Kisah cinta Maya, si gadis miskin yang diperebutkan dua pria kaya. Daryan, si lemah lembut dan juga baik hati. Sementara Ren, mencintai dengan caranya sendiri. Arogan, kasar, namun selalu ada tiap kali Maya butuh pertolongan. Kisah ini begitu lucu dan manis. Membuat siapa pun yang membaca akan senyum-senyum sendiri dibuatnya. Termasuk aku yang menuliskan kisah mereka.
view more"Tinggalkan Daryan! Seratus juta itu jadi milikmu." Wanita paruh baya bergaya elegan itu menunjuk amplop coklat di atas meja dengan dagunya.
"Ma--maaf, aku tidak mangerti maksud anda," jawabku dengan suara gugup.
"Ucapanku cukup jelas. Putraku hanya sedang tersesat hingga jatuh cinta pada gadis sepertimu. Saat dia sadar nanti, dia pasti akan segera meninggalkanmu begitu saja."
Aku terdiam. Ucapannya terasa begitu merendahkan harga diriku.
"Kalau anda berpikir seperti itu, kenapa malah memberikan uang? Kenapa tak menunggu saat itu tiba saja?"
Matanya menyipit. Merasa tertantang.
"Aku sedang berbaik hati padamu. Tak ingin kau terlanjur berharap. Nasibmu tidak semujur itu. Carilah pasangan yang pantas. Daryan berhak mendapatkan gadis yang sederajat dengannya."
Aku terdiam. Wanita ini berkata benar. Kisah Cinderella hanya ada dalam dongeng dan cerita fiksi romance. Bahkan para crazy rich sekarang sudah menjodohkan anak mereka sejak dalam kandungan.
"Kenapa tidak anda katakan saja hal itu pada Daryan? Maaf, tapi uang anda tidak bisa membeli perasaan saya."
Aku memundurkan kursi kafe, lalu bangkit hendak meninggalkannya.
"Aku tambah dua puluh juta. Katakan padanya kalau kau yang menyerah akan hubungan kalian. Kurasa dia akan mendengarkanmu."
Aku berdecih. Daryan pasti berusaha mati-matian mempertahankanku di hadapannya. Aku tak menggubris ucapan wanita arogan itu. Lalu kembali berbalik.
"Lima puluh juta. Atau kau tak akan mendapatkan apa pun, karena aku akan gunakan berbagai cara agar Daryan menjauhimu. Kau akan rugi besar, nona."
Aku menahan langkahku. Kemudian menarik sudut bibir. Lalu berbalik dan mengulurkan tangan padanya.
"Baiklah. Seratus lima puluh juta. Deal!"
***
"Dasar murahan! Kau melepaskanku hanya dengan uang segitu?" Pemuda itu mengamuk saat mengekor ke kamar kosku.
Aku tertawa pelan, sembari menghitung jumlah uang cash yang diberikan ibunya padaku. Selebihnya dia transfer ke rekening.
"Aku bilang satu milyar. Kau dengar? Sa-tu mil-yar. Itu hargaku!" Dia terlihat emosi.
"Sudahlah, Yan. Uang segini sudah terlalu banyak buatku. Seumur hidup dengan penghasilanku yang sekarang pun belum tentu bisa menabung uang sebanyak ini."
"Tapi aku terlihat murahan, May." Aku terkekeh geli mendengarnya.
"Kau pergilah. Jangan datang kemari lagi. Ibumu pasti akan mengawasi."
"Enak saja! Aku sudah membantumu mendapatkan uang dengan mudah. Kau mau mengusirku begitu saja?"
"Mudah katamu? Jantungku hampir copot saat berhadapan langsung dengan ibumu. Idemu sungguh gila."
"Aku melihat wajahmu berubah saat di kafe. Di bagian mana kata-kata ibuku yang menyinggung perasaanmu?"
Aku tertegun. Sekilas menatap wajahnya. Lalu mengalihkan pandangan.
"Tidak ada. Semua hanya akting. Apa terlihat meyakinkan?" Aku tertawa kecil.
