“Saya bukan pelacur!” Teriak Anna dengan hati yang terluka.
Ia bergegas bangkit dari atas ranjang dibelitkannya selimut ke dadanya, kemudian ia berjalan mendekat ke arah pria asing yang sempat membuainya dalam kenikmatan,
Satu tangan Anna yang mungil menunjuk dada pria itu. Ia berkata dengan suaranya yang serak. “Sudah saya katakan, kalau saya tidak menginginkan uang dari anda! Saya hanya ingin tahu apakah anda menggunakan pengaman!”
Ray diam mengamati Anna dengan tatapan matanya yang dingin dan tajam. Pertanyaan dari wanita asing yang berdiri di hadapannya ini membuat ia menjadi sadar, kalau tadi malam untuk pertama kalinya ia tidak menggunakan pengaman pada saat tidur dengan wanita asing.
Setelah diam selama beberapa saat Ray berkata dengan dingin, “Kalau ada konsekuensi dari yang kita lakukan, kau bisa menggugurkannya!”
Anna membelalakkan matanya suara kesiap terlontar dari bibirnya. Pria yang berdiri di depannya ini tidak punya hati, kasar dan dingin.
Ia menjadi kecewa dan marah kepada dirinya yang sempat terpesona dengan ketampanan pria ini. Namun, ia tahu alkohollah yang telah membuatnya dengan sukarela mengikuti pria asing ini, hingga berakhir di atas tempat tidur.
Anna memperhatikan pria itu membuka dompetnya, kemudian ia mengeluarkan sebuah kertas, lalu menyodorkannya ke tangan Anna.
“Aku tidak mempunyai waktu untuk omong kosong tentang kehamilan!” Pria itu, kemudian menyerahkan cek sebesar 5000 dolar ke tangan Anna.
"Cek ini sebagai tambahan untuk uang yang tadi kuberikan!" ucap Ray.
Ia, kemudian berjalan menuju nakas untuk mengambil ponselnya yang terus saja berbunyi dengan nyaring.
Pria sombong itu pergi keluar dari kamar hotel tanpa menoleh ke belakang untuk melihat Anna. Ia tidak peduli sama sekali kepada wanita yang baru saja ditidurinya.
Perlahan air mata jatuh menetes di wajah Anna. Ia merasa sakit hati kepada pria yang masih tidak ia ketahui namanya.
Anna menghempaskan badannya ke atas ranjang, ditutupnya wajah dengan kedua tangannya. Ia sangat membenci pria itu dan berharap tidak pernah bertemu dengannya lagi.
***
Raymond atau akrab disapa Ray (45 tahun) Berjalan dengan langkahnya yang panjang menuju lift, kemudian masuk, setelah pintu lift terbuka.
Ray memeriksa ponselnya untuk melihat siapa yang menghubunginya tiada henti sejak berada dalam kamar hotel tadi.
Dilihatnya, kalau yang menghubungi adalah kapten kapalnya. Ia pun mengangkat panggilan telepon tersebut.
“Halo! Ada apa?” Tanya Ray dengan dingin.
“Halo, Tuan! Kapal akan berlayar satu jam lagi. Apakah anda jadi ikut berlayar?” Tanya Kapten kapal.
Ray melihat jam tangannya dan memperhitungkan jarak hotel tempatnya berada pada saat ini dengan dermaga. Ia akan sampai tepat pada waktunya.
“Aku ikut berlayar!” Ray pun mematikan sambungan telepon, lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jas yang dipakainya.
Ray tiba di dermaga tepat waktu, ia langsung naik ke atas kapal yang mulai melempar jangkar, sebagai tanda kapal akan berlayar.
Ia disambut dengan senyum lebar dari kapten kapalnya, yang memiliki jangggut lebat dan mata yang berwarna biru tua.
“Kau, tahu Bos! Aku hampir saja menggunakan GPS untuk melacak keberadaanmu dan mengirim orang. Untuk menemukan keberadaanmu, seandainya kamu tidak mengangkat panggilan telepon dariku!” ucap Kapten kapal.
Ray mendengus kasar, sambil melayangkan tatapan tajam. Ia mengambil cerutu dari saku jas yang dipakainya, kemudian menyalakan pematik untuk membakar cerutu tersebut.
Diselipkanya cerutu itu di bibirnya yang seksi, lalu ia hisap dalam-dalam cerutu itu, kemudian ia hembuskan perlahan.
Beberapa jam, kemudian Ray sudah dalam pelayaran menuju benua Eropa untuk keperluan bisnisnya. Mengantarkan pesanan kapal pesiar dari klien, sekaligus sahabatnya.
Selama dalam perjalanan Ray sama sekali tidak mengingat wanita muda yang baru saja melakukan hubungan satu malam dengannya. Ia hanya menganggap wanita tadi sama, seperti wanita lain yang pernah tidur dengannya.
***
Di dalam hotel kamar hotel, setelah merasa tenang Anna berjalan menuju kamar mandi. Ia mencoba untuk menghilangkan bayangan pria yang telah memesonanya. Namun, bukannya hilang bayangan pria yang seharusnya ia benci itu, tetapi Anna justru teringat dengan sentuhan lembut pria itu.
‘Sial! Mengapa aku tidak dapat melupakan pria itu?’ batin Anna.
Dimatikannya air pancuran, lalu diambilnya handuk bersih dan dililitkannya di pinggang. Ia, kemudian berjalan menuju wastafel dan melihat pantulan dirinya di cermin.
Ia dapat melihat pantulan dirinya. Tangannya meraba lehernya yang dipenuhi dengan tanda dari pria itu Anna memejamkan mata, sambil mendesah kesal pada dirinya sendiri.
‘Mengapa pria kasar itu begitu mempengaruhiku? Apakah, karena ia pria pertama yang menyentuhku?’ batin Anna.
Dengan langkah pelan Anna berjalan keluar kamar mandi. Dipungutnya, pakaiannya yang berserakan di lantai.
Ketika itulah, netranya melihat sebuah cincin yang terjatuh di lantai. Diambilnya cincin kawin tersebut dan ia melihat di sana tertera nama Claire.
Anna memejamkan mata rasanya sakit mengetahui pria asing itu sudah menikah. ‘Aku sudah tidur dengan pria beristri dan aku jatuh dalam pesonanya!’ gumam Anna lirih.
Dengan cepat Anna memasukkan cincin itu ke atas meja, kemudian ia memakai pakaiannya dengan terburu-buru.
Setelah selesai berpakaian Anna mengambil cincin yang tadi ia letakkan di atas meja, lalu ia masukkan tasnya, berikut cek dan uang yang diberikan pria itu kepadanya.
‘Aku akan mengembalikan ini semua kepada pria itu! Aku tidak membutuhkan uangnya!’ Batin Anna.
Anna keluar dari hotel tersebut menuju apartemennya yang kecil dan sederhana. Ia harus bisa melupakan pria asing dan kasar itu, seperti pria itu yang pergi begitu saja meninggalkan dirinya.
Hari-hari Anna berjalan normal apa yang ditakutkannya tidak terjadi. Ia tidak hamil akibat hubungan satu malamnya bersama dengan pria asing itu.
‘Ya, Tuhan! Betapa beruntungnya aku tidak hamil dan tidak harus berurusan dengan pria itu lagi!’ batin Anna dengan rasa bahagia, setelah tamu bulanannya datang, seperti biasa.
***
Enam bulan kemudian
Anna sudah menjalani hari-harinya, sepertii biasa. Perlahan bayangan wajah dan netra pria asing yang pernah tidur dengannya mulai jarang hadir dalam mimpi dan khayalannya.
Ia pun sekarang bekerja membantu ibunya, yang sering sakit-sakitan, sebagai pelayan di sebuah rumah besar. Dengan pemiliknya yang misterius jarang berada di rumah dan sekalinya berada di rumah lebih suka mengurung diri di kamar dan ruang kerjanya.
Pada suatu hari, saat Anna tengah menyapu lantai terdengar suara bel pintu yang dipencet dengan tidak sabaran.
'Siapa yang datang bertamu pagi-pagi begini dan tidak sabaran sekali?' batin Anna.
Begitu ia sudah berada di depan pintu di lapnya tangan pada celemek yang ia pakai di badannya, kemudian ia memutar kunci, sehingga memperlihatkan tamunya yang berdiri tepat di depan pintu
Jantung Anna berdebar kencang, ia mengenali netra hitam pria yang berdiri tepat di depan pintu. Pria asing yang pernah tidur dengannya. Anna memundurkan langkahnya ke belakang, karena merasa takut dengan tatapan mengintimidasi dari pria asing itu.
“A-pa yang Anda lakukan di sini?” Tanya Anna dengan suara gugup.
Ray yang berada di ujung sambungan telepon berseru memanggil nama Istrinya. ‘Anna! Apa yang terjadi? Siapa yang masuk kamarmu? Apa yang dilakukan orang itu?’ Tanya Ray tidak sabar.Sayangnya hanya suara dengung yang berasal dari ponsel Anna saja. Sementara Anna sendiri tidak memberikan jawaban kepada Ray.Makanan yang sudah ada di atas meja Ray terlupakan. Ia langsung menghubungi orang kepercayaannya.‘Halo, apakah kamu sudah sampai di salon tempat Istri saya berada?’ Tanya Ray, begitu sambungan telepon terhubung.‘Saya sedang dalam perjalanan, Tuan! Saya berusaha secepat mungkin untuk sampai di tempat Istri Anda berada,’ sahut orang kepercayaan Ray.‘Cepatlah!’ perintah Ray.Ray menutup sambungan telepon, ia berjalan keluar dari ruang kerjanya dengan terburu-buru. Sorot mata dan wajahnya yang penuh dengan amarah membuat staf hotel urung menyapanya. Mereka menghindari untuk berbicara dengan bos nya itu, daripada kena marah.Sesampainya di luar sopir Ray sudah siap membukakan pintu. Ia
Anna yang sedari tadi terus-menerus untuk masuk kamar tidak dapat lagi menahan emosinya. “Mengapa tidak kamu dan pria itu, kalian semua memerintahkan kepadaku untuk masuk kamar? Apa kalian pikir saya akan aman di sana? Bagaimana, kalau pria itu menyusup masuk kamar, sementara kalian berdua tidak ada?”Ray menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal. Ia ingin bersikap tegas kepada Istrinya itu, tetapi ia juga harus jujur, kalau Anna pastinya merasa tidak yakin dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.“Turunlah kamu ke bawah! Dan lakukan apa yang tadi saya perintahkan,” tegas Ray kepada sopirnya.Sopir itu menganggukkan kepala, sambil memberikan sikap hormat kepada Ray. Ia berjalan meninggalkan Ray dan Istrinya yang tetap berada di tempat mereka berdiri.Ray merangkul pundak Anna, lalu membimbingnya untuk masuk kamar mereka. “Sekarang kita nikmati saja sarapan ini selagi masih panas.” ajak Ray ketika dilihatnya, kalau di atas meja sudah tersaji makanan dan minuman.Mau tidak mau An
Anna memejamkan mata, sebelum ia memutuskan untuk mengikuti perintah nakal dari suaminya. “Kamu membuatku bersikap liar, Ray!”Ray memasangkan bathrobe ke badan Anna, lalu memegang pundak Istrinya dengan lembut. “Ini belum liar, seperti apa yang kuinginkan!”Anna berjalan mendahului Ray keluar kamar mandi, sambil berkata, “Saya tidak akan mau memenuhi fantasimu untuk bersikap liar!”Dalam tiga langkah panjang Ray sudah berhasil mensejajari langkah Anna. Ia mengatakan kepada Istrinya itu, kalau dirinya tidak akan memaksa, tetapi Anna sendirilah yang akan melakukannya.Anna memutar bola mata, ia tahu pasti suaminya akan menggunakan pesona maskulinnya. Yang dengan mudah akan membuat Anna bersedia melakukan apa saja untuk menyenangkan suaminya itu.Keduanya, kemudian berganti pakaian bersih. Setelahnya, Anna dan Ray berjalan keluar kamar menuju ruang makan.“Ray! Saya merasa, kalau ada yang mengintip kita.” Anna berhenti berjalan, ia melihat ke arah jendela kaca. Ia tadi merasa melihat ad
Ray menjadi gusar mendengar apa yang dikatakan oleh Anna. Wajahya menjadi merah, dengan tatapan yang menyorot marah. “Kenapa menjadi pengecut, Anna? Kenapa kau suka sekali melarikan diri dari masalah?”Anna memaksakan diri untuk tetap menatap mata Ray, walaupun dalam hati ia merasa ciut melihat tatapan Ray. Kedua tangannya berkeringat dingin, tetapi ia harus menguatkan dirinya. “Saya buk annya ingin melarikan diri dari pesta itu. Hanya saja saya tidak yakin akan bisa menjadi seorang wanita yang anggun.”“Kamu terlalu memikirkan apa yang belum terjadi! Berhentilah untuk berpikir, seperti itu,” tegas Ray.Anna memejamkan mata, ia tampak berusaha untuk menenangkan dirinya, agar tidak berteriak kepada Ray, karena suaminya itu memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Satu hal yang berbeda dengan dirinya.Ia menjauhkan dirinya dari Ray berdiri di depan cermin besar. Dilihatnya pantulan dirinya, dengan mata yang sembab, karena terlalu banyak menangis. Dilepasnya ikat rambut, sehingga rambutn
Anna mengambil pisau dari atas meja dapur, lalu ia genggam dengan erat. Jantungnya berdebar kencang, saat didengarnya suara langkah kaki dari arah luar rumah. ‘Ya, Tuhan! Siapa yang berada di luar dan tadi ia sudah masuk ke rumah ini? Diriku memang ceroboh, karena lupa mengunci pintu. Bagaimana, kalau itu adalah Derek dan ia mencoba untuk mencelakai diriku lagi?’ batin Anna.Tangan Anna terulur hendak menutup pintu dapur, ketika dilihatnya sebuah bayangan panjang. Lutut Anna terasa lemas, tetapi ia tetap memaksakan kakinya untuk tetap berdiri. Dengan tangan yang bergetar ia tetap memegang pisau berharap dapat dijadikan sebagai senjata untuk membela dirinya.“Anna! Apa yang kau lakukan berdiri di situ dengan pisau yang ada di tanganmu? Kau tidak mencoba untuk bunuh diri, bukan?” Tanya Ray dengan santainya.Mata Anna melotot tidak percaya, begitu melihat siapa yang berdiri di depannya. Pisau yang ia pegang jatuh ke lantai sampai menimbulkan bunyi yang nyaring.Begitu tersadar dari rasa
Anna berjalan cepat mendekati Ray, begitu sudah dekat ia mengangkat kedua tangan hendak memukul dada bidang suaminya. “Kamu tidak punya hati, Ray!” maki Anna.Ray dengan cepat menangkap tangan Anna, lalu menghempaskannya dengan kasar. “Kamu yang sudah membuatku melakukannya!”Usai mengatakan hal itu Ray berjalan, lalu masuk mobilnya. Ia tidak peduli, ketika didengarnya suara tangis Anna.Sopir Ray menatap Anna dengan rasa tidak nyaman, karena melihat wanita itu bertengkar dengan bosnya sampai menangis.“Selamat tinggal, Nyonya Anna! Semoga Anda baik-baik saja.” sopir itu, kemudian memasuki mobil, karena ia mendengar suara tidak sabar dari tuannya.Anna hanya diam mematung tidak menyahut ucapan dari sopir Ray, yang memang tidak menunggu tanggapan darinya. Dipandanginya mobil itu perlahan menjauh sampai menghilang dari pandangan.Dirinya berjalan menuju bangku kayu yang berada di bawah pohon, lalu duduk di sana. Dirapatkannya jaket yang ia pakai, karena udara semakin dingin saja.‘Bagai