Share

ALAT PELUNAS HUTANG

Author: Sari N
last update Huling Na-update: 2023-08-19 08:46:45

"Apa? Tapi yang benar saja, Bu? Ide macam apa itu?" tanya Zahra kaget.

Sepulang kerja sore tadi, baru saja gadis ini melangkah masuk ke dalam rumah, kedua orang tuanya sudah menunggu dan menyambut di ruang tamu. Tanpa basa-basi sang ibu langsung mengatakan keputusan yang sudah diambil olehnya dan disepakati oleh ayah Daksa untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Sebuah jalan keluar yang nyatanya malah mengorbankan anak gadis satu-satunya tersebut. Tentu saja hal itu mengundang penolakan dari Zahra.

"Hanya ini satu-satunya cara agar kita bisa menyelamatkan rumah ini. Lagipula bukankah tadi pagi kamu bilang akan melakukan apa saja agar rumah ini tidak akan jatuh ke tangan orang lain?" ucap Ibu Lita sinis.

"Iya benar Bu. Aku memang mengatakan hal itu tapi bukan dengan cara seperti ini juga. Bagaimana bisa kalian mengambil keputusan untuk menjadikan aku sebagai alat pelunas hutang ayah. Itu sama saja kalian menjualku kepada pemilik bar itu. Aku tidak mau, Bu. Aku tidak mau," tegas Zahra. 

Gadis itu benar-benar tidak menyangka jika dirinya akan mendengar perkataan seperti ini dari sang ibu. Titik air mulai jatuh dari sudut matanya. Hatinya merasa sakit. Dia sangat percaya kepada ayah dan juga ibunya akan tetapi kenapa sekarang mereka malah melakukan hal ini?

Mendengar penolakan dari sang anak, membuat emosi  Ibu Lita meninggi. Matanya melotot tajam kepada sang anak tiri. Dia berjalan mendekati gadis itu. Dengan kasar, Ibu Lita mencengkram lengan Zahra. Sedikit menekannya hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.

"Lalu apa yang mau kamu lakukan. Tadi siang mereka sudah menghubungi ayahmu dan mengatakan untuk membawa barang-barang yang dibutuhkan dan segera pergi dari rumah ini. Karena besok lusa, mereka akan mulai melelang rumah ini," jelas Ibu Lita dengan sedikit berteriak. Dia mendorong tubuh Zahra. Gadis itu pun terhuyung mundur beberapa langkah.

"Apa? Tapi kenapa bisa secepat itu?" tanya Zahra tidak mengerti. Matanya menatap sang ibu dan juga sang ayah bergantian.

"Mau bagaimana lagi. Bukankah permainan orang kaya seperti ini sudah biasa mereka lakukan untuk menjerat laki-laki bodoh seperti ayahmu. Yang tidak pernah berpikir sebelum bertindak," balas Ibu Lita sambil memandang sinis ke arah sang suami.

Merasa mendapatkan tekanan dari sang istri, ayah Daksa pun berdiri dari duduknya. Wajahnya memerah dan matanya ikut melotot. Dia menatap ke arah wanita yang sudah dinikahinya bertahun-tahun silam itu.

"Siapa yang kamu panggil bodoh? Hati-hati dengan ucapanmu Lita. Aku ini tidak bodoh," teriak Ayah Daksa.

"Tidak bodoh katamu? Lalu apakah seorang kepala rumah tangga yang berani menjadikan rumah beserta isinya sebagai taruhan di atas meja judi dan kalah, bisa dikatakan sebagai orang pintar?" balas Ibu Lita tidak kalah tinggi.

"Halah, kamu marah-marah seperti ini karena aku kalah, kan? Seandainya saja aku menang, pasti kamu akan menari-nari dan berdandan menor sambil jalan-jalan keluar rumah. Menghabiskan semua uang yang sudah aku dapatkan dengan susah payah di meja judi semalaman," sindir ayah Daksa.

Zahra terus menatap pertengkaran kedua orang tuanya dalam diam. Di dalam otaknya terus berpikir apa yang harus dia lakukan agar rencana dari sang ibu yang akan menjadikan dirinya sebagai alat pelunas hutang itu bisa gagal.

