Share

Part 4

Penulis: Manda Azzahra
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-03 03:27:06

Daryan tidur dengan lelap saat aku masih berselancar di dunia maya. Sampai terdengar bunyi dering ponsel dari bawah kakinya. Aku mendekat untuk melihat siapa yang memanggilnya.

"Yan, bangun!" Aku menggoyang-goyangkan kaki panjang itu.

"Hem," sahutnya setengah sadar. Jam dinding sudah menunjukkan pukul satu dini hari. 

"Pulang sana. Ibumu khawatir."

"Hem." Dia tak peduli, lalu membalikkan badan memunggungiku.

"Ponselmu berbunyi. Dari ibumu."

Dengan malas dia berusaha untuk duduk. Mengacak-acak rambutnya sendiri. Dan itu terlihat menawan. Aku tersenyum tipis. Lalu menepis pikiran yang ada di dalam kepalaku.

"Cepat pulang!" perintahku. Dia menatapku sekilas, lalu tersenyum.

"Kau hanya kesal karena tidak kebagian tempat tidur, kan?" Dia berdecak.

         ~~~

"Choco boba satu." Suara itu terdengar dari kursi. 

Aku yang berada di balik booth container langsung melihat sumber suara. Merasa tak asing dengan suara itu. Aku menarik napas kesal setelah tahu siapa yang datang. Aku segera menuju keluar dan menghampirimya.

"Mau apa lagi? Bukankah hutangku sudah lunas? Pergi saja. Aku tak mau lagi kau membuat keributan di sini." Aku mendorong dadanya dengan jari telunjukku.

Dia tak bergerak dari tempatnya berdiri. Seolah tak terganggu dengan reaksiku. Tetap membiarkan jariku menyentuh jaket denimnya.

Ren. Dia muncul kembali meski aku telah melunasi hutang padanya. Jujur aku malu selalu berdebat dengannya. Sikap emosionalku kadang tidak bisa terkontrol. Hingga terkadang kami terlibat adu mulut dan menjadi perhatian orang-orang sekitar atau hanya lewat.

"Aku hanya memesan boba. Kau menjual itu, kan?" Dia beralasan. Pemuda jangkung itu bicara tanpa rasa bersalah.

"Aku tidak menjualnya padamu. Cari saja tempat lain."

"Kenapa kau galak sekali?"

"Jadi aku harus bersikap bagaimana lagi dengan lintah darat sepertimu, ha? Kau pasti punya maksud lain selain minum boba-ku. Tidak perlu berbasa-basi lagi. Sekarang katakan, mau apa kau ke sini?"

Sebenarnya perasaanku sedikit cemas. Takut kalau Ayah berulah lagi. Bisa saja dia kembali meminjam uang setelah kuberi tahu bahwa hutangnya sudah lunas. Lebih parahnya lagi dia membuat lapak usahaku sebagai jaminannya.

Pria bertopi itu merogoh sesuatu dari balik pinggangnya. Lalu mengeluarkan sebuah amplop. Dia menarik paksa tanganku dan meletakkan benda tadi ke dalamnya.

Apa-apaan ini. Bukankah ini uang yang aku bayarkan kemarin? Kenapa dia mengembalikannya?

"Apa maksudmu?" Aku menarik kembali tanganku. Otomatis amplop itu ikut terseret.

"Kembalikan uang itu pada siapa kau meminjam. Jaminanmu sudah aku kembalikan. Kau tak perlu buru-buru lagi membayarnya. Cicil saja seperti biasa."

Aku memang membayar hutangku seminggu sekali. Karena takut bunganya akan terus bertambah. Pria licik ini selalu saja menakut-nakutiku dengan bunga yang terus bertambah setiap harinya. Karena begitu katanya kesepakatan dengan Ayah.

Dia bahkan ingin datang setiap hari seperti petugas koperasi keliling. Namun aku tetap meminta kelonggaran agar dia tak melakukan itu.

"Kau sudah gila, ya? Kenapa kau lakukan ini? Kau sudah dapatkan kembali uangmu tanpa ada kerugian. Kau untung banyak. Karena yang berhutang adalah orang bodoh sepertiku. Kau puas?"

"Bisa tidak bicara tanpa perlu berteriak? Kau sendiri yang membuat perhatian orang tertuju padamu." Aku terdiam. Mana mungkin aku bisa bersikap tenang pada orang yang selalu saja meneror keluargaku.

"Lalu kenapa kau ingin aku terus berhutang padamu? Meski tanpa bunga?" Aku menyindir.

"Karena aku...."

"Katakan saja, brengsek!"

"Agar aku punya alasan bisa terus bertemu denganmu."

           ~~~~~

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 92 (Ending)

    Satu minggu sebelum pernikahan, Daryan muncul di ruko yang kini sudah menjelma menjadi kafe. Dimana orang-orang Ren yang bekerja, kini berpakaian rapi hingga menutupi tato-tato yang ada di tubuh mereka.Tak ada pegawai wanita di sini. Ren tak ingin aku tiba-tiba merajuk dan mendiamkannya karena tak sengaja melihatnya berbicara dengan mereka, meski hanya untuk urusan pekerjaan.Aku mengulum senyum mendengar keputusannya."Aku bukan pesuruhmu! Tanpa kau minta pun aku sudah menjaganya sejak dulu." Ren berucap lantang, saat Daryan bilang mengikhlaskan, dan memintanya menjagaku.Aku yang duduk di samping Ren hanya terdiam. Setidaknya Daryan tak lagi membahas tentang apa yang dia lakukan di rumahnya waktu itu. Dan Ren juga menepati janji untuk duduk dan berbicara baik-baik, tanpa ada lagi perkelahian.Dia tak perlu melakukan itu. Karena apa pun yang terjadi, Daryan tak akan mungkin bisa merebutku lagi.Daryan menghabiskan "strawberry boba" racikan

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 91

    Aku kembali memasuki kamar usai mandi. Melepas handuk yang masih melilit di kepala. Matahari mulai meninggi. Kulihat tubuh itu masih terbaring di atas ranjang. Tertidur pulas setelah terjaga semalaman.Matanya memicing, saat titik-titik air dari rambutku yang basah memercik ke wajahnya. Membuat wajah garang itu terlihat begitu lucu."Kau nakal sekali." Suara serak khas bangun tidur itu tersenyum memandangku."Kau juga sering melakukan ini padaku." Aku membela diri. "Cepatlah bangun, nanti kau terlambat.""Kenapa kau mandi duluan? Apa tidak lelah jika harus melakukannya berulang-ulang?""Apa maksudmu?""Maksudku?" Dia mengulangi ucapanku. "Maksudku, kau harus kembali membersihkan diri saat kita melakukannya sekali lagi."Dia langsung menarik tubuhku. Memasukkanku ke dalam selimut yang masih membalut tubuh polosnya."Eh, apa yang kau lakukan, Ren? Aku sudah mandi. Dan kau bau!" Aku meronta minta dilepaskan."Kita bis

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 90

    Ayah mengangkat wajah. Menatapku dengan pandangan sayu. Mungkin tak percaya aku bisa berbicara selembut ini.Menit kemudian dia menggeleng. Menolak ajakanku."Ayah di sini saja. Kontrak kerja ayah masih panjang. Kau lihat? Satu tahun ke depan gedung ini belum tentu siap. Ayah bisa hasilkan uang untuk biaya kuliah Adit dan juga mengganti semua uang yang kau berikan untuk membayar hutang-hutang ayah."Aku menggeleng kuat. Semakin terisak dengan ucapannya."Lagi pula, jika ayah masih tinggal di rumah, kau tak akan leluasa pulang ke sana. Kau pasti begitu membenci ayah, kan?"Tangisku semakin pecah. Tak menyangka ayah akan berpikiran seperti itu.Ucapan ayah sebenarnya tidak salah. Selama ini aku memang selalu berusaha menghindarinya. Tak ingin sering-sering terlibat perdebatan yang akhirnya membuatku kesal dan menangis.Ayah memundurkan kursi, lalu bangkit menuju sebuah dipan. Sepertinya mereka membuat itu sebagai tempat tidur. Kul

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 89

    Minggu pagi.Laman berita kembali memuat berita tentang kasus Jo. Satu persatu bukti dan saksi mulai terkuak. Akhirnya seseorang ditetapkan sebagai tersangka dan akhirnya tertangkap saat hendak melarikan diri ke luar kota.Mataku membesar, lalu segera keluar dan berlari menuruni anak tangga menuju lantai dua."Ren!"Dua orang di ruangan itu langsung menoleh ke arahku. Ren memutar bola mata ke atas, sudah terbiasa dengan kelancanganku yang selalu masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.Dia menggeleng pasrah, lalu meminta agar pria paruh baya yang duduk di seberang mejanya segera keluar."Kau sudah lihat beritanya? Pembunuhnya sudah tertangkap. Ayahku tidak bersalah. Ayahku bukan pembunuh, Ren." Aku melompat dan memeluk tubuhnya, kemudian melepaskan dan tersenyum.Ren mambalas senyumanku, lalu menganguk."Ayahmu juga sudah kembali. Dia di barak konstruksi sekarang. Kau ingin menemuinya?"Aku terdiam.

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 88

    "Kau jangan panik. Aku sudah menyuruh orang untuk mencari ayahmu. Setelah bertemu dia akan aman bersama mereka. Kau tak perlu cemas lagi.""Ren!" Aku membenamkan diri di dada bidangnya. Memeluk erat tubuh berotot itu.Begitu merasa bersalah dan jahat karena telah mencurigainya. Jadi apa yang dia katakan di kantor tadi adalah semata-mata hanya ingin melindungi ayahku saja."Harusnya kau tidak perlu tahu masalah ini. Lihatlah, kau semakin kacau saja." Ren mengangkat dan membawaku kembali dalam gendongan. Lalu berjalan menuju ranjang.Meletakkanku di sana, lalu duduk di sisiku."Maafkan aku, Ren. Aku telah menuduhmu yang bukan-bukan," sesalku, menatap wajah yang tadi sempat membuatku merasa takut."Ya. Sepertinya aku mulai terbiasa dengan semua ini. Memangnya kapan kau pernah berpikiran baik tentangku, ha? Kau terlihat sayang padaku hanya saat aku sedang sakit saja. Selebihnya kau lebih sering mengumpat dan memukuliku," rajuknya."Ren!" Aku langsung menerkam tubuhnya. "Kapan aku seperti

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 87

    Aku memandang Ren penuh tanya. Dia tak mengelak sedikit pun dengan tuduhanku. Apa dia akan mengakui semuanya?Aku langsung menepis tangannya dengan kasar, lalu berbalik memunggunginya. Menangis ketakutan. Lalu sebentar saja kurasakan tubuh itu merapat dan memelukku dari belakang."Maaf, kalau aku tak jujur sejak awal," bisiknya penuh sesal.Sontak hatiku semakin teriris mendengarnya. Dan selama itu pula aku telah menuduh Daryan yang melakukannya."Aku hanya tak ingin membuatmu cemas. Itu saja." Ren kembali merapatkan bibirnya di telingaku. Membuat sekujur tubuhku merinding dengan sikapnya."Aku akan membereskan semuanya. Kau tidak perlu takut. Orang-orang ayahku punya akses di kepolisian, bahkan pemerintahan. Kau tidak perlu cemas." Dia kembali meyakinkan."Aku akan menutupi semuanya. Tak akan ada yang masuk penjara. Terlepas dari itu, bukankah Jo memang pantas mati?" Suara itu seperti membenarkan perbuatannya.Membuat suasana hatiku semakin mencekam."Kau tenang saja. Ayahmu akan sel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status