Mendengar suara tembakan yang diluncurkan oleh senjata Tama, membuat ingatan Zahra kembali pada peristiwa beberapa minggu silam. Muka gadis itu seketika memucat membayangkan sang kekasih kembali bernasib sama dengan Satria. Dengan cepat dia mengalihkan pandangannya kepada laki-laki yang sudah menolongnya keluar dari mansion bak penjara milik Tama tersebut.“Tidak!” Zahra berteriak sekencang mungkin saat kedua matanya melihat Leo terjatuh, terbaring di jalan dengan kedua tangan yang memegang kakinya yang sudah berlumuran darah. Air matanya kembali terjatuh dengan sangat deras.Zahra berdiri dan berniat untuk berlari mendekati sang kekasih. Akan tetapi cengkraman keras Tama di lengannya membuat gadis itu tidak bisa melangkah sama sekali.“Tuan. Tolong lepaskan aku Tuan. Tuan, tolong bebaskan Kak Leo. Jangan sakiti Kak Leo. Kak Leo tidak bersalah. Ini semua salahku. Aku mohon tolong jangan sakiti Kak leo,” pinta Zahra dengan merintih. Kedua tangannya kembali dia satukan di depan dadanya.
Setelah Tama dan juga Rey pergi ke kantor, Zahra langsung membereskan semua peralatan makan pagi laki-laki itu. Dia yang sebelumnya lebih memilih untuk beristirahat ke dalam kamar jika Tama tidak ada di rumah, nyatanya kali ini dia tidak melakukan hal itu. Zahra lebih memilih untuk melakukan semua pekerjaan rumah walaupun itu bukan termasuk bagiannya. Mencuci perabotan yang kotor, menyapu, mengepel, bahkan merapikan kebun, gadis itu lakukan. Beberapa pelayan lainnya mencoba untuk menghentikan akan tetapi Zahra tidak peduli. Dia seperti orang kesurupan yang tidak ingin berhenti selain kerja, kerja dan kerja saja.Begitu banyak pekerjaan yang Zahra lakukan. Dia bahkan sampai lupa jika dirinya belum sarapan. Dari sejak pagi tak ada satupun makanan atau minuman yang masuk ke dalam tenggorokannya. Zahra seperti bertekad ingin menyakiti dirinya sendiri. Dan ternyata dia berhasil. Tepat disaat matahari sudah hampir mencapai puncaknya, Zahra yang saat itu sedang memotong rumput di halaman b
Beberapa menit kemudian, Tama dan juga Rey telah sampai di mansion. Mereka berdua langsung berjalan menuju kamar Zahra dimana gadis itu sedang beristirahat. Setelah tadi sempat tak sadarkan diri akan tetapi dia juga sempat siuman saat para pelayan lain berusaha membantunya. Dan kini wanita itu sedang berbaring di atas kasurnya, tertidur.Sebelum Tama membuka pintu kamar Zahra, laki-laki itu menghentikan langkahnya kemudian berbalik menghadap ke belakang dimana Rey masih berdiri dengan setia."Tunggu disini saja. Aku akan masuk sendiri," ucap Tama. Rey mengangguk.Laki-laki itu pun membuka pintu lalu masuk ke dalam kamar tersebut. Sejurus kemudian dia menutup kembali pintu itu seolah dirinya memang tak ingin diganggu sama sekali.Tama berjalan perlahan mendekati Zahra yang masih tertidur pulas. Sedikit mengelilingi ranjang berukuran sedang itu dengan tujuan ingin melihat sang gadis dari setiap sudut. Hal itu ditunjukkan dengan kedua matanya yang tak pernah lepas dari tubuh Zahra.Tiba-
Malam itu Zahra berjalan mengikuti Tama. Laki-laki itu mengajaknya ke suatu tempat yang masih merupakan bagian dari mansion tersebut. Akan tetapi Zahra tidak tahu kemana. Sambil berjalan di belakangnya, Zahra melihat pakaian Tama yang sangat berbeda. Celana hitam dengan beberapa saku dan juga sabuk perak yang memiliki ukuran lebih besar dari ukuran normal. Sebuah kaos yang dibalut dengan jaket kulit hitam. Dan juga leher yang terbalut sehelai syal. Tak lupa sepasang sepatu boot berwarna hitam."Dia mau mengajakku kemana malam-malam begini? Apa dia mau mengajakku naik kuda?" pikir Zahra melihat pakaian yang digunakan oleh laki-laki di depannya itu.Sesekali dia menunduk melihat pakaian yang dia kenakan. Sebuah celana panjang berwarna hitam dan baju rajut lengan panjang berwarna putih. "Hmm, semoga saja jangan berkuda," batin Zahra berucap lagi.Langkah mereka berdua terhenti di sebuah lapangan kecil yang dihiasi beberapa pepohonan di setiap sudutnya. Kening Zahra mengerut. Dia tidak
"Apakah… apakah Kak Leo baik-baik saja?" Dengan lirih dan sedikit takut, Zahra mencoba menanyakan kabar Leo. Terakhir kali dia melihat laki-laki itu adalah saat Tama menembak kakinya dan setelah itu dia tidak mendengar kabar tentang Leo lagi.Tama terdiam sejenak. Suasana sepi dan udara yang dingin terasa semakin menusuk masuk ke dalam pori-pori kulit. Zahra masih menatap punggung laki-laki itu. Beberapa saat kemudian, Tama membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Zahra. Dia menatap tajam wanita di depannya itu dan membuat Zahra seketika menunduk. Di dalam hatinya gadis itu merutuki dirinya sendiri karena sudah berani bertanya hal tersebut. Walaupun sebenarnya dia memang sangat mengkhawatirkan Leo akan tetapi dia juga tahu resikonya jika membuat Tama marah. Zahra menutup matanya saat merasakan laki-laki itu berjalan mendekatinya perlahan. Dia sudah siap menerima hukuman yang akan diberikan oleh Tama. Akan tetapi yang terjadi ternyata berbeda dari apa yang dibayangkannya. Setelah beb
Dengan tergesa, Zahra berjalan hendak menuju ke arah dapur. Dari sejak tadi, dia sangat penasaran dengan sosok wanita tua itu. Akan tetapi dilihat dari cara Nufa memberikan hormat, secara tidak langsung dia tahu jika wanita berkursi roda itu adalah salah satu atasan mereka. Akan tetapi yang tidak Zahra ketahui adalah ada hubungan apa wanita itu dengan Tama.Saat langkah kakinya menginjak ruang tengah mansion, gadis itu seketika berhenti. Dia sangat terkejut karena disana dirinya melihat semua pelayan di mansion itu sedang berbaris dengan sangat rapi."Ada apa ini?" gumam Zahra lirih.Tanpa membuang waktu lagi, gadis itu ikut berdiri masuk ke dalam barisan tersebut. Saat dia berdiri tegak, pandangan mata wanita tua di depannya langsung tertuju kepadanya. Sebuah tatapan tajam yang tak kalah dari mata Tama."Kamu…" Wanita tua itu mengarahkan jari telunjuknya ke arah Zahra. Membuat jantung gadis itu seolah berhenti berdetak."Kenapa dia memanggilku? Apa aku melakukan sebuah kesalahan?" gu
"Saya bekerja sudah lebih dari satu minggu tapi saya baru melihat anda hari ini. Apa anda tidak tinggal di mansion yang luas ini?" tanya Zahra. Ibu Naya menatap gadis itu dengan tatapan tajam. Gadis itu seketika menunduk."Apa aku salah bicara lagi ya? Kenapa wanita ini menatapku seperti itu?" batin Zahra.Perlahan Zahra mendongak untuk melihat wajah Ibu Naya. Jantung yang sebelumnya berdetak cepat kini kembali normal saat dia melihat wanita itu ternyata sedang tersenyum kepadanya. Gadis itu pun membalas dengan senyum manisnya."Saya tidak menyangka jika kamu akan bertanya seperti itu?" ucap Ibu Naya tenang. Zahra sedikit bingung."Maksud Nyonya?""Dari semua pelayan yang bekerja di mansion ini hanya kamu yang berani bertanya seperti itu. Biasanya mereka hanya mengangguk-ngangguk saja. Asalkan bisa mengerjakan tugas dengan baik, ya sudah, selesai. Mereka tidak peduli apapun yang terjadi di mansion ini," jelas Ibu Naya."Tolong maafkan saya Nyonya jika saya telah melakukan kesalahan,"
Pagi hari setelah sarapan, Ibu Naya dan juga Zahra berangkat keluar dari mansion untuk berjalan-jalan. Mereka diantar oleh seorang sopir pribadi yang dipekerjakan khusus oleh Tama untuk menjaga dan mengantarkan sang Ibu kemanapun beliau mau. Awalnya Zahra merasa ragu dengan apa yang sedang dia lakukan ini. Bukankah keluar dari mansion itu artinya dia melanggar peraturan yang sudah dibuat oleh Tama? Gadis itu terus berpikir kira-kira hukuman apa yang akan dia dapatkan kali ini.Bukan berarti dia sengaja melakukan hal ini. Dari semalam gadis itu sudah sangat gelisah. Ingin menghubungi Tama dan meminta izin, sayangnya ponsel miliknya sudah dihancurkan oleh Rey beberapa hari yang lalu. Dan saat dia akan menemui Nufa untuk meminta bantuannya, Zahra malah bertemu dengan Ibu Naya. Wanita itu tentu saja melarangnya melakukan hal tersebut. Dengan dalih jika dia sendiri yang akan berbicara pada sang anak.Sepanjang perjalanan, Zahra tampak tidak bisa tenang. Dia selalu saja gelisah. Dan hal it