"Tentu saja itu akan aku lakukan jika kamu menang. Bukankah itu memang sudah menjadi tugas seorang istri untuk menghabiskan semua uang yang didapatkan oleh suami? Tapi lihatlah sekarang kenyataannya. Kamu kalah, semuanya hancur. Dan aku sudah mengambil keputusan. Sang ayah yang berbuat ulah dan sang anak yang harus menebus semuanya," ucap Ibu Lita sambil menatap tajam ke arah Zahra.

"Bu, masih ada satu hari lagi besok kan? Aku akan mencoba untuk berbicara dengan pemilik bar itu agar bisa memberikan kita waktu. Jangan dulu mengambil keputusan seperti ini Bu," pinta Zahra.

"Tidak. Kalau kamu sampai melakukan hal itu, aku takut malah membuat pemilik bar itu marah dan akhirnya langsung mengusir kita saat itu juga. Lagipula mau sampai kapan kamu meminta waktu untuk melunasi semua hutang ayahmu yang jumlahnya sangat banyak itu? Tapi jika kamu membayarnya dengan tubuhmu, ibu yakin dia pasti akan setuju. Dan dalam sekejap mereka akan menghapuskan semua catatan hutang Daksa. Lalu kita juga tidak akan pernah kehilangan rumah ini untuk selamanya."

"Tapi, Bu…"

"Cukup Zahra. Ibu berkata padamu adalah untuk memberitahu keputusan Ibu. Bukan untuk meminta saran kepadamu. Jadi lakukan saja apa yang ibu perintahkan atau nikmati saja sisa umurmu dengan menangis melihat satu-satunya rumah peninggalan ibu kandungmu diambil alih orang lain. Selain itu, jika sampai itu terjadi, kamu tidak akan pernah  membayangkan apa yang bisa aku lakukan kepadamu karena sudah membuat hidupku menjadi miskin," ucap Ibu Lita. Zahra terdiam.

"Malam ini juga, aku akan menghubungi pemilik bar itu untuk mengakhiri semua masalah yang terjadi," ucap Ibu Lita kembali. Dengan dinginnya dia berjalan masuk menuju ke dalam kamar diikuti oleh sang suami.

"Ayah," panggil Zahra. Sang ayah berhenti dan menoleh.

"Apa?" ucap ayah Daksa tak bersemangat.

"Apa ayah bisa beritahu Ibu kalau ini bukan jalan satu-satunya yang bisa kita ambil? Kita bisa…"

"Sudahlah Zahra. Turuti saja kemauan ibumu. Hanya ini satu-satunya jalan agar kita bisa menyelamatkan rumah ini," jawab ayah Daksa.

Zahra sudah membuka mulutnya hendak berbicara lagi akan tetapi sang ayah mengangkat tangannya memberi isyarat agar anak gadisnya itu tidak berbicara lagi. Lalu laki-laki paruh baya itu berbalik dan kembali berjalan menuju ke dalam kamarnya. Meninggalkan Zahra yang masih bingung.

"Bagaimana ini?"

*** 

Suasana pagi yang cerah nyatanya tidak bisa membuat seorang gadis cantik bernama Zahra ceria. Bunyi burung bernyanyi serta kokok ayam yang bersahutan, nyatanya tidak bisa menyembuhkan hatinya yang masih terasa sakit. 

Zahra bangun dari tidurnya, membersihkan tubuh di kamar mandi lalu menyisir rambut panjangnya kemudian memoleskan make up tipis di wajahnya. Gadis itu duduk dalam diam menatap pantulan wajahnya di cermin. Dia terus bergumam dengan suara yang lirih.

"Zahra, apa yang akan kamu lakukan? Bagaimana kamu akan menghentikan rencana Ibu Lita?"

Setitik air mata kembali jatuh namun dengan segera dia mengusapnya. Gadis itu tidak bisa membayangkan bagaimana masa depannya jika apa yang diinginkan oleh sang ibu dapat terwujud.

Perlahan Zahra mulai melangkah keluar kamar menuju ke arah dapur dimana kedua orang tuanya sedang bersiap untuk sarapan. Gadis itu duduk di kursi yang sudah tersedia tanpa mau berkata apa-apa.

