulu bajumu, aku ke kamar mandi dulu. Nanti aku akan mengantarmu ke toko," Rendra segera beranjak ke kamar mandi.

Menyelesaikan mandinya dengan cepat. Tapi pemandangan tubuh polos tadi terbayang di benaknya. Semalam, dia tidak melihat dengan jelas, dan barusan, itu benar-benar sangat jelas.

Tubuh wanita itu sangat bagus dan mulus.

"Sial benar nasibku. Perempuan itu sudah merusak semua yang ada di diriku. Otakku juga sudah tercemar olehnya."

"Ah.. mana dia istri orang. Kalau saja bukan…”

Kalau bukan?

Apa kurebut saja dia dari suaminya ya?

Suaminya juga bukan pria baik. Mutia juga sepertinya sangat tertekan dengan pernikahannya.

Rendra terus berbicara ngawur pada dirinya sendiri.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 76. Natali Hamil

    “Tuan, kenapa?”Rimbun menoleh, merasa Ken tampak gelisah karena terus bergerak di tempat.“Tidak apa-apa. Jangan menoleh.” Ken menahan wajah Rimbun agar tetap menghadap ke depan.“Tuan, kamu terus bergerak. Apa kamu tidak nyaman?” Rimbun kembali menoleh dengan polos.“Jangan menatapku, Rimbun. Kamu ini…” Ken kembali mendorong wajahnya dengan sedikit jengkel.“Aku bisa menerkammu, tahu!” desis Ken dengan nada tertahan.“Menerkam? Maksudnya apa?” Rimbun mengerutkan kening bingung.“Ah, sudah diam! Jangan banyak bergerak!” Ken mendekatkan tubuhnya lebih rapat, membuat Rimbun tak bisa bergerak sama sekali.Sesaat, suasana menjadi hening. Hanya suara napas mereka yang terdengar, terasa begitu dekat dan menegangkan. Tangan Ken bergerak, tanpa sadar meremas lengan Rimbun.“Arg…!” tiba-tiba Ken berteriak kecil, membuat Rimbun terkejut.“Tuan, kenapa?” tanya Rimbun cepat.“Tidak… tidak apa-apa,” jawab Ken gugup, sama terkejutnya dengan suaranya sendiri.“Rimbun, sebaiknya kamu ke ranjang saja

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 75. Otong yang terusik

    Masih di tempat dan waktu yang sama.Rimbun sudah selesai mengelap tubuh bagian bawahnya. Ia kemudian berganti pakaian—setelan tidur yang baru dibeli Ken, lengkap dengan pakaian dalamnya yang juga dibelikan oleh pria itu. Sambil melirik ke arah Ken yang hanya tampak ujung kepalanya dari balik sofa, bibirnya tersenyum kecil.“Hihi…” Rimbun terkikik melihat pantulan dirinya di cermin. Lucu dan imut, seperti boneka Barbie versi sederhana, dengan pakaian tidur ala anak konglomerat.“Lucu banget aku. Jadi gemes sendiri. Gemes sama yang beliin bajunya,” gumamnya geli.Ia lalu melangkah ke kamar mandi untuk menggosok gigi, mencuci muka, dan melakukan ritual kecil khas perempuan. Namun, baru sebentar menyentuh air, tubuhnya sudah menggigil.“Heh, ternyata aku belum sembuh,” keluhnya sambil mendekap tubuh sendiri. Ia keluar dari kamar mandi dan berjalan menghampiri Ken.“Tuan!” panggilnya.Ken menoleh. Wajah gadis di depannya itu tersenyum manis—senyum yang sukses membuat detak jantungnya mela

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 74. Badannya penuh setrum!

    “Kamu pernah membeli ini? Artinya aku bukan wanita pertama yang kamu perhatikan?” tanya Rimbun dengan tatapan tajam.“Memang bukan. Astaga! Maksudnya—”“Dasar pria murahan! Playboy!” potong Rimbun ketus.“Eh, Rimbun, bukan begitu maksudku. Dengar dulu,” ucap Ken panik. “Wanita pertama yang aku perhatikan itu Nona Mutia. Aku harus menjaganya kalau Tuan Rendra sedang tidak bersamanya. Soal barang-barang wanita, aku memang pernah membelinya… maksudku, menemani Tuan Rendra membeli untuk Nona Mutia. Begitu.”“Aku tidak percaya!”“Sungguh, Rimbun. Kalau tidak percaya, kamu bisa tanya langsung ke mereka. Saat itu pertemuan pertama mereka. Tuan Rendra membawa Nona Mutia dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan. Karena dia tidak punya baju ganti, kami berdua terpaksa mencarikannya. Kami bahkan sempat berdebat di toko soal ukuran itu.”Ken menarik napas panjang. “Sejak saat itu, aku berpikir kalau suatu hari aku punya istri, aku harus tahu ukuran tubuhnya. Supaya tidak bingung kalau nanti har

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 73. Aku cintai kamu, Jelek!