"Harusnya kau bertahan sedikit lagi. Jual mahal sedikit saja. Setidaknya kau terlihat lebih memilih dan mempertahankanku."
"Kau tidak dengar ibumu bilang apa? Dia tidak akan menambah uangnya lagi. Semua rencana akan sia-sia."
"Tapi setidaknya pria tampan sepertiku tidak cuma seharga itu. Bahkan jam tangan yang kupakai lebih mahal dari harga diriku." Dia mengusap tengkuknya dengan bibir mengerucut.
Lucu sekali.
~~~
Aku berjalan memasuki kedai kopi. Berjalan menaiki anak tangga ruko menuju lantai dua. Pemuda yang sedang duduk bersandar di balik meja kerja itu langsung menurunkan kakinya yang tadi menyilang di atas meja.
"Kau? Di sini?" Dia tampak terkejut.
"Hutangku lunas. Berikan kwitansi dan juga surat rumah itu!" Aku melempar amplop berisi segepok uang ke atas meja.
Matanya membesar. Lalu meraih dan mengintip ke dalamnya.
"Dari mana kau dapatkan uang sebanyak ini?" Wajahnya berubah masam.
Satu minggu sebelum pernikahan, Daryan muncul di ruko yang kini sudah menjelma menjadi kafe. Dimana orang-orang Ren yang bekerja, kini berpakaian rapi hingga menutupi tato-tato yang ada di tubuh mereka.Tak ada pegawai wanita di sini. Ren tak ingin aku tiba-tiba merajuk dan mendiamkannya karena tak sengaja melihatnya berbicara dengan mereka, meski hanya untuk urusan pekerjaan.Aku mengulum senyum mendengar keputusannya."Aku bukan pesuruhmu! Tanpa kau minta pun aku sudah menjaganya sejak dulu." Ren berucap lantang, saat Daryan bilang mengikhlaskan, dan memintanya menjagaku.Aku yang duduk di samping Ren hanya terdiam. Setidaknya Daryan tak lagi membahas tentang apa yang dia lakukan di rumahnya waktu itu. Dan Ren juga menepati janji untuk duduk dan berbicara baik-baik, tanpa ada lagi perkelahian.Dia tak perlu melakukan itu. Karena apa pun yang terjadi, Daryan tak akan mungkin bisa merebutku lagi.Daryan menghabiskan "strawberry boba" racikan
Aku kembali memasuki kamar usai mandi. Melepas handuk yang masih melilit di kepala. Matahari mulai meninggi. Kulihat tubuh itu masih terbaring di atas ranjang. Tertidur pulas setelah terjaga semalaman.Matanya memicing, saat titik-titik air dari rambutku yang basah memercik ke wajahnya. Membuat wajah garang itu terlihat begitu lucu."Kau nakal sekali." Suara serak khas bangun tidur itu tersenyum memandangku."Kau juga sering melakukan ini padaku." Aku membela diri. "Cepatlah bangun, nanti kau terlambat.""Kenapa kau mandi duluan? Apa tidak lelah jika harus melakukannya berulang-ulang?""Apa maksudmu?""Maksudku?" Dia mengulangi ucapanku. "Maksudku, kau harus kembali membersihkan diri saat kita melakukannya sekali lagi."Dia langsung menarik tubuhku. Memasukkanku ke dalam selimut yang masih membalut tubuh polosnya."Eh, apa yang kau lakukan, Ren? Aku sudah mandi. Dan kau bau!" Aku meronta minta dilepaskan."Kita bis
Ayah mengangkat wajah. Menatapku dengan pandangan sayu. Mungkin tak percaya aku bisa berbicara selembut ini.Menit kemudian dia menggeleng. Menolak ajakanku."Ayah di sini saja. Kontrak kerja ayah masih panjang. Kau lihat? Satu tahun ke depan gedung ini belum tentu siap. Ayah bisa hasilkan uang untuk biaya kuliah Adit dan juga mengganti semua uang yang kau berikan untuk membayar hutang-hutang ayah."Aku menggeleng kuat. Semakin terisak dengan ucapannya."Lagi pula, jika ayah masih tinggal di rumah, kau tak akan leluasa pulang ke sana. Kau pasti begitu membenci ayah, kan?"Tangisku semakin pecah. Tak menyangka ayah akan berpikiran seperti itu.Ucapan ayah sebenarnya tidak salah. Selama ini aku memang selalu berusaha menghindarinya. Tak ingin sering-sering terlibat perdebatan yang akhirnya membuatku kesal dan menangis.Ayah memundurkan kursi, lalu bangkit menuju sebuah dipan. Sepertinya mereka membuat itu sebagai tempat tidur. Kul
