Share

JODOH-JODOH DARI TUHAN
JODOH-JODOH DARI TUHAN
Penulis: Isna Arini

Bab 1

Penulis: Isna Arini
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-08 13:28:55

"Dek, tolong uleg bumbu ini ya," pintaku pada adik iparku.

Istri dari adik laki-lakiku yang baru tiga bulan lalu dinikahi. Mereka menikah di ibu kota dan tinggal juga di sana. Keduanya sama-sama bekerja di kota metropolitan itu. Dua hari yang lalu, mereka datang ke kampung karena tiga hari lagi adalah hari raya idul Fitri.

Hari ini kami akan masak untuk berbuka puasa. Meskipun adik iparku ini tinggal di kota dan bukan ibu rumah tangga, tapi di sini, tak segan-segan wanita yang selalu menutup sempurna auratnya itu turun ke dapur membantu kami. Setelah makan pun, dia dengan cekatan mencuci piring dengan berjongkok di bawa keran air. Ya, kami tidak memiliki kitchen Sik ataupun wastafel ala-ala orang kota.

"Ini mbak, sudah," ujar Dek