Zaki Aryawijaya dan Kania Ayu Prasetya adalah dua anak sekolah yang tanpa sadar mulai merasakan benih-benih cinta. Perasaan Kania tumbuh seiring dengan perhatian Zaki yang selalu ada untuknya, terutama saat mantan pacarnya, Galang, berselingkuh dan meninggalkannya dengan luka yang mendalam. Seiring berjalannya waktu, perasaan mereka pun semakin kuat, namun kebahagiaan yang mereka impikan tidak semudah yang mereka bayangkan. Galang, yang merasa dikhianati, terus berusaha memisahkan mereka karena niat balas dendam. Masalah-masalah lama semakin rumit, dan mereka terjebak dalam salah paham yang tidak kunjung selesai. Akhirnya, mereka terpaksa berpisah. Bertahun-tahun setelahnya, Zaki dan Kania bertemu kembali dengan kehidupan yang jauh berbeda. Zaki kini menjadi CEO sukses, sementara Kania berjuang untuk melamar pekerjaan di perusahaan Zaki. Tak disangka, pertemuan mereka menjadi titik awal konflik dan ketegangan yang baru. Akankah cinta mereka kembali bersemi di tengah perbedaan yang begitu besar? Atau akankah luka lama yang belum sembuh membuat semuanya semakin sulit? Zaki yang dulu penuh canda tawa kini menjadi sosok yang angkuh dan dingin. Apakah mereka masih bisa menemukan jalan menuju kebahagiaan?
Lihat lebih banyakPagi hari yang cerah, para siswa dan siswi SMA Negeri 1 Bandung bersiap untuk memulai pembelajaran mereka. Bu Sarah, selaku penghimpun mata pelajaran Bahasa Indonesia, jam pertama di kelas 12 MIPA 2. Pembelajaran mereka dimulai dengan khidmat dan penuh ketenangan sampai kedua sejoli yaitu Mahesa dan Zaki, datang mendobrak pintu kelas.
Mahesa dan Zaki mendobrak pintu dengan keras dan mematung setelah melihat Bu Sarah yang sedang mengajar dan menatap mereka berdua dengan tatapan tajam. Mahesa dan Zaki menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Selamat pagi, Bu Sarah cantik," celetuk mereka berdua. Memang Mahesa dan Zaki terkenal nakal dan penuh drama di kelas 12 MIPA 2. Bu Sarah mengambil penggaris sepanjang kedua kaki mereka, sangat panjang. "Dari mana aja kalian berdua?" Pertanyaan penuh penekanan Bu Sarah mengintimidasi. "Anu, Bu..." Mahesa menatap Bu Sarah dengan takut. Seisi kelas terasa tegang sampai kepada Zaki yang mengeluarkan trik Mokondo-nya. "Bu, ini seikat bunga untuk Ibu Guru kami tercinta. Jujur, Bu, kami telat bukan tanpa alasan, tentu saja alasan yang sangat berharga untuk kami... Seingat kami, Ibu telah berulang tahun 2 bulan yang lalu. Kami merasa harus memberikan Ibu kejutan dan hadiah." Ucap Zaki si dramatic dengan mimik wajah so pangeran kodok, menyerahkan seikat bunga yang tadi ia ambil dari belakang sekolah. Mahesa mengerti dengan trik Zaki dan ikut berpadu. "Bunga ini untuk Ibu tercinta, bahagia selalu Ibu." Bu Sarah sebagai salah satu guru yang pecinta murid pun menerima seikat bunga itu tanpa curiga dari mana dapatnya. "Wah, baik sekali. Untung saya belum menghukum kalian..." Seisi kelas menganga dengan apa yang dilakukan Zaki, begitu juga dengan Mahesa yang berada tepat di sampingnya. "Keren banget lo, bro," bisik Mahesa. "Gue kece dari lahir, kece!" Timpalnya. Bu Sarah pun mempersilakan mereka berdua untuk duduk, dan semuanya kembali baik-baik saja. Tak lama kemudian, bel istirahat berbunyi. Zaki mendapatkan notifikasi pesan di HP-nya. Ada banyak pujian dan hinaan mengenai kemajuan dramatisnya. "Jangan dengarkan apa kata mereka, harus tetap optimis!" monolog Zaki sebagai tanggapan pesan-pesan itu, yang ia jadikan motivasi. "Zaki? Kamu Zaki kan?" Zaki mendongak melihat seorang perempuan berambut coklat sebahu yang memanggilnya. Zaki mengenalinya, dia adalah Kania dari 12 MIPA 1. "Ya, gue. Kenapa?" "Di panggil Pak Randi, disuruh ke BK," ucap Kania sambil menunggu jawaban Zaki. "Di suruh ke BK, mau ngapain?" Tanya Zaki dengan