    “Tidak mungkin. Tuan Rendra itu bos paling pengertian. Jadi kamu tidak perlu cemas. Cepat sembuh, supaya bisa kembali membantuku di kantor,” ucap Ken lembut sambil menggenggam jemarinya.Rimbun tersenyum tipis. “Terima kasih, Tuan Ken. Kamu sudah sangat baik padaku.”“Sudah kubilang, aku ini baik. Kamu saja yang belum mengenalku dengan benar,” jawab Ken sambil tersenyum hangat.“Iya, Tuan. Maafkan aku,” sahut Rimbun lirih.“Sekarang tidurlah. Kamu perlu banyak istirahat. Maafkan aku, mungkin kamu kelelahan karena terlalu sibuk membantuku,” ucap Ken lembut.“Tidak juga. Penyakit ini memang sering kambuh kok,” jawab Rimbun santai.“Kalau bisa, mulai sekarang jangan kambuh lagi. Asal kamu mau menjaga pola hidup yang sehat dan bersih, penyakit ini akan menjauh darimu. Jadi setelah sembuh nanti, kamu harus pindah dari kos kumuh itu. Aku akan bantu carikan tempat tinggal yang lebih layak. Atau kalau kamu mau, kamu bisa tinggal di sini sesuka hatimu. Bagaimana?”Rimbun tersenyum kecil. “Kala

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 72. Membawa pulang ke rumah

    “Ke tempatku dulu.”“Rumah yang kemarin? Aku tidak mau, Tuan. Tidak enak dengan Nona Mutia dan Tuan Rendra. Aku takut merepotkan mereka. Lagipula Nona sedang sakit juga,” sahut Rimbun pelan, menolak.“Kamu benar. Tapi kamu ini sedang sakit, Rimbun. Tempat tinggalmu itu tidak baik untuk kesehatanmu saat ini.”“Tidak apa-apa, Tuan. Itu sudah cukup bagiku. Aku tidak mau merepotkan orang lain.”“Aku tidak akan tenang kalau kamu di sana. Siapa yang akan memperhatikan dan merawatmu? Aku tidak mungkin datang terus ke kostmu, sumpek di kamarmu itu. Belum lagi ibu kostmu yang galak,” ucap Ken dengan nada kesal tapi penuh khawatir.“Ya sudah, tidak perlu datang, aku biasa sendiri kok,” jawab Rimbun.“Tidak bisa, Rimbun. Aku khawatir.”Akhirnya Ken memutar kemudi, tidak jadi membawa Rimbun ke rumah Rendra, juga tidak mengantarnya ke kost. Ia melajukan mobil menuju tempat lain yang dianggap paling tepat untuk merawat Rimbun.Tak lama, mobil berhenti di depan sebuah bangunan luas bergaya modern. K

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 71. Sakit

    “Apa Rimbun tidak ada?”“Bun...!” Ken memanggil cukup keras sambil mengetuk pintu.Tak ada jawaban. Ia mencoba memutar gagang pintu dan ternyata tidak dikunci. Dengan hati-hati, Ken mengintip ke dalam. Ia mendapati Rimbun sedang meringkuk di kasur, masih terbungkus selimut tebal.“Astaga! Dia masih tidur?” gumam Ken, lalu masuk dan mendekat.“Rimbun?” Ia menarik selimut itu dengan kasar.Gadis itu terlonjak kaget, segera duduk dan mendekap tubuhnya sendiri sambil menatap Ken dengan panik.“Tuan... Tuan Ken! Selimutnya! Kembalikan selimutnya, aku... aku kedinginan,” ucap Rimbun terbata, tubuhnya bergetar menahan dingin.“Selimutnya, Tuan... tolong kembalikan,” pintanya lemah.Ken sempat terdiam. Tapi sesaat kemudian, ekspresinya berubah cemas. Ia baru menyadari sesuatu yang tidak beres.“Bun, kamu kenapa? Kamu sakit?” tanyanya, kini menunduk dan mendekat.Rimbun melirik sekilas, masih mendekap dirinya erat.“Dingin, Tuan. Dingin sekali. Maaf... aku tidak bisa berangkat bekerja hari ini

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status