Minggu pagi.Laman berita kembali memuat berita tentang kasus Jo. Satu persatu bukti dan saksi mulai terkuak. Akhirnya seseorang ditetapkan sebagai tersangka dan akhirnya tertangkap saat hendak melarikan diri ke luar kota.Mataku membesar, lalu segera keluar dan berlari menuruni anak tangga menuju lantai dua."Ren!"Dua orang di ruangan itu langsung menoleh ke arahku. Ren memutar bola mata ke atas, sudah terbiasa dengan kelancanganku yang selalu masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.Dia menggeleng pasrah, lalu meminta agar pria paruh baya yang duduk di seberang mejanya segera keluar."Kau sudah lihat beritanya? Pembunuhnya sudah tertangkap. Ayahku tidak bersalah. Ayahku bukan pembunuh, Ren." Aku melompat dan memeluk tubuhnya, kemudian melepaskan dan tersenyum.Ren mambalas senyumanku, lalu menganguk."Ayahmu juga sudah kembali. Dia di barak konstruksi sekarang. Kau ingin menemuinya?"Aku terdiam.
"Kau jangan panik. Aku sudah menyuruh orang untuk mencari ayahmu. Setelah bertemu dia akan aman bersama mereka. Kau tak perlu cemas lagi.""Ren!" Aku membenamkan diri di dada bidangnya. Memeluk erat tubuh berotot itu.Begitu merasa bersalah dan jahat karena telah mencurigainya. Jadi apa yang dia katakan di kantor tadi adalah semata-mata hanya ingin melindungi ayahku saja."Harusnya kau tidak perlu tahu masalah ini. Lihatlah, kau semakin kacau saja." Ren mengangkat dan membawaku kembali dalam gendongan. Lalu berjalan menuju ranjang.Meletakkanku di sana, lalu duduk di sisiku."Maafkan aku, Ren. Aku telah menuduhmu yang bukan-bukan," sesalku, menatap wajah yang tadi sempat membuatku merasa takut."Ya. Sepertinya aku mulai terbiasa dengan semua ini. Memangnya kapan kau pernah berpikiran baik tentangku, ha? Kau terlihat sayang padaku hanya saat aku sedang sakit saja. Selebihnya kau lebih sering mengumpat dan memukuliku," rajuknya."Ren!" Aku langsung menerkam tubuhnya. "Kapan aku seperti
Aku memandang Ren penuh tanya. Dia tak mengelak sedikit pun dengan tuduhanku. Apa dia akan mengakui semuanya?Aku langsung menepis tangannya dengan kasar, lalu berbalik memunggunginya. Menangis ketakutan. Lalu sebentar saja kurasakan tubuh itu merapat dan memelukku dari belakang."Maaf, kalau aku tak jujur sejak awal," bisiknya penuh sesal.Sontak hatiku semakin teriris mendengarnya. Dan selama itu pula aku telah menuduh Daryan yang melakukannya."Aku hanya tak ingin membuatmu cemas. Itu saja." Ren kembali merapatkan bibirnya di telingaku. Membuat sekujur tubuhku merinding dengan sikapnya."Aku akan membereskan semuanya. Kau tidak perlu takut. Orang-orang ayahku punya akses di kepolisian, bahkan pemerintahan. Kau tidak perlu cemas." Dia kembali meyakinkan."Aku akan menutupi semuanya. Tak akan ada yang masuk penjara. Terlepas dari itu, bukankah Jo memang pantas mati?" Suara itu seperti membenarkan perbuatannya.Membuat suasana hatiku semakin mencekam."Kau tenang saja. Ayahmu akan sel
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments