Share

Panggil Aku Kakak

"Betul begitu, Erlan?" tanya Santika sambil tertawa.

"Melody masih muda, santai saja. Mama tidak buru-buru pengen punya cucu juga," sambungnya.

Bukan apa, dia hanya tidak ingin Melody yang masih muda itu harus kaget dengan putranya yang berusia jauh di atasnya. Di tambah lagi, tidak ada pemberitahuan sebelumnya jika dia ingin menjadikan Melody menantunya.

Beberapa kali bertemu dengan Melody, membuat Santika tertarik pada gadis itu. Dia pandai berbicara dan menarik hati lawan bicaranya, bahkan dia yang tidak mudah dekat dengan orang lain langsung tertarik dan nyaman saat pertama kali bertemu dengannya.

Benar kata mending menantunya, kalau Melody akan bisa menggantikan Liliana sebagai teman bicaranya. Sejak meninggalnya sang suami, Santika makin malas keluar rumah, konon katanya dia seorang introvet. Jika dulu dia masih berpergian untuk mendampingi suaminya, kini dia lebih banyak menyendiri dan hanya dengan Liliana saja dia berbagai cerita.

"Apaan sih, Ma. Itu privasi, jangan banyak bertanya soal itu. Lagipula siapa suruh menikahkan kami."

"Mama mau kamu ada yang menemani, kamu masih muda. Butuh sosok pendamping, istrimu sendiri yang memintanya," sahut Santika.

Erlan menghela nafas panjang. Padahal anak-anaknya juga tidak ingin dia menikah lagi. Dua anak perempuan dengan usia yang sudah dewasa, anak pertama baru lulus SMA dan adiknya baru lulus SMP. Mereka tidak mau kasih sayang papa mereka berpindah pada ibu tirinya.

"Anak-anak mana?" tanya Erlan mengalihkan pembicaraan.

"Pada minta sarapan di kamar," jawab Santika.

"Bukannya bikin damai tapi penikahan ini membuat keluarga ini dalam masalah," batin Erlan.

Mereka bertiga melanjutkan sarapan, dengan tenang.

"Ma, boleh aku melihat anak-anak." Melody meminta ijin pada mertuanya begitu suaminya sudah pergi meninggalkan meja makan.

"Mau membujuk mereka?" tanya Santika.

Melody mengangguk.

"Tidak perlu memaksakan diri, Nak. Mama yakin mereka akan menerima kehadiranmu suatu saat nanti." Santika membesarkan hati menantunya.

Melody tersenyum pada mertuanya. "Mungkin ini hari pertama Melody harus mulai mengambil hati mereka," sahut Melody.

"Pergilah, mereka tadi ada di kamar Faya," ucap Santika menyebut nama cucu sulungnya yang bernama Fayanna.

Melody beranjak pergi setelah mendapatkan ijin dari mertuanya. Gadis itu sudah tahu beberapa tempat penting di rumah ini, termasuk kamar kedua putri sambungnya. Kemarin saat masuk pertama kali ke rumah ini, dia langsung di beritahu sekilas kamar keduanya yang berada di lantai satu.

"Boleh aku masuk," pinta Melody meminta ijin, saat melihat pintu kamar Faya sedikit terbuka.

"Siapa?" Pertanyaan keluar dari seseorang di dalam sana.

Melody menyembulkan kepalanya dan tersenyum manis pada kedua anak tirinya. "Aku, Melody," jawab gadis itu.

Si bungsu Kaire terlihat tidak peduli, dan membuang muka setelah tahu siapa yang ada di depan pintu.

"Masuklah," jawab Faya.

Melody perlahan masuk ke dalam kamar Faya yang di dominasi warna biru muda, tidak seperti kamar anak perempuan pada umumnya yang berwarna pink. Kedua anak sambungannya sedang duduk bersama di atas tempat tidur yang cukup luas.

"Oma bilang kalian sarapan di kamar." Melody membuka percakapan.

"Suka-suka kami, ini rumah kami. Kami mau makan di kamar, di dapur, di taman, terserah kami, jangan coba-coba mengatur," ketus Kaire.

Melody tersenyum tapi hatinya terasa berat, semalam papa mereka yang menolaknya sekarang anak-anak.

"Duduklah," ucap Faya mempersilahkan Melody duduk.

Melody menarik kursi belajar yang ada di ruangan tersebut dan duduk tidak jauh dari ranjang.

"Kenapa kamu menikah dengan papa?" Tanya Faya.

"Entahlah, hal itu terjadi dengan tiba-tiba dan begitu saja. Bahkan aku tidak percaya jika sekarang aku sudah menjadi istri orang," jawab Melody apa adanya.

"Bagaimana bisa kamu mengatakan hal itu, kamu cinta pada papa atau pada hartanya!" Kali ini si bungsu Kaire yang bertanya.

"Tidak dua-duanya," jawab Melody.

Melody merasa sekarang sedang diintrogasi.

Kedua anak perempuan yang beranjak dewasa itu saling berpandangan.

"Oma kalian membutuhkan teman, lalu datang ke rumah orang tuaku dan memintaku menjadi menantunya. Apa kalian mau menjadi temanku juga? Kalian bisa memanggilku kakak."

"Lalu Papa?" cecar Kaire.

"Entahlah, papa kalian tidak butuh aku. Papa kalian tidak butuh istri, bujuklah dia untuk meninggalkanku," bisik Melody, sembari mencondongkan tubuhnya ke arah dua gadis remaja itu, seakan khawatir ada yang mendengarnya.

Lagi-lagi diu gadis itu berpandangan.

"Kamu bohong, kamu pasti gadis biasa yang berniat menjadi Cinderella di rumah ini, kan. Menikah dengan pria kaya yang matang, jika Papa tidak jatuh cinta sekarang pasti nanti dia akan jatuh cinta." Kali ini Fayanna yang berkata.

"Mana ada kisah seperti itu," sanggah Melody.

"Banyak!" Seru Fayanna.

"Dimana?" tanya Melody.

"Drakor!"

Melody tertawa mendengar jawaban Fayanna, ternyata gadis remaja itu menyukai drama dari negeri ginseng juga.

"Wah, kamu suka drama Korea? aku juga sangat menyukai drama itu. Kamu suka drama romantis, komedi, thriller, fantasi, atau horor? anya Melody mengalihkan pembicaraan.

Fayanna terdiam beberapa saat kemudian menjawab. "Aku suka semuanya tapi yang paling suka fantasi dan thriller."

"Aku juga suka fantasi, kalau drama yang menceritakan tentang penulis yang masuk ke dalam komik itu masuknya fantasi atau thriller, ya?" tanya melodi.

Sepertinya gadis itu mulai tahu bagaimana cara membangun kedekatan dengan Putri sulungnya, yaitu dengan berbagai cerita sesuatu yang sama-sama mereka sukai.

"Yang kisah dua dunia?" tanya fayana

Melodi mengangguk.

"Kalau itu sepertinya masuk ke fantasy. Aku juga suka."

"Sama aku juga suka, aku membayangkan bagaimana ceritanya bisa bertemu dengan idola kita. Semisal kita menyukai sesuatu tokoh di dalam komik lalu kita bisa bertemu dan jatuh cinta dengannya pasti seru. Aku suka sekali pemainnya dia tampan dan keren." Melody berbicara dengan antusias dengan mata berbinar-binar.

"Kamu sudah menikah, bagaimana bisa jatuh cinta pada tokoh dalam film. Papaku jauh lebih tampan dari pria itu!" Kaire berseru tidak suka dengan apa yang dibicarakan Melody.

"Tetap saja lebih tampan Presdir Kang," sahut Melody, menyebut nama tokoh dalam drama Korea yang dia bicarakan.

"Dia keren saat mengedipkan mata," sambung Melody, kukuh dengan pendapatannya. Berdebat dengan putri sambungnya bagai berdebat dengan teman.

"Lebih tampan Papa, kan, Kak?" tanya Kaire pada Faya, meminta dukungan pada kakaknya.

"Entahlah, kurasa lebih tampan Lee Jong-suk," jawab Faya.

"Kita sepaham," timpal Melody sembari mengangkat tangannya, mengajak Faya melakukan tos.

Lalu terdengar tawa keduanya bergema hingga keluar kamar membuat Santika penasaran dengan apa yang terjadi.

"Oma boleh ikutan masuk?" tanya Santika yang sudah berada di ambang pintu.

"Kalian ngapain, seru sekali," sambungnya bertanya.

"Ngomongin cowok ganteng, selain Papa," sahut Kaire dengan bibir mengerucut.

Dia si bungsu yang hingga sekarang masih dekat dengan papanya, yang tidak rela papanya dekat apalagi menikah dengan wanita lain selain mamanya. Sejak awal dia sudah bersikap jutek pada Melody, namun seperti sekarang dia mulai membuka hatinya.

"Siapa yang memulai?" tanya Santika penasaran.

"Kak Melody," jawab Faya.

"Kak?" Santika bertanya dengan dahi berkerut. Merasa aneh dengan panggilan Faya pada ibu sambungannya.

"Kami akan berteman, Ma. Nggak apa-apa kan aku di panggil kakak oleh mereka," terang Melody.

"Kalau kamu di panggil kakak, bisakah aku di panggil mama oleh mereka?" tanya Santika.

Tentu saja itu bukan hal yang benar-benar diinginkan, hanya sebuah candaan. Rumah itu mendadak ramai dengan keberadaan Melody.

Tawa mereka kembali bergema mendengar perkataan Sang Oma. Hingga membuat Erlan yang ada di lantai dua penasaran dengan kehebohan kedua putrinya. Dia tidak tahu jika yang membuat mereka begitu ceria di bawah sana adalah istri mudanya.

Pria itu bergegas turun dan ingin ikut bercanda dengan putrinya, menghilangkan penat karena memikirkan penikahannya.

"Boleh Papa ikutan bergab ...." Erlan menggantung kalimatnya, pria itu berhati melangkah saat melihat ada Melody di antara mereka.

Wanita yang sejak pertama datang sudah ditolaknya, tapi sepertinya kedua putrinya bisa menerima. Tidak seperti wanita-wanita lain yang pernah berusaha dekat dengannya sepeninggal Liliana.

🍁 🍁 🍁

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status