ekspresi malas tertera di wajahnya. "Ga tau, sana. Buruan, Pak Randi nungguin," ucap Kania seraya berjalan pergi. Zaki akhirnya bangkit dari duduknya dan pergi ke BK. Sesampainya di BK "Bapak manggil saya?" Pak Randi yang sedang duduk di sofa mempersilakan Zaki untuk duduk di sampingnya. "Iya, Zaki. Kamu kan yang merusak taman belakang sekolah. Kenapa kamu lakukan itu, nak?" Zaki tersenyum kecut. Pak Randi adalah guru lemah lembut bak sang ayah di sekolah ini, tapi juga sangat tegas. "Saya tidak rusak, Pak. Melainkan saya memanfaatkan keindahannya," ucap Zaki setelah beberapa menit terdiam. "Maksud kamu gimana?"tanya pak randi penasaran "Saya kan tahu Bu Sarah 2 bulan lalu ulang tahun, tapi saya tidak sempat memberi hadiah. Jadi, saya mengambil bunga disana, biar Bu Sarah tahu kalau bunga yang diambil dari sekolah sendiri itu cantik dan tulus." Pak Randi mengernyit. "Kalo buat Bapak, itu ga make sense sih, ki. Kamu kan bisa memberi yang lain." Jawaban Pak Randi membuat Zaki hanya tersenyum kecut lagi. Pak Randi pun berkata, "Zaki, kamu kan sudah kelas 12, jadi contoh yang baik buat adik kelas. Mulai sekarang, jangan banyak tingkah. Bentak lagi kamu lulus. Kalau sekali lagi kayak gitu, tunggu hukuman dari Pak Kepsek." Ucap Pak Randi dengan senyum gemoy mematikan. Zaki berjalan di lorong kelas dengan bersiul, tujuannya sekarang adalah pergi ke toilet. Saat berada di dalam toilet, Zaki mendengar obrolan laki-laki dan perempuan, membuat Zaki penasaran dan mencari asal suara. Zaki merasa suaranya ada di belakang toilet, kebetulan sekali ada kaca transparan yang bisa melihat keluar. "Itukan Galang 12 IPS 1," monolognya dengan suara pelan. Saat Zaki asik melihat kedua sejoli itu sedang bercanda ria di belakang toilet, tiba-tiba Mahesa datang menghampiri Zaki. "Shut..." Mahesa mengernyit bingung sebelum Zaki menunjuk ke arah luar. "Itukan pacarnya si Kania, ngapain dia sama cewek kelas kita berdua-duaan?" Bisik Mahesa. "Parah si," ucap Zaki dengan mata nyalang melihat keduanya. "Dah yu tinggalin aja keburu selesai nih waktu istirahat," ajak Mahesa sambil menarik pergelangan tangan Zaki agar berhenti melihat mereka dan pergi dari sana. Sesampainya di kantin, Zaki dan Mahesa memesan beberapa makanan. Zaki terlihat melamun memikirkan kejadian tadi, ia merasa ada perasaan tidak terima. Beberapa menit kemudian, pesanan mereka datang dan Galang menghampiri mereka untuk ikut bergabung. Galang memulai percakapan dengan menanyakan malam Minggu bakal nongkrong di rumahnya atau tidak. "Gak dulu ya, gue sibuk banyak tugas" jawab Mahesa dengan sikap seperti biasanya santai tanpa curiga apapun "Kalo lu gimana, Ki? Free kan?" Tanya Galang sambil menepuk pundak Zaki. Zaki merasa risih dan menyingkirkan tangan Galang dengan kasar. "Gue gak ada waktu" ucap Zaki ketus dan pergi dari sana, selera makannya hilang. Waktu pulang pun tiba, para siswa/i berlalu-lalang untuk pulang, sedangkan Kania menghampiri Galang sebelum pulang. "Galang! Hari ini kamu bisa ga nganter aku ke toko buku biasanya?" "Maaf, yang, ga bisa hari ini aku disuruh pulang cepet sama mama... maaf ya, sayang," ucap Galang dengan tak enak hati. Kania mengangguk paham dan pamit untuk pulang pada Galang. Interaksi itu tak sengaja dilihat oleh Zaki. "Dasar cowok sasimo," ucap Zaki sambil berjalan ke parkiran motor. Zaki mengendarai motornya pelan, dia sempat ke tempat bengkel abangnya sekitar jam 5. Dia pulang dari sana, hujan mulai turun dengan deras. Zaki menghela nafas saat mengendarai motornya. Penglihatan zaki tak sengaja menangkap sosok aneh dan kecil di dekat pohon beringin yang ada di sisi jalan. Zaki sempat merasa takut sampai sosok itu menoleh ke arahnya. "Jantungan gue lama-lama! Kania? Lu ngapain disini hujan-hujanan?" Kania dengan wajah asyiknya dengan dongkol menjawab, "Gue lagi mandi." Membuat Zaki terdiam serius dan turun dari motornya, dia melihat tubuh manusia boncel di depannya dari bawah sampai atas. "Sabunnya mana?" kania langsung mencak-mencak tidak jelas dan melemparkan tas sekolahnya ke trotoar untuk melepaskan amarahnya. "Gue ga mungkin kan hujan-hujanan dah jam 5 gini! Gila lo! Gue lagi nunggu taksi!" Ucap Kania nyolot dengan wajah yang terus diguyur hujan membuat dirinya terus mengusap wajahnya dan mencipratkannya ke arah Zaki. "Ngajak ribut kah?" Zaki melihat Kania di depannya prihatin. "Nebeng sama gue aja, dari pada nunggu taksi ga datang-dateng cancel aja," ucap Zaki dan menunggu jawaban dari Kania. "Emang boleh? Rumah kita beda arah," Zaki merasa kesal dengan jawaban yang diberikan Kania. "Gak boleh makanya gue tawarkan." Zaki langsung menarik tangan Kania untuk naik ke motor. Kania tidak punya pilihan lain selain bersyukur. Besoknya di sekolah, Kania tak sengaja berpapasan dengan Zaki di kantin. Kania ingat bahwa Zaki meminta semangkuk bakso sebagai ucapan terima kasih. "Nih bakso lu," Kania meletakkan baksonya di hadapan Zaki, dan Zaki menerimanya dengan senang hati. "Thanks ya," Zaki sengaja tersenyum begitu ramah ke arah Kania di depan Galang. Dalam sekilas, Zaki melihat ekspresi wajah Galang yang berubah. "Ay sini," pinta Galang pada Kania agar duduk di sampingnya, dan Kania pun menghampiri nya dengan sumringah bersambung...Kania menunduk sedikit, mendekatinya. Jemari lentiknya dengan hati-hati menyentuh rahang Arya, membuat pria itu menarik napas berat."Aku bisa bantu kamu," bisiknya. "Tapi kau harus membayar harga itu."Suara Kania bergetar samar, tapi sorot matanya menunjukkan tekad.Arya terpaku. Sekejap, ia menarik Kania kembali ke pangkuannya, dan sebelum Kania sempat berkata apa-apa, bibirnya sudah dicuri Arya—singkat, mengejutkan, namun penuh gejolak yang tak tertahan.Kania terhenyak, matanya membesar."Kau akan jadi milikku." bisik Arya tepat di telinganya, dengan nada rendah dan dalam.---Suara decitan ban mobil disusul benturan keras terdengar memecah suasana. "Brak!" Shelli terkejut, spontan menginjak rem. Matanya membelalak panik. “Gawat, aku menabrak seseorang…” gumamnya dengan suara gemetar, lalu menyembulkan kepala ke luar jendela. Tanpa pikir panjang, diliputi rasa takut dan ego, Shelli memilih kabur. Ia langsung tancap gas, meninggalkan lokasi kejadian.Tak disadari Shelli, aksi tab
Arya perlahan melepaskan cengkeramannya dari leher Shelli, menatap ke arah Kania yang masih berdiri terpaku. Kemarahannya tidak mereda — justru semakin membara.Tanpa berkata apa-apa, Arya berjalan cepat ke arah Kania. "Kenapa kau ada di tempat ini?!" tanyanya tajam dan penuh tekanan.Kania, yang masih terkejut, menatap Arya bingung. "Aku… aku cuma mengantar pesanan makanan,"ucapnya gugup, mencoba memahami situasi dirinya saat ini.Tangan Arya langsung meraih pergelangan tangan Kania dan menariknya menjauh dari lorong. "Hei! Lepaskan aku!" protes Kania, namun Arya tidak peduli.Tanpa menjelaskan apa-apa, Arya menyeret Kania ke sebuah kamar tamu VIP yang kosong di ujung lorong. Pintu terbuka dan keduanya masuk ke dalam — meninggalkan Shelli yang terpaku dengan wajah masam, dan lorong yang mulai terasa lebih dingin dari sebelumnya."Kau sangat beruntung!" Sahut Shelli dengan penuh amarah. Ia mengepalkan tangannya, berusaha menahan diri agar tidak bertindak lebih jauh. Namun, pikiran
Setelah 1 jam berlalu Shelli akhirnya mulai merasa sangat bosan hanya berdiam diri di ruang medis. Ia akhirnya memilih keluar dan berjalan menuju kantin. Di lorong, ia tak sengaja berpapasan dengan Liam. Namun, Liam hanya memandangnya sekilas dengan tatapan acuh dan melanjutkan langkah. Shelli memperhatikan Liam yang menerima telepon beberapa langkah darinya. Telinganya menangkap sepenggal kalimat, _"Laporan kesehatan Kania akan sampai lima menit lagi, ada kendala teknis sedikit."_ Shelli refleks menutup mulutnya dengan tangan. “Kania? Kenapa harus Kania lagi…” gumamnya kesal. Tanpa pikir panjang, Shelli bergegas keluar kantor dan menunggu di depan gedung. Lima menit kemudian, sebuah motor berhenti di pelataran. Seorang kurir turun dengan membawa amplop cokelat di tangannya. Shelli segera menghampirinya. “Permisi, apa Anda mengantarkan dokumen data kesehatan atas nama Kania?” Kurir itu mengangguk. “Iya, saya diminta menyerahkannya langsung ke Pak Arya.” Shelli berpura-pura te
Arya mengepalkan tangannya. Perasaannya belum sepenuhnya tersampaikan, namun Kania sudah pergi dengan sikap acuh. Dengan berat hati, Arya meninggalkan apartemen itu.Sesampainya di mobil, Arya menutup pintu dengan keras. Ia menghela napas panjang, lalu memukul setir mobilnya dengan frustasi.“Shelli... kau benar-benar harus diberi pelajaran!” geramnya sambil melajukan mobil dan menghilang di tengah lalu lintas kota.---*Keesokan harinya, di kantor Arya.*Arya memanggil Liam ke ruangannya dan memerintah dengan nada tegas, “Berikan semua pekerjaan Kania yang tertunda... kepada Shelli.”Liam hanya mengangguk singkat sebelum keluar dari ruangan dan menjalankan perintah atasannya.Tak lama, Shelli duduk di meja kerjanya dan terperanjat saat melihat setumpuk dokumen desain dengan nama Kania. Ia mengerutkan kening, lalu berdiri dengan wajah kesal. “Apa-apaan ini?!” serunya sambil menunjuk berkas-berkas itu, lalu menatap Liam tajam. “Aku nggak mau ngerjain ini!”Liam tersenyum tipis, tenang
Sebelum Shelli sempat melakukan hal yang sama, pintu lift terbuka, menandakan bahwa mereka sudah sampai. Para karyawan lainnya berbondong-bondong keluar, begitu juga Arya yang segera berjalan cepat, meninggalkan Shelli tanpa peduli padanya. Shelli berdiri terpaku sejenak, lalu segera mengikuti langkah Arya.Setibanya di luar, Arya masuk ke dalam mobil dengan langkah cepat, tampak jelas sekali sedang tidak ingin diganggu. Shelli mengikutinya dan duduk di kursi belakang, lalu Arya duduk di kursi depan tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.Tiba-tiba, suara Arya memecah keheningan. "Tadi kau sengaja melakukan itu?" tanya Arya dengan nada datar, suaranya sedikit terdengar jengkel, namun dia masih fokus pada ponselnya.Shelli pura-pura tidak mengerti dan menyembunyikan senyum liciknya. "Melakukan apa? Maksud Anda, saat saya tidak meminta izin pada Anda?" jawabnya, berusaha terdengar polos.Arya mendengus dan hampir tidak sabar menjawab, "Kau jelas-jelas--"Namun, ucapan Arya terputus
Arya melangkahkan kakinya meninggalkan apartemen. Kania, yang masih berada di lantai atas, penasaran dan mengintip ke luar dari balkon. "Jadi dia masih berhubungan dengan Shelli, ya?" gumam Kania dalam hati, sedikit cemburu meski dirinya sendiri tidak yakin mengapa perasaan itu muncul. *Aku mengharapkan apa sih?* pikir Kania, mencoba menenangkan dirinya. Setelah itu, Kania masuk kembali ke kamar, meski perasaannya sedikit terganggu.Tak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar, mengalihkan perhatian Kania. Dia turun dari lantai atas untuk melihat siapa yang datang.Ternyata para pelayan sudah datang. "Nyonya, kami menerima perintah untuk membereskan buah-buahan," ucap salah satu pelayan.Kania menatap mereka dengan sedikit bingung. "Arya yang menyuruhnya?" tanya Kania, merasa sedikit cemas.Mereka mengangguk serentak. "Betul, Nyonya," jawab salah satu pelayan."Baiklah, masuklah. Bereskan semuanya, dan jika kalian ingin mengambil beberapa, silakan," kata Kania sambil membuka pintu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen