Share

Bab 7. Ukuran yang membingungkan

Author: Any Anthika
last update Last Updated: 2025-08-29 12:03:52

Setelah selesai mandi, Rendra langsung keluar. Kembali melihat Mutia yang sudah berganti baju dan celana training miliknya.

Mutia yang melihat Rendra memperhatikannya langsung menyilangkan kembali tangannya di depan dadanya.

Rendra hampir tertawa karena melihat penampilan Mutia yang aneh dengan bajunya yang kebesaran dan tanpa bra.

Wajah Mutia memerah karena malu, dia langsung membalikan tubuhnya.

Rendra tidak berkomentar apa-apa. Dia melangkah mendekati lemarinya dan segera memakai baju tanpa peduli ada Mutia di situ.

Setelahnya dia menoleh pada Mutia yang masih menunduk di pinggir ranjang. “Ayo pergi.”

Mutia langsung menoleh. "Saya tidak bisa keluar dari kamar sekalipun dengan keadaan begini, Tuan. Orang-orang akan menertawakan saya. Saya malu! Anda tidak bisa melihat bagaimana penampilan saya sekarang?"

Rendra berpikir sejenak, lalu kembali menatap Mutia. Melirik dua gumpalan yang masih saja terlihat meskipun Mutia sudah memakai baju miliknya.

'Benar juga.’

Jika dia keluar dalam keadaan seperti itu, itu hanya akan mengundang perhatian kaum pria di luar sana.

"Pakai jaket ini." Rendra melempar sebuah jaket pada Mutia.

"Kebesaran, Tuan." Protes Mutia setelah mencoba jaket pemberian Rendra.

"Kenapa tubuhmu kurus sekali sih? Kamu kurang makan ya?"

Mendengar itu, Mutia hanya menunduk saja.

"Ah..” Wanita ini benar-benar menyusahkannya.

“Baiklah. Aku akan mencarikannya untukmu. Diam di sini dan jangan keluar. Kamu akan mengundang nafsu para pelayan di rumah ini kalau keluar dengan keadaan seperti itu," ucap Rendra.

"Anda serius, Tuan?"

"Mau bagaimana lagi?”

Tidak ada wanita di sini yang bisa dia suruh.

Dia juga tidak mungkin menelpon karyawan kantor hanya untuk membelikan bra untuk Mutia kan?

Apa kata mereka nanti! Justru akan ada gosip murahan yang menyebar.

Kemudian melangkah keluar. Sebelum menutup pintu, Rendra menoleh kembali pada Mutia. "Jangan ke mana-mana dulu. Diam di sini dan tunggu aku."

Rendra melangkah keluar. Namun setibanya di depan mobilnya, Rendra menghubungi Ken terlebih dahulu.

Terlihat Ken berlari menyambutnya.

"Tuan. Anda sudah akan berangkat? Mari.” Ken membukakan pintu mobil.

Rendra langsung masuk, disusul Ken.

"Antar aku ke toko pakaian wanita."

"Anda tidak akan pergi ke kantor?" Ken mengerutkan alisnya.

Rendra menggeleng. "Sepertinya hari ini tidak. Aku akan mencari pakaian untuk Mutia dulu. Dia tidak punya ganti satupun. Pakaiannya semalam basah," jawab Rendra.

"Sekarang, anda perhatian sekali dengan wanita itu, Tuan. Atau karena semalam.."

"Dia memang tidak punya baju! Mataku bisa ternoda terus kalau kubiarkan seperti itu."

Ken tertawa mendengar ucapan Rendra.

"Tuan. Apa Anda menyukainya?"

Rendra menghela nafas dan menoleh "Apa begitu ya? Aku tidak pernah memikirkan wanita sebelum ini."

"Tapi dia istri orang, Tuan?" Ken menoleh, mencoba mengingatkan Rendra.

"Aku tahu. Tapi dia sudah mengambil semuanya dariku, Ken. Kamu tahu sendiri. Dan semalam... ah... otakku pun telah tercemar karena dia."

Ken kembali tertawa.

"Kamu jangan menertawakanku terus, Ken! Sebaiknya, kamu cari tahu, siapa suami Mutia. Aku penasaran dengan pria brengsek yang sudah tega memperlakukan Mutia seperti itu."

"Sepertinya Anda benar-benar jatuh cinta padanya," ucap Ken.

Rendra kembali menoleh, “Tidak tahu jatuh cinta atau tidak. Tapi kamu harus membantuku kali ini, Ken. Kita akan merebutnya dari suami brengseknya itu."

"Tuan! Anda serius?" Ken tercengang.

"Ya. Aku serius!"

"Baiklah. Apa pun itu. Asal Anda bahagia, aku siap membantumu. Kita akan mengambilnya segera."

Mereka berdua tertawa seperti gila.

Ken kemudian teringat, jika apa yang dialami Rendra saat ini sama persis seperti ayah Rendra dulu.

Ayah Rendra bahkan jatuh cinta pada istri orang yang sudah memiliki anak, lalu berhasil menikahinya dan hidup bahagia dengan kelahiran Rendra hingga kematian yang menjemput mereka.

Ken menghentikan mobilnya di depan sebuah toko khusus pakaian wanita. Mereka berdua kemudian turun dan melangkah masuk.

Seorang wanita muda pelayan toko langsung menyambut ramah mereka.

"Tuan! Anda ingin mencari apa? Silakan..!"

"Aku ingin membeli pakaian wanita. Baju tidur atau apa saja yang bisa dipakai wanita muda untuk bersantai di rumah. Tolong carikan. Dua lusin.!" ucap Rendra.

"Seperti apa contohnya, Tuan?" pelayan wanita itu bertanya lagi.

"Apa saja."

Pelayan wanita itu agak bingung.

"Sudah apa saja. Kalau cocok denganmu, bungkus saja," ucap Ken pada wanita itu.

"Ah, baiklah, Tuan." Wanita itu segera pergi untuk memilih baju.

"Eh, tunggu dulu!" Rendra kembali memanggil pelayan itu.

"Iya, Tuan. Apa ada yang lain lagi?"

"Sekalian itu... em... bra dan CD untuk wanita. Jangan lupa,"

"Ukurannya, Tuan?"

Saat ditanya mengenai ukuran, Rendra menyerngitkan keningnya. Akhirnya dia menoleh pada Ken yang malah cekikikan.

"Ken, kamu tahu ukurannya berapa?"

"Mana kutahu, Tuan. Anda yang sudah melihatnya semalam. Apa Anda tidak sempat mengukurnya?" ledek Ken.

"Sialan!" Rendra meninju bahu Ken.

"Ckk, ah... berapa ya?" Rendra mencoba mengingat-ingat.

"Aku tidak ingat. Sudahlah. Ukur dirimu saja. Sepertinya sama denganmu, hanya dia lebih kecil lagi tubuhnya," ucap Rendra pada pelayan wanita itu.

"Aneh sekali Tuan ini. Bukankah ini untuk istri Tuan? Masa iya, Tuan bisa tidak tahu ukuran badan istri sendiri?" Ucap pelayan wanita itu, dengan menahan tawa.

"Masalahnya mereka pengantin baru Nona." sahut Ken.

"Aku tidak sempat memperhatikannya Bodoh!" Seru Rendra.

"Masalahnya, bra itu jika kebesaran atau kekecilan tidak enak dipakainya, Tuan. Kenapa tidak membawa istri Tuan kemari, agar tidak salah ukuran? Atau, anda bisa menelponnya dulu." Pelayan wanita itu menjelaskan.

"Dia sedang sakit. Sudahlah, kenapa malah berdebat masalah bra sih? Membingungkan. Ukur saja milikmu. Sudah cepat!" Bentak Rendra.

Pelayan itu mengangguk segera.

"Baiklah, Tuan. Sebentar. Mau berapa biji?"bertanya kembali.

"Yang banyak!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 76. Natali Hamil

    “Tuan, kenapa?”Rimbun menoleh, merasa Ken tampak gelisah karena terus bergerak di tempat.“Tidak apa-apa. Jangan menoleh.” Ken menahan wajah Rimbun agar tetap menghadap ke depan.“Tuan, kamu terus bergerak. Apa kamu tidak nyaman?” Rimbun kembali menoleh dengan polos.“Jangan menatapku, Rimbun. Kamu ini…” Ken kembali mendorong wajahnya dengan sedikit jengkel.“Aku bisa menerkammu, tahu!” desis Ken dengan nada tertahan.“Menerkam? Maksudnya apa?” Rimbun mengerutkan kening bingung.“Ah, sudah diam! Jangan banyak bergerak!” Ken mendekatkan tubuhnya lebih rapat, membuat Rimbun tak bisa bergerak sama sekali.Sesaat, suasana menjadi hening. Hanya suara napas mereka yang terdengar, terasa begitu dekat dan menegangkan. Tangan Ken bergerak, tanpa sadar meremas lengan Rimbun.“Arg…!” tiba-tiba Ken berteriak kecil, membuat Rimbun terkejut.“Tuan, kenapa?” tanya Rimbun cepat.“Tidak… tidak apa-apa,” jawab Ken gugup, sama terkejutnya dengan suaranya sendiri.“Rimbun, sebaiknya kamu ke ranjang saja

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 75. Otong yang terusik

    Masih di tempat dan waktu yang sama.Rimbun sudah selesai mengelap tubuh bagian bawahnya. Ia kemudian berganti pakaian—setelan tidur yang baru dibeli Ken, lengkap dengan pakaian dalamnya yang juga dibelikan oleh pria itu. Sambil melirik ke arah Ken yang hanya tampak ujung kepalanya dari balik sofa, bibirnya tersenyum kecil.“Hihi…” Rimbun terkikik melihat pantulan dirinya di cermin. Lucu dan imut, seperti boneka Barbie versi sederhana, dengan pakaian tidur ala anak konglomerat.“Lucu banget aku. Jadi gemes sendiri. Gemes sama yang beliin bajunya,” gumamnya geli.Ia lalu melangkah ke kamar mandi untuk menggosok gigi, mencuci muka, dan melakukan ritual kecil khas perempuan. Namun, baru sebentar menyentuh air, tubuhnya sudah menggigil.“Heh, ternyata aku belum sembuh,” keluhnya sambil mendekap tubuh sendiri. Ia keluar dari kamar mandi dan berjalan menghampiri Ken.“Tuan!” panggilnya.Ken menoleh. Wajah gadis di depannya itu tersenyum manis—senyum yang sukses membuat detak jantungnya mela

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 74. Badannya penuh setrum!

    “Kamu pernah membeli ini? Artinya aku bukan wanita pertama yang kamu perhatikan?” tanya Rimbun dengan tatapan tajam.“Memang bukan. Astaga! Maksudnya—”“Dasar pria murahan! Playboy!” potong Rimbun ketus.“Eh, Rimbun, bukan begitu maksudku. Dengar dulu,” ucap Ken panik. “Wanita pertama yang aku perhatikan itu Nona Mutia. Aku harus menjaganya kalau Tuan Rendra sedang tidak bersamanya. Soal barang-barang wanita, aku memang pernah membelinya… maksudku, menemani Tuan Rendra membeli untuk Nona Mutia. Begitu.”“Aku tidak percaya!”“Sungguh, Rimbun. Kalau tidak percaya, kamu bisa tanya langsung ke mereka. Saat itu pertemuan pertama mereka. Tuan Rendra membawa Nona Mutia dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan. Karena dia tidak punya baju ganti, kami berdua terpaksa mencarikannya. Kami bahkan sempat berdebat di toko soal ukuran itu.”Ken menarik napas panjang. “Sejak saat itu, aku berpikir kalau suatu hari aku punya istri, aku harus tahu ukuran tubuhnya. Supaya tidak bingung kalau nanti har

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 73. Aku cintai kamu, Jelek!

    “Tidak mungkin. Tuan Rendra itu bos paling pengertian. Jadi kamu tidak perlu cemas. Cepat sembuh, supaya bisa kembali membantuku di kantor,” ucap Ken lembut sambil menggenggam jemarinya.Rimbun tersenyum tipis. “Terima kasih, Tuan Ken. Kamu sudah sangat baik padaku.”“Sudah kubilang, aku ini baik. Kamu saja yang belum mengenalku dengan benar,” jawab Ken sambil tersenyum hangat.“Iya, Tuan. Maafkan aku,” sahut Rimbun lirih.“Sekarang tidurlah. Kamu perlu banyak istirahat. Maafkan aku, mungkin kamu kelelahan karena terlalu sibuk membantuku,” ucap Ken lembut.“Tidak juga. Penyakit ini memang sering kambuh kok,” jawab Rimbun santai.“Kalau bisa, mulai sekarang jangan kambuh lagi. Asal kamu mau menjaga pola hidup yang sehat dan bersih, penyakit ini akan menjauh darimu. Jadi setelah sembuh nanti, kamu harus pindah dari kos kumuh itu. Aku akan bantu carikan tempat tinggal yang lebih layak. Atau kalau kamu mau, kamu bisa tinggal di sini sesuka hatimu. Bagaimana?”Rimbun tersenyum kecil. “Kala

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 72. Membawa pulang ke rumah

    “Ke tempatku dulu.”“Rumah yang kemarin? Aku tidak mau, Tuan. Tidak enak dengan Nona Mutia dan Tuan Rendra. Aku takut merepotkan mereka. Lagipula Nona sedang sakit juga,” sahut Rimbun pelan, menolak.“Kamu benar. Tapi kamu ini sedang sakit, Rimbun. Tempat tinggalmu itu tidak baik untuk kesehatanmu saat ini.”“Tidak apa-apa, Tuan. Itu sudah cukup bagiku. Aku tidak mau merepotkan orang lain.”“Aku tidak akan tenang kalau kamu di sana. Siapa yang akan memperhatikan dan merawatmu? Aku tidak mungkin datang terus ke kostmu, sumpek di kamarmu itu. Belum lagi ibu kostmu yang galak,” ucap Ken dengan nada kesal tapi penuh khawatir.“Ya sudah, tidak perlu datang, aku biasa sendiri kok,” jawab Rimbun.“Tidak bisa, Rimbun. Aku khawatir.”Akhirnya Ken memutar kemudi, tidak jadi membawa Rimbun ke rumah Rendra, juga tidak mengantarnya ke kost. Ia melajukan mobil menuju tempat lain yang dianggap paling tepat untuk merawat Rimbun.Tak lama, mobil berhenti di depan sebuah bangunan luas bergaya modern. K

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 71. Sakit

    “Apa Rimbun tidak ada?”“Bun...!” Ken memanggil cukup keras sambil mengetuk pintu.Tak ada jawaban. Ia mencoba memutar gagang pintu dan ternyata tidak dikunci. Dengan hati-hati, Ken mengintip ke dalam. Ia mendapati Rimbun sedang meringkuk di kasur, masih terbungkus selimut tebal.“Astaga! Dia masih tidur?” gumam Ken, lalu masuk dan mendekat.“Rimbun?” Ia menarik selimut itu dengan kasar.Gadis itu terlonjak kaget, segera duduk dan mendekap tubuhnya sendiri sambil menatap Ken dengan panik.“Tuan... Tuan Ken! Selimutnya! Kembalikan selimutnya, aku... aku kedinginan,” ucap Rimbun terbata, tubuhnya bergetar menahan dingin.“Selimutnya, Tuan... tolong kembalikan,” pintanya lemah.Ken sempat terdiam. Tapi sesaat kemudian, ekspresinya berubah cemas. Ia baru menyadari sesuatu yang tidak beres.“Bun, kamu kenapa? Kamu sakit?” tanyanya, kini menunduk dan mendekat.Rimbun melirik sekilas, masih mendekap dirinya erat.“Dingin, Tuan. Dingin sekali. Maaf... aku tidak bisa berangkat bekerja hari ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status