"Semalam ibu sudah menghubungi pemilik bar itu. Nanti sore dia akan datang ke rumah untuk bertemu denganmu. Jadi pastikan kamu bisa pulang tepat waktu!" titah sang Ibu.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
Be___mei
Semangat zahra ......
goodnovel comment avatar
Weka
duh, kasian amat si zahra
goodnovel comment avatar
Its Me
Ya ampun kesian amat Zahra
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • JERAT OBSESI SANG CEO KEJAM   AKHIR YANG BAHAGIA

    Tama berdiri di depan sebuah cermin besar di dalam salon tersebut. Rambutnya kini sudah sangat rapi dan juga pendek. Jambang dan kumis yang asalnya tebal, kini berubah menjadi tipis. Tak sadar, laki-laki itu pun tersenyum melihat penampilan barunya tersebut.“Bagaimana? Jadi terlihat segar kan?” tanya Zahra berjalan mendekati sang suami.“Hmm,” jawab laki-laki itu dengan jari tangan yang menyisir tipis rambut barunya.Zahra tersenyum. Dia lalu merangkul lengan sang suami dan menyandarkan kepalanya di sana.“Sekarang kamu tidak malu lagi jalan denganku, kan? Sekarang aku terlihat lebih muda,” ucap Tama memandang wajah sang istri dari balik cermin.Zahra mengangkat kepalanya untuk bisa mendongak melihat laki-laki itu. “Mas, sudah aku katakan, bukan? Aku tidak pernah malu untuk bersama denganmu. Aku tidak peduli dengan anggapan orang lain tentang kita. Karena sedih atau bahagia nya hubungan kita, kita sendiri yang tentukan dan kita sendiri yang rasakan. Bukan mereka.” Nada bicara Zahra

  • JERAT OBSESI SANG CEO KEJAM   PENAMPILAN BARU

    Sebuah restaurant seafood yang sangat terkenal di kota itu menjadi tujuan pertama mereka. Sebuah restaurant yang memiliki tiga lantai itu berukuran sangat luas. Zahra bahkan sampai menganga sesaat ketika dirinya menginjakkan kakinya di tempat tersebut. Berbagai gambar menu yang disajikan menjadi penghias dinding berwarna emas itu. Semuanya benar-benar tampak sangat menarik dan tentu saja menggugah selera.“Ini restaurant, kan?” tanya Zahra dengan mata yang terperanjat. Tama tersenyum lalu menarik tubuh sang istri agar lebih menempel dari sebelumnya.“Iya sayang. Ini restaurant seafood nomor satu di kota ini,” jelas laki-laki itu.“Hmm wajar saja. Penampakkannya sangat mewah layaknya sebuah istana seperti ini. Mungkin hanya masyarakat kalangan atas saja yang bisa datang kemari,” jawab Zahra. Kedua matanya masih menyapu semua ornamen yang melekat di dalam ruangan tersebut.Tama memajukan bibirnya lalu berbisik, “Kamu belum melihat spot paling mahal di restauran ini.”Zahra mengalihkan

  • JERAT OBSESI SANG CEO KEJAM   BULAN MADU

    “Bagaimana dokter?” tanya Tama. Laki-laki itu membantu sang istri duduk di kursi di sampingnya.Pagi itu Tama membawa Zahra untuk memeriksa kondisinya pasca pemukulan yang dilakukan oleh Nufa beberapa minggu yang lalu. Setelah melakukan proses pengecekan panjang, hari ini adalah hari terakhir mereka datang. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Tama memang sedikit berlebihan. Dia bahkan sampai memaksa sang dokter untuk memeriksa seluruh tubuh bagian dalam sang istri dengan berbagai alat.Awalnya dokter keluarga itu merasa bingung karena sesuai dengan apa yang dia ketahui, kecelakaan yang menimpa Zahra tidaklah separah itu. Akan tetapi mau bagaimana lagi. Dia tahu jika yang memintanya itu adalah CEO Kalingga’s Group. Seseorang yang paling tidak suka jika keinginannya dibantah. Apalagi ini menyangkut seseorang yang sangat laki-laki itu cintai.“Semua jenis pemeriksaan yang anda inginkan sudah kami lakukan, Tuan Tama. Dan hasilnya tetaplah sama. Nyonya Zahra baik-baik saja. Bahkan hasil dar

  • JERAT OBSESI SANG CEO KEJAM   SADAR

    Di dalam sebuah kamar yang memiliki ukuran cukup besar. Sinar matahari sudah mulai merambat masuk melewati kaca jendela yang memang sengaja dibuka. Walaupun demikian, wangi aroma terapi yang dipasang di dalam ruangan tersebut tidak memudar. Udara pagi yang sejuk mulai terasa menusuk di pori-pori kulit seseorang yang ada di dalam sana.Seorang gadis yang sejak semalam terbaring di atas kasur, matanya mulai mengerjap. Kelopak mata yang masih tertutup itu mulai menunjukkan sebuah pergerakan halus. Dan beberapa saat kemudian, Zahra membuka matanya dengan sempurna. Penglihatan yang awalnya kabur, perlahan berubah menjadi jelas. Namun demikian, kondisi tubuhnya yang masih sangat lemas, membuat wanita itu tidak bisa bergerak dengan bebas.“Di-dimana ini?” ucap wanita itu lirih. Mencoba untuk berpikir, membuat luka di bagian belakang kepalanya kembali terasa sakit. Membuat Zahra meringis kesakitan.Mendengar ada suara di dalam kamar sang majikan, pelayan yang ditugaskan untuk menjaga istri da

  • JERAT OBSESI SANG CEO KEJAM   MERUBAH BERKAS

    Pengacara Aldi masih diam menunduk. Dia bahkan tidak berani memandang Rey maupun Nufa yang selama ini menjadi atasannya. Sudut matanya hanya bisa melirik Tama yang duduk dengan tegak di sampingnya. Kedua tangannya dilipat di depan dada dengan sorot mata tajam yang langsung menembus jantung sang pengacara.Laki-laki itu menelan salivanya dengan kuat. Dia sadar jika dirinya kini sedang berada di tengah harimau dan singa. Entah mana yang harus dia pilih, yang jelas keduanya benar-benar sangat berbahaya baginya.“Pengacara Aldi,” panggil Rey kembali. Kali ini dengan nada suara yang sedikit naik.“I-iya tuan,” jawab pengacara Aldi terbata. Keringat dingin semakin terlihat jelas berseluncur di dahinya.“Ayo, keluarkan surat-surat itu! Surat yang menyatakan jika seluruh aset dan juga kekayaan Kalingga sudah jatuh ke tanganku,” titah Rey.“Benar pengacara. Ayo cepat tunjukkan pada laki-laki sok berkuasa ini. Cepat katakan jika sekarang dia sudah berubah menjadi tikus got yang tak memiliki apa

  • JERAT OBSESI SANG CEO KEJAM   AYO BUKTIKAN

    “Silahkan dokter?” ucap Tama. Dia langsung membawa Zahra pulang ke mansion dan meminta dokter keluarga untuk memeriksanya.Sang dokter melakukan pemeriksaan secara detail dan juga teliti. Dia tidak mau melakukan sebuah kesalahan apalagi ini menyangkut istri dari seorang CEO besar. Di sampingnya, Tama masih setia berdiri, memperhatikan sang istri yang masih terkulai tak berdaya. Pakaian yang semula berlumuran darah, sudah dia ganti. Tama melakukannya sendiri karena sejak kejadian Nufa, rasa kepercayaannya kepada para pelayan di mansion menjadi berkurang. Dia takut jika masih ada orang suruhan Rey yang tinggal disana. “Bagaimana, dokter?” tanya laki-laki itu saat melihat sang dokter sudah selesai memeriksa. Dokter tampan itu pun tersenyum.“Tidak apa-apa, Tuan Tama. Kondisi istri anda yang belum sadar, bukan karena ada kesalahan tapi memang itu akibat obat yang diberikan oleh dokter yang memeriksa sebelumnya,” jelas sang dokter keluarga. Tama menghela nafas lega.“Jadi, kira-kira kapan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status