Share

Bab 5. Pakaiannya harus diganti

Author: Any Anthika
last update Huling Na-update: 2025-08-28 08:46:09

Rendra melepas jaket kulitnya dan tanpa banyak bicara, menutupi tubuh Mutia dengan jaket itu. Satu lengannya melingkar di punggung wanita itu, lalu mengangkat tubuh Mutia ke pelukannya.

Mutia tidak melawan.

Rendra membuka pintu mobil dan meletakkannya perlahan di jok penumpang. Setelah memastikan tubuh Mutia bersandar dengan nyaman, Rendra menghidupkan mesin mobil dan melaju.

Perjalanan berlangsung dalam diam. Hujan mengetuk atap mobil, tapi di dalam hanya ada keheningan. Sesekali Rendra melirik, dan wajah Mutia semakin pucat. Napasnya tidak teratur.

“Mutia?” Rendra menyentuh lengannya.

Mutia tidak merespon.

“Mutia!” Dia menepuk pipinya pelan.

“Ya Tuhan… dia pingsan!”

Rendra menekan pedal gas lebih dalam, membelokkan mobilnya menuju rumah. Begitu sampai di halaman rumah, dia langsung meloncat turun dari mobil dan membopong Mutia masuk ke dalam, membawanya ke kamarnya sendiri.

Dia meletakkan Mutia di atas tempat tidur.

“Apa yang harus aku lakukan?” Rendra kebingungan.

Dia hampir menghubungi dokter pribadi, tapi mengurungkan niat. Lalu memilih untuk menekan nomor Ken.

“Ken, cepat ke kamarku.”

Ken disana terkejut. Ini pasti ada masalah serius!

Dia bahkan tidak bertanya dan langsung berlari ke kamar bos-nya.

Hanya beberapa detik, Ken langsung muncul di depan pintu

“Tuan, apa ada?”

“Ken, Mutia pingsan. Badannya dingin sekali.”

“Hah!” Ken tercengang dan langsung menoleh ke arah tempat tidur.

“Nona Mutia, kok bisa? Apa yang terjadi?”

“Aku menemukannya di bawah hujan.”

Tadi, Rendra terbangun. Dia tidak melihat Mutia dikamarnya. Dia turun untuk memeriksa kamar Mutia. Tapi seorang penjaga melapor, jika melihat Mutia berjalan keluar.

Rendra tidak sempat membangunkan Ken, dia langsung pergi sendiri untuk mencari Mutia. Dia khawatir Mutia akan mendapatkan masalah dengan suaminya karena pulang dalam keadaan seperti itu.

Ken mendekat dan memeriksa suhu tubuh Mutia dengan punggung tangannya.

“Kita butuh air hangat. Tuan harus bantu ganti bajunya. Kalau tidak, dia bisa demam.”

Rendra menegang.

“Dia bisa sakit kalau tidak diganti. Kalau Tuan tidak bisa, serahkan padaku.” Ken sudah mendekat.

“Biar aku saja.” Rendra menarik tangan Ken.

Sudut bibir Ken berkedut. “Oke. Kalau begitu, aku akan siapkan air hangatnya.”

Setelah Ken keluar, Rendra menutup pintu kamar. Dia kembali menatap Mutia yang tertidur dalam keadaan basah kuyup.

Jari-jarinya gemetaran saat menarik selimut dan berusaha mengganti pakaian Mutia dengan cara seaman mungkin. Semua dilakukan dari bawah selimut, tanpa menatap, tanpa menyentuh lebih dari yang perlu.

Beberapa jam yang lalu, tubuh wanita ini telah ia nikmati dengan sangat buas dan tanpa perasaan. Saat mengingat tentang itu, wajahnya memerah dan tubuhnya menegang.

Berkali-kali dia harus menarik nafas panjang, agar tidak terlalu tegang.

Setelah berhasil mengenakan pakaian kering untuk Mutia, dia bisa sedikit bernafas lega.

Dia melempar baju basah Mutia ke pojok ruangan.

Rendra duduk di tepi tempat tidur, menatap Mutia beberapa detik. Wajah wanita itu masih pucat, tapi nafasnya mulai stabil.

