“Erlangga, aku tidak mau berbohong. Kau sudah melakukan kesalahan fatal. Aku yang lebih bersalah, karena aku yang membawa Bunga kesini. Aku tau kau mencintainya, tapi kau sudah melakukan kesalahan yang sangat besar dan sulit dimaafkan. Apa hanya kepuasan yang kau inginkan? Kamu puas sudah mengalahkan ego kamu dengan menodai Bunga? Kenapa kamu tidak berfikir panjang Erlangga, berapa kali aku bilang, kontrol emosi. Emosi enggak akan menyelesaikan masalah.”Erlangga memegang kedua lengan Martha, “Kamu benar Martha, kesalahanku sangat besar. Tapi Bunga sudah menghinaku, kamu tahu persis’kan kejadiannya? Aku sebenarnya tidak mau menyakitinya, aku khilaf.”“Tapi kau telah melakukan kebodohan itu. dan Bunga tidak mungkin memaafkan kamu!”“Martha, tolong bawa Bunga dan Aini kembali padaku. Aku akan penuhi apapun permintaan kamu. Kamu mau apa, traveling ke eropa atau ke timur tengah. Aku akan penuhi semua yang kamu minta.”“Erlangga, aku tidak butuh semua itu. Aku hanya butuh ... cinta darimu,
Bunga, istri ketiga, gadis yang mampu meraih hatinya hanya dalam waktu satu malam. Ya, satu malam, pesonanya yang luar biasa membuat Erlangga bertekuk lutut pada gadis itu. Harapan begitu besar kepada istri ketiganya itu. Bersamanya berharap bisa mempunyai anak dari buah cinta keduanya. Satu-satunya istri yang mampu memenuhi kebutuhan biologisnya.Tak memungkiri, sebagai pria normal dan sangat ingin hasratnya tersalurkan. Ia juga sudah memenuhi seluruh kewajibannya, dan wajar saja kalau ingin mendapatkan haknya. Erlangga menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.Martha melepas pelukan perlahan. “Cukup, tangisan tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaiknya, sekarang kita cari solusi untuk langkah selanjutnya.”“Kak Martha benar.” Aini melepas pelukan Bunga. “Kamu tenang saja Bunga, Tante akan selalu ada di samping kamu. Sekarang, Tante mau bikin perhitungan sama Erlangga!” Aini beranjak dari tempat duduknya.“Kak Martha, tolong bantu Bunga memakai pakaiannya kembali dan to
Martha menatap punggung suaminya hingga menghilang dari balik pintu. Ia kasihan kepada suaminya. Penyesalan selalu datang terlambat, Erlangga pasti sangat bersedih. Namun tidak mungkin dua manusia ini berada dalam satu atap saat emosi menguasai hati dan fikiran mereka. Inilah yang terbaik untuk sementara.Martha akan berusaha menyatukan keluarga ini. Ia yakin suatu saat nanti keluarganya pasti bisa kembali bersatu dan bahagia seperti dulu. Badai pasti berlalu.*******Martha duduk di tepi ranjang lalu menyentuh lengan Bunga lembut, “Bunga, sekarang kamu mandi dulu. Setelah itu kita sholat berjama’ah untuk menenangkan hati kita.”Bunga menggeleng, Ia tidak ingin bertemu dengan pria yang sudah mencabik-cabik harga dirinya. “Bunga, sholat di kamar saja. Bunga enggak mau ketemu Dia.”“Erlangga sudah pergi, kamu bisa tenang sekarang. Ayo, tante bantu kamu.” Martha mengambil handuk yang ada di lemari pakaian dan menutup tubuh Bunga. Dengan penuh kasih sayang, Ia menuntun Bunga hingga masuk
Erlangga turun dari Taxi. Ia melangkah gontai menuju teras rumah. Tak satupun pakaian yang di bawa. Ia memencet bel dan menunduk lesu.Seorang wanita paruh baya membuka pintu dan terkejut melihat keadaan putra semata wayangnya. “Angga? Kamu kenapa, sayang? Apa yang terjadi?” Nyonya Irma terlihat begitu cemas. Ia memegang kedua pipi putranya.Erlangga menghambur kepelukan mamahnya dan menangis di bahu sang bunda. “Mah, Angga sudah menyakiti Aini dan Bunga, Mah.”“Maksud kamu apa, Angga?” Irma melepas pelukan dan menatap wajah anaknya yang bersimbah airmata.“Angga ... angga .... ““Ada apa sih ribut-ribut?” Hadi wijaya keluar dengan menenteng surat kabar ditangannya. Ia terkejut melihat putranya yang berhati besi itu menangis. Ia tidak suka melihatnya. Hadi wijaya sudah mendidik anaknya untuk menjadi seorang pemberani dan tak takut menghadapi apapun.Dan kini, dia memangis di hadapan mamahnya seperti anak kecil. Ini pasti gara-gara perempuan. Hanya dari situlah kelemahan Erlangga yang
Aini duduk termenung di teras rumah. Sudah seminggu suaminya meninggalkan rumah. Rumah ini terasa begitu sunyi. Perasaannya begitu gersang, tak ada keteduhan di sana. Apakah suaminya benar-benar meninggalkannya. Aini menyesal kenapa Ia harus terlalu terbawa emosi. Bagaimana kalau suaminya benar-benar pergi meninggalkannya.Rasanya tak akan sanggup hidup tanpa belaian suaminya yang begitu baik. Belum lagi tanggungjawab kepada keluarga Bunga yang harus Ia tanggung sendiri. Aini takkan sanggup mengambil alih semua sendiri.Selama ini suaminya yang selalu bertanggung jawab jika ada masalah mendera. Belum lagi untuk biaya sehari-hari, mau dapat darimana kalau suaminya benar-benar menceraikannya. Apa yang harus Ia lakukan nuntuk membuat suaminya kembali. Tidak mungkin Ia menghiba dan memohon belas Kasih suaminya.Aini menghela nafas dan menghembuskannya perlahan untuk mengurangi sedikit beban pikirannya.******Bunga masih menyendiri di kamar. Sudah hampir satu minggu Ia tidak mau makan. Bu
“Ya sudah, kamu ke kamar ya.” Jawab Aini.“Iya Mah.” Jawab Adel dan berlalu.“Kira-kira, Mereka mau apa ya Kak? Kok aku deg-degan ya? Pasti Mas Erlangga sudah cerita semuanya. Apa mungkin Mas Erlangga mau menceraikan kita semua dan mengusir kita dari rumah ini? Kok aku takut ya kak, kalau hal itu bakal terjadi.” Aini begitu gelisah. Jemarinya saling meremas.“Mudah-mudahan saja tidak. Aku yakin Erlangga menyayangi kita semua. Sekarang kita turun ya.” Martha menepuk-nepuk punggung Aini untuk menenangkannya.“Bunga, kamu juga turun ya.” Aini menatap Bunga.“Bunga enggak mau, Tante!” Airmatanya kembali menetes.“Tapi kita harus selesaikan masalah ini secepatnya. Kamu enggak usah takut, kami pasti melindungimu.” Martha mencoba membujuk Bunga.Walaupun dengan bersusah payah membujuknya, akhirnya Bunga mau juga turun. Mereka bertiga turun. Aini menatap wajah suaminya yang tak terawat. Ia kelihatan begitu kurus. Aini benar-benar sedih melihatnya.“Bagaimana kabar Mamah dan Papah?” Aini menco
“Cukup papah!”“Sudahlah jangan ribut.” Ilham mencoba menengahi. “Menurut Ilham, apa yang Om Hadi bicarakan itu ada benarnya. Segala sesuatu itu harus diniatkan secara baik. Kak Erlangga itu punya hak terhadap istri-istrinya, dan istrinya juga harus memberikan apa yang menjadi haknya. Kalau Kakak tidak menunaikan kewajibannya begitu juga sebaliknya kalian sama-sama berdosa. Kalau sudah meniatkan diri untuk menikah, ya harus siap untuk menjalankan hak dan kewajiban, karena seorang istri itu menjadi tempat berlindung dari syahwat suaminya. Kalau sampai istri tidak mau memenuhinya para malaikat akan melaknat mereka hingga di pagi hari. Dan suamipun akan bergentayangan untuk mencari pemuasan di luar sana. Apa kalian mau memetik penyakit dari suami yang mencari kepuasan di luar?”“Tuh dengerin adik kalian ngomong. Dia aja yang belum nikah tau.”“Ridho Alloh itu terletak pada Ridho suami. Ada sebuah hadist yang mengatakan bahwa siapa saja perempuan yang meninggal dunia sedangkan suaminya ri
Bunga menatap Papah mertua dan suaminya bergantian. Sorot matanya begitu tajam dan penuh amarah, “Kalian memang manusia yang tidak punya hati! Manusia-manusia busuk yang hanya menganggap seorang perempuan rendah. Dan Kamu Erlangga, kamu laki-laki terkutuk yang sudah menghancurkan hidupku! Setelah kamu puas mereguk maduku dengan paksa, kini dengan begitu mudahnya Kamu membuangku seperti seonggok sampah yang menjijikan! Aku membencimu seumur hidupku Erlangga! Aku benciiiii !!” Bunga menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Ia lalu berlari tanpa arah.“Bunga ... “ Martha hendak berlari untuk mengejarnya. Namun Hadi Wijaya mencegahnya.“Cukup Martha! Biar Erlangga yang mengejarnya. Ini sudah jadi urusan Dia dengan Bunga!”Martha mengurungkan niatnya.Tanpa berfikir panjang, Erlangga mengejar Bunga yang berlari menaiki anak tangga. Ia takut Bunga akan melakukan hal di luar nalarnya.Benar saja, Bunga sudah berada di bibir balkon dan bersiap untuk terjun bebas.“Bunga tunggu! tolong