Share

Bab 8. Sudah biasa dipukul

Author: Any Anthika
last update Huling Na-update: 2025-08-31 15:31:17

Rendra sebenarnya merasa konyol.

Baru pertama ini di dalam hidupnya, dia membeli pakaian dalam untuk seorang wanita. Dia belum menikah! Tapi sudah memegang bra, dan… bahkan lainnya.

Ken tahu apa yang sedang dipikirkan bosnya lewat ekspresi wajahnya. Dia tidak bisa menahan diri dan tertawa.

Pada akhirnya, tawa Rendra juga ikut pecah.

"Tidak apa, Tuan. Hitung-hitung untuk pengalaman. Agar nanti tidak terkejut jika sudah menikah." Kata Ken.

"Astaga!” Rendra menarik nafas dalam-dalam. “Kita ini sedang kena musibah. Ini adalah masalah besar! Kenapa kamu malah tertawa? Apa kamu pikir ini lelucon?”

Ken mengerutkan alisnya.

“Anda juga ikut tertawa.”

Rendra mendengus. “Baiklah, cukup. Kita sedang dalam masalah serius.”

Ken mengangguk, sembari berusaha menahan tawa.

Sebenarnya benar, ini adalah masalah serius. Rendra telah memerkosa seorang wanita. Jika ini dilaporkan, maka bukan hanya Rendra akan masuk penjara , tapi reputasinya akan tercoreng.

Jika saja Mutia adalah single, mungkin masalah bisa diatasi dengan mudah. Kalau kedua pihak sama setuju, menikah saja. Maka masalah selesai.

Tapi masalah rumitnya adalah, Mutia sudah menikah.

Satu-satunya jalan adalah, jangan sampai suami Mutia mengetahuinya.

Sampai di depan rumah, Rendra buru-buru turun. Di bantu Ken, mereka masuk dengan membawa beberapa kardus.

"Eh, siapa suruh kamu masuk!" Rendra tiba-tiba menarik kerah baju Ken dari belakang.

Ken terkejut, tapi kemudian langsung tersadar. "Oh iya. Maaf. Hampir kebablasan." Ken menaruh kardus yang ia bawa di depan pintu kamar Rendra.

Rendra mengetuk pintu dahulu, kali ini dia ingat jika ada Mutia di kamarnya.

"Cepat pergi, Ken! Mutia tidak memakai BH. Kamu mau mengintip?" Rendra menoleh pada Ken yang masih berdiri di belakangnya.

"Hehe. Baiklah." Ken tertawa sambil menggaruk kepalanya kemudian pergi.

Pintu terbuka. Mutia sudah berdiri di balik pintu sambil memegang bantal di depan dadanya guna menutupi sesuatu yang terlihat menonjol dibalik kaosnya.

Rendra masuk dengan membawa kardus-kardus itu, lalu meletakannya di atas tempat tidur.

Mutia mengerutkan keningnya, “Tuan, apa ini?"

"Lihat saja sendiri." Jawab Rendra. Dia masih berdiri.

Mutia menaruh bantal yang dari tadi ia pegang. Tapi Rendra langsung berkata dengan terburu-buru, “ "E..e.. Pakai lagi, pakai lagi! Kamu mau mencemari mataku lagi ya?"

"Eh iya. Maaf, Tuan." Mutia tersipu, lalu segera meraih bantal itu kembali. Dengan satu tangannya ia membuka kardus itu untuk memeriksanya.

"Hah! Tuan. Anda membeli semua ini?"

"Kamu pikir siapa lagi? Ken? Mana mungkin?"

"Ini banyak sekali. Untuk apa? Anda menyuruh saya berdagang pakaian dalam?"

"Aku tidak tahu ukuran untukmu. Jadi aku membeli beberapa ukuran. Kamu bisa mencobanya semua."

Mutia menggeleng kepala.

"Sayang uangnya, Tuan. Berapa coba habisnya untuk semua ini. Mending untuk beli yang lain kan?"

"Kamu bisa menyimpannya untuk tahun depan."

"Tapi banyak yang kebesaran, Tuan!"

"Ckk, siapa tahu nanti kamu tumbuh gemuk. Makan yang banyak biar gemuk!" Rendra justru mengoceh.

"Sudah, cepat pakai! Mataku benar-benar ternoda!”

"Eh iya, Tuan." Mutia segera memilih Bra dan CD serta baju pembelian Rendra itu lalu segera ke kamar mandi dan berganti.

Saat Mutia keluar dengan gaun barunya, Rendra tercengang.

Wanita ini? Kenapa jadi cantik?

Sebelumnya, dimata Rendra, Mutia terlihat biasa saja. Tidak ada yang menarik dari wanita itu kecuali ketulusan dan kepolosannya.

Tapi saat ini, jika dilihat-lihat, wanita itu memang cantik. Bisa dikatakan sangat cantik malah. Hanya saja, mungkin karena tidak terawat, makanya terlihat biasa saja.

Mutia kemudian pamit untuk ke kamarnya. Setelah menyimpan bajunya, dia ke dapur untuk bekerja seperti biasa.

Saat tiba sore hari, dia menemui Rendra untuk berpamitan pulang.

Rendra yang sedang memeriksa beberapa dokumen langsung menoleh pada Mutia.

Biasanya, dia hanya akan mengangguk ketika Mutia berpamitan pulang. Tapi kali ini, entah kenapa dia merasa sedikit tidak nyaman.

Beberapa hal telah terjadi, mau tidak mau keadaan ikut berubah. Atmosfer dalam rumah ini seolah juga ikut berubah.

"Kamu mau pulang? Maksudmu ke rumah suamimu itu?"

Mutia mengangguk.

Rendra meletakan dokumen dan berdiri. Dia menatap Mutia dengan serius.

"Kamu masih mau pulang kesana setelah kamu di usir?"

Mutia menunduk, "Biar bagaimanapun juga, saya harus kembali kesana. Jika tidak, Suami saya akan semakin marah pada saya."

Rendra tertegun, "Jangan pulang hari ini. Aku khawatir suamimu masih marah padamu dan memukulmu."

"Tidak apa-apa, Tuan. Saya sudah biasa."

Rendra tercengang,"Biasa? Maksudmu, kamu biasa dipukul suamimu?"

Mutia mengangguk.

"Dan kamu tetap mau pulang?"

Mutia terdiam. Sebenarnya dia memang enggan untuk pulang. Kejadian semalam, dia benar-benar takut jika suaminya mengetahuinya.

Tapi, dia akan tinggal dimana? Tidak mungkin juga dia tinggal disini. Kejadian semalam saja, masih membuatkan cukup trauma.

"Saya harus pulang, Tuan? Saya perlu nomor telepon tetangga saya di kampung dan nomor rekeningnya. Saya menyimpannya di buku catatan saya. Tuan, saya…” Mutia menggantung kalimatnya karena ragu untuk mengatakannya.

Mata Rendra menyempit. “Kenapa? Katakan saja. Jangan takut.”

Setelah beberapa saat, Mutia akhirnya berkata meskipun dengan ragu-ragu, “Tuan, ayah saya perlu kiriman uang untuk biaya berobat. Bolehkah…”

“Hem. Ken akan mengantarmu. Pulanglah, ambil nomor rekening ayahmu. Aku akan memberimu gaji dimuka.”

Lebih tepatnya sebagai kompensasi, namun Rendra tidak sanggup untuk mengatakan hal itu. Itu bisa saja menyinggung perasaan Mutia.

Mutia berkedip, “Terima kasih, Tuan. Terima kasih.”

Rendra hanya mengangguk. Seharusnya dia yang berterima kasih karena Mutia tidak memperkarakan masalah semalam.

Sore itu, sesuai perintah Rendra, Ken mengantar Mutia pulang ke rumah suaminya.

Tapi Mutia meminta turun di persimpangan jalan dan meminta Ken untuk pulang saja.

Setelah sampai di rumah Dion, dia masuk dengan hati-hati.

Rumah itu terlihat sepi. Sepertinya Dion sedang di kamar, atau mungkin malam ini Dion tidak membawa Natali pulang.

Mutia buru-buru masuk ke kamarnya, mengambil sebuah kertas dari bawah kasurnya, kemudian mencatatnya di telapak tangannya sebelum mengantongi kertas itu.

Lalu dia segera pergi.

Tapi saat dia berada di ruangan depan, Mutia terkejut mendengar suara pintu di gedor dengan sangat keras. Mutia cepat-cepat membukanya.

Seorang pria bertubuh gempal menatap Mutia dengan galak.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 115. Akhirnya

    Hari-hari berlalu sangat lambat bagi mereka. Baik Rendra maupun Ken sama-sama gelisah menunggu setiap bulan yang terus mereka lewati.Ada sedikit kekhawatiran yang tak bisa diabaikan dari hati Rendra: kalau bayi yang dikandung Mutia nanti perempuan, siapa yang akan menjadi penerusnya? Sementara Ken sudah pernah berjanji, bila Rendra tidak berhasil memiliki seorang putra, meskipun Ken sendiri memiliki putra, ia tetap tidak akan menjadikannya penerus perusahaan Dwintara.Ken sudah bersumpah untuk setia berdiri di sisi Rendra, bahkan untuk urusan keturunan. Dalam arti, apa pun yang terjadi, ia akan tetap berada di samping, bukan di depan.Hingga akhirnya, hari yang mereka tunggu benar-benar tiba.Tibalah waktunya Rimbun menjalani operasi caesar yang sudah disepakati sejak awal.Operasi berjalan lancar tanpa hambatan. Dan mengejutkan semua orang, tiga bayi kembar milik Ken ternyata semuanya adalah bayi laki-laki!Senyum kebahagiaan benar-benar terukir jelas di ujung bibir Ken dan Rendra.

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 114. Ternyata bayi kembar

    Mereka sudah berada di ruang khusus rumah sakit. Rendra dan Mutia menunggu di luar, sementara Ken dan Rimbun berada di dalam ruang pemeriksaan.Dokter mulai melakukan USG pada kandungan Rimbun. Setelah beberapa saat, dokter wanita itu menoleh pada Ken yang duduk di ujung ranjang, dekat kaki Rimbun."Ada apa dengan istriku, Dok?" Ken cepat berdiri dan mendekat.Dokter tersenyum."Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Tuan Ken.""Jadi istriku benar-benar hamil?" Ken bertanya lagi, kali ini dengan suara lebih tegang."Tentu saja. Istri Anda benar-benar hamil, hanya saja…""Hanya apa, Dok?" Ken mulai gelisah."Nona Rimbun mengandung bayi kembar tiga sekaligus. Ini luar biasa, Tuan!" Dokter tampak benar-benar kagum."Hah? Apa?" Ken tercengang. Rimbun yang masih berbaring pun langsung menoleh cepat."Lihat, Tuan. Ada tiga janin di dalam rahim Nona," ujar dokter sambil menunjuk monitor USG portabel 4D."Jadi istriku… hamil bayi kembar tiga?" Ken masih tak percaya."Benar, Tuan. Itu sebabnya pe

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 113. Rimbun tidak Hamil?

    "Jadi usia Fic sekarang belum mencapai delapan belas tahun?" Mutia tercengang setelah mendengar cerita Rendra tentang Fic."Benar, Mutia. Mungkin karena didikan fisik dan mental yang begitu keras untuknya, membuat Fic tumbuh dua kali lebih matang dari usia sebenarnya."Mutia masih mengingat dengan jelas bagaimana Fic pernah menyelamatkannya. Tembakan pistol Fic sangat tepat, mengenai tangan Dion yang hampir saja melubangi perutnya. Lalu bagaimana Fic mengangkat tubuhnya dengan begitu mudah dan membawanya berlari menuju mobil untuk dibawa ke rumah sakit.Raut wajah Fic yang ketakutan dan sangat cemas itu masih terbayang jelas. Tangisannya kala itu menggambarkan betapa ia sebenarnya masih sangat muda.Fic menangisi Mutia sepanjang perjalanan. Takut istrinya Rendra itu tidak selamat, takut mendapat murka Rendra, dan takut kehilangan orang yang dianggapnya keluarga."Tapi Fic pernah mengatakan padaku kalau dia sudah di sini sejak orang tuamu masih ada?" tanya Mutia."Dia hanya bergurau, M

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 112. Fic

    "Mana bisa seperti itu? Kita susah payah memperjuangkan perusahaan itu. Sekarang kamu mau membiarkan perusahaan itu hilang begitu saja?" Ken mulai emosi."Bukan begitu, Bodoh! Itu hanya bayanganku kalau semua itu benar-benar terjadi. Makanya kamu harus berpikir, Ken! Kamu kan hebat dalam urusan memikirkan sesuatu. Ayo berpikir!" Rendra berdiri mengikuti Ken.Ken tertawa. Ia tahu Rendra hanya bercanda, lalu duduk kembali. Rendra ikut duduk.Keduanya terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Mereka mencari solusi agar perusahaan tetap berjalan stabil meski mereka tidak bisa hadir sepenuhnya, sementara para istri sedang ngidam parah dan tidak ingin ditinggal."Ah!" Ken tiba-tiba mengacungkan telunjuk."Kamu menemukan solusinya?" Rendra langsung menatap penuh harap."Tentu!""Bagaimana?""Hanya ada satu solusi yang tepat.""Apa, Ken? Cepat katakan!""Sudah saatnya dia ikut andil dalam perusahaan. Tidak sia-sia selama ini kita mendidiknya dengan baik. Sudah saatnya dia membuktikan kemamp

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 111. Ngidam!

    Bikin panik saja!Fic memilih pergi.Rendra menyeret langkahnya keluar rumah. Wajah terpaksa sangat terlihat, namun demi istri tercinta ia tetap melakukannya.Seorang penjaga menyapa. “Tuan Rendra, Anda akan keluar?”“Ah, iya.”“Tapi ini sudah malam,” ujarnya heran.“Aku tahu ini sudah malam!” Rendra melotot.“Ah, maksud saya… apa tidak sebaiknya Tuan Rendra ditemani seseorang? Tuan Ken mungkin?”Rendra hanya mendengus, sedikit melirik pintu sebelum menghampiri mobilnya.‘Lebih baik aku mengajak Ken saja.’Baru saja hendak menghubungi Ken, orang yang dimaksud sudah terlihat berjalan terburu-buru menuju mobil lain.“Ken!”Tangan Ken yang hampir membuka pintu mobil berhenti. Ia menoleh. “Tuan Rendra!”“Malam-malam begini kamu mau ke mana?” Rendra menghampirinya.“Kamu sendiri mau ke mana?” Ken balik bertanya.Ken mendengus. Ia menundukkan wajah sedih, menyandarkan punggungnya pada pintu mobil.“Rimbun ingin makan otak-otak.” Ia menoleh pada Rendra, yang langsung tergelak.“Belikanlah, K

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 110. Zat Cair Beracun!

    Ken tidak menjawab pertanyaan Rendra, malah menoleh pada istrinya.“Sayang, sejak kita menikah… aku tidak pernah melihat kamu datang bulan. Benarkah? Atau aku yang tidak tahu?”Mendengar pertanyaan Ken, Rendra spontan menoleh pada Mutia.“Mutia… bulan ini aku juga belum melihat kamu datang bulan?”Mutia mendongak, mencoba mengingat-ingat.“Iya, Rendra. Aku terlambat… sudah hampir satu minggu ini.”“Astaga! Benarkah?”“Seingatku begitu.”“Jadi maksudnya?” Rendra kini menoleh pada Ken.Ken masih menunggu jawaban dari Rimbun.“Sayang… kamu tidak haid?”“Terakhir aku datang bulan dua minggu sebelum kita menikah. Seharusnya aku sudah kedatangan tamu dua minggu yang lalu. Aku juga sudah terlambat sekitar dua mingguan… dan aku lupa!”Jawaban dua wanita itu membuat kedua pria itu sama-sama menepuk kepala.“Artinya… mereka bukan keracunan!” ucap Rendra.“Artinya, istriku hamil!” Ken hampir berteriak.“Tuan, Dokter sudah datang,” ucap Fic dari pintu.Semua menoleh. Dokter wanita itu masuk setel

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status