Suara ketukan pintu terdengar, Ken masuk dengan membawa baskom air hangat dan handuk kecil.

Tanpa mengatakan apapun, Ken meletakkan baskom itu di dekat Rendra dan dia pergi keluar dengan menutup pintu.

Setelah Ken pergi, Rendra mencelupkan handuk kecil, memerasnya pelan, lalu menempelkan ke dahi Mutia.

Matanya menangkap bekas memar di pipi Mutia. Bekas tamparan tangan itu masih baru.

Seperti ada batu besar yang tiba-tiba menimpa dadanya. Terasa sesak dan sakit.

Wanita ini sangat malang. Dia pasti telah diperlakukan tidak baik oleh suaminya. Dan… dia juga telah menjadi korban gairahnya malam ini.

Rendra mengusap wajahnya dengan kasar.

Hening.

Hanya detak jarum jam yang terdengar di kamar itu.

Lalu, perlahan terdengar Mutia mengerang kecil.

“Mutia, kamu sudah sadar?” Rendra mencondongkan tubuhnya.

Wanita itu membuka mata perlahan. Pandangannya buram. Begitu sadar penuh, dia mendongak dan langsung menatap Rendra.

“Anda yang menolongku?”

Rendra hanya mengangguk.

“Terima kasih,” tapi tiba-tiba saja mata Mutia melebar saat dia menyadari jika pakaiannya telah berganti dengan pakaian pria.

“Tuan… bajuku?” Wajahnya berubah merah padam.

Rendra langsung berdiri dan buru-buru berkata,“Bajumu basah kuyup. Jadi aku terpaksa menggantinya. Kalau tidak…”

Rendra menggaruk tengkuknya dan merasa sangat canggung, “Kamu bisa sakit.”

Mutia menunduk. Dia memang tidak biša menyalahkan Rendra. Dirumah ini memang tidak ada wanita selain dirinya. Tidak mungkin kan, Rendra akan menyuruh Ken atau pelayan pria untuk mengganti bajunya?

Tapi dia benar-benar sangat malu.

Untungnya, Rendra langsung keluar dari kamar. Jadi rasa canggung diantara keduanya agak berkurang.

Tapi tidak lama kemudian dia kembali masuk dengan membawa segelas susu hangat.

“Minumlah. Ini bisa membantumu lebih nyaman.”

Mutia menatapnya sekilas, lalu menerima gelas itu dan menyesap pelan.

“Istirahatlah dulu, kalau nanti kamu mau pulang, aku atau Ken bisa mengantarmu.” Kata Rendra.

Mutia menggeleng. “Tuan, sebentar lagi pagi. Bolehkah saya menginap disini? Saya tidak tahu harus menginap dimana. Saya… diusir suami saya.”

Rendra mengerutkan kedua alisnya, “Kenapa? Apa dia tahu kalau…”

Mutia langsung menjawab, “Tidak, tidak. Bukan itu. Dia hanya marah karena saya pulang sangat terlambat dan… dan tidak membawa bahan untuk memasak.”

Rendra merasa sedikit lega. Dia mengira jika suami Mutia mengetahui kejadian itu. Tapi mendengar cerita Mutia, dia merasa marah pada suami Mutia.

“Jadi kamu diusir suamimu hanya karena hal itu?”

Mutia mengangguk perlahan.

Rendra menatap Mutia dengan perasaan campur aduk.

Suami macam apa itu? Dia membiarkan istrinya bekerja, tapi masih tega memperlakukannya seperti itu?

Tapi Rendra hanya mendengus,

“Baiklah, kamu tidur disini. Aku akan keluar.”

“Terima kasih, Tuan.”

Rendra hanya mengangguk, kemudian memutar tubuhnya. Dia berjalan menuju ruang tengah. Tubuhnya terhempas di sofa, tapi pikirannya jauh dari tenang.

Sebenarnya, apa yang terjadi dengan pernikahan Mutia?

Rendra menatap langit-langit, berapa kali dia mengusap wajahnya dengan kasar.

--

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 76. Natali Hamil

    “Tuan, kenapa?”Rimbun menoleh, merasa Ken tampak gelisah karena terus bergerak di tempat.“Tidak apa-apa. Jangan menoleh.” Ken menahan wajah Rimbun agar tetap menghadap ke depan.“Tuan, kamu terus bergerak. Apa kamu tidak nyaman?” Rimbun kembali menoleh dengan polos.“Jangan menatapku, Rimbun. Kamu ini…” Ken kembali mendorong wajahnya dengan sedikit jengkel.“Aku bisa menerkammu, tahu!” desis Ken dengan nada tertahan.“Menerkam? Maksudnya apa?” Rimbun mengerutkan kening bingung.“Ah, sudah diam! Jangan banyak bergerak!” Ken mendekatkan tubuhnya lebih rapat, membuat Rimbun tak bisa bergerak sama sekali.Sesaat, suasana menjadi hening. Hanya suara napas mereka yang terdengar, terasa begitu dekat dan menegangkan. Tangan Ken bergerak, tanpa sadar meremas lengan Rimbun.“Arg…!” tiba-tiba Ken berteriak kecil, membuat Rimbun terkejut.“Tuan, kenapa?” tanya Rimbun cepat.“Tidak… tidak apa-apa,” jawab Ken gugup, sama terkejutnya dengan suaranya sendiri.“Rimbun, sebaiknya kamu ke ranjang saja

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 75. Otong yang terusik

    Masih di tempat dan waktu yang sama.Rimbun sudah selesai mengelap tubuh bagian bawahnya. Ia kemudian berganti pakaian—setelan tidur yang baru dibeli Ken, lengkap dengan pakaian dalamnya yang juga dibelikan oleh pria itu. Sambil melirik ke arah Ken yang hanya tampak ujung kepalanya dari balik sofa, bibirnya tersenyum kecil.“Hihi…” Rimbun terkikik melihat pantulan dirinya di cermin. Lucu dan imut, seperti boneka Barbie versi sederhana, dengan pakaian tidur ala anak konglomerat.“Lucu banget aku. Jadi gemes sendiri. Gemes sama yang beliin bajunya,” gumamnya geli.Ia lalu melangkah ke kamar mandi untuk menggosok gigi, mencuci muka, dan melakukan ritual kecil khas perempuan. Namun, baru sebentar menyentuh air, tubuhnya sudah menggigil.“Heh, ternyata aku belum sembuh,” keluhnya sambil mendekap tubuh sendiri. Ia keluar dari kamar mandi dan berjalan menghampiri Ken.“Tuan!” panggilnya.Ken menoleh. Wajah gadis di depannya itu tersenyum manis—senyum yang sukses membuat detak jantungnya mela

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 74. Badannya penuh setrum!

    “Kamu pernah membeli ini? Artinya aku bukan wanita pertama yang kamu perhatikan?” tanya Rimbun dengan tatapan tajam.“Memang bukan. Astaga! Maksudnya—”“Dasar pria murahan! Playboy!” potong Rimbun ketus.“Eh, Rimbun, bukan begitu maksudku. Dengar dulu,” ucap Ken panik. “Wanita pertama yang aku perhatikan itu Nona Mutia. Aku harus menjaganya kalau Tuan Rendra sedang tidak bersamanya. Soal barang-barang wanita, aku memang pernah membelinya… maksudku, menemani Tuan Rendra membeli untuk Nona Mutia. Begitu.”“Aku tidak percaya!”“Sungguh, Rimbun. Kalau tidak percaya, kamu bisa tanya langsung ke mereka. Saat itu pertemuan pertama mereka. Tuan Rendra membawa Nona Mutia dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan. Karena dia tidak punya baju ganti, kami berdua terpaksa mencarikannya. Kami bahkan sempat berdebat di toko soal ukuran itu.”Ken menarik napas panjang. “Sejak saat itu, aku berpikir kalau suatu hari aku punya istri, aku harus tahu ukuran tubuhnya. Supaya tidak bingung kalau nanti har

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 73. Aku cintai kamu, Jelek!

    “Tidak mungkin. Tuan Rendra itu bos paling pengertian. Jadi kamu tidak perlu cemas. Cepat sembuh, supaya bisa kembali membantuku di kantor,” ucap Ken lembut sambil menggenggam jemarinya.Rimbun tersenyum tipis. “Terima kasih, Tuan Ken. Kamu sudah sangat baik padaku.”“Sudah kubilang, aku ini baik. Kamu saja yang belum mengenalku dengan benar,” jawab Ken sambil tersenyum hangat.“Iya, Tuan. Maafkan aku,” sahut Rimbun lirih.“Sekarang tidurlah. Kamu perlu banyak istirahat. Maafkan aku, mungkin kamu kelelahan karena terlalu sibuk membantuku,” ucap Ken lembut.“Tidak juga. Penyakit ini memang sering kambuh kok,” jawab Rimbun santai.“Kalau bisa, mulai sekarang jangan kambuh lagi. Asal kamu mau menjaga pola hidup yang sehat dan bersih, penyakit ini akan menjauh darimu. Jadi setelah sembuh nanti, kamu harus pindah dari kos kumuh itu. Aku akan bantu carikan tempat tinggal yang lebih layak. Atau kalau kamu mau, kamu bisa tinggal di sini sesuka hatimu. Bagaimana?”Rimbun tersenyum kecil. “Kala

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 72. Membawa pulang ke rumah

    “Ke tempatku dulu.”“Rumah yang kemarin? Aku tidak mau, Tuan. Tidak enak dengan Nona Mutia dan Tuan Rendra. Aku takut merepotkan mereka. Lagipula Nona sedang sakit juga,” sahut Rimbun pelan, menolak.“Kamu benar. Tapi kamu ini sedang sakit, Rimbun. Tempat tinggalmu itu tidak baik untuk kesehatanmu saat ini.”“Tidak apa-apa, Tuan. Itu sudah cukup bagiku. Aku tidak mau merepotkan orang lain.”“Aku tidak akan tenang kalau kamu di sana. Siapa yang akan memperhatikan dan merawatmu? Aku tidak mungkin datang terus ke kostmu, sumpek di kamarmu itu. Belum lagi ibu kostmu yang galak,” ucap Ken dengan nada kesal tapi penuh khawatir.“Ya sudah, tidak perlu datang, aku biasa sendiri kok,” jawab Rimbun.“Tidak bisa, Rimbun. Aku khawatir.”Akhirnya Ken memutar kemudi, tidak jadi membawa Rimbun ke rumah Rendra, juga tidak mengantarnya ke kost. Ia melajukan mobil menuju tempat lain yang dianggap paling tepat untuk merawat Rimbun.Tak lama, mobil berhenti di depan sebuah bangunan luas bergaya modern. K

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 71. Sakit

    “Apa Rimbun tidak ada?”“Bun...!” Ken memanggil cukup keras sambil mengetuk pintu.Tak ada jawaban. Ia mencoba memutar gagang pintu dan ternyata tidak dikunci. Dengan hati-hati, Ken mengintip ke dalam. Ia mendapati Rimbun sedang meringkuk di kasur, masih terbungkus selimut tebal.“Astaga! Dia masih tidur?” gumam Ken, lalu masuk dan mendekat.“Rimbun?” Ia menarik selimut itu dengan kasar.Gadis itu terlonjak kaget, segera duduk dan mendekap tubuhnya sendiri sambil menatap Ken dengan panik.“Tuan... Tuan Ken! Selimutnya! Kembalikan selimutnya, aku... aku kedinginan,” ucap Rimbun terbata, tubuhnya bergetar menahan dingin.“Selimutnya, Tuan... tolong kembalikan,” pintanya lemah.Ken sempat terdiam. Tapi sesaat kemudian, ekspresinya berubah cemas. Ia baru menyadari sesuatu yang tidak beres.“Bun, kamu kenapa? Kamu sakit?” tanyanya, kini menunduk dan mendekat.Rimbun melirik sekilas, masih mendekap dirinya erat.“Dingin, Tuan. Dingin sekali. Maaf... aku tidak bisa berangkat bekerja hari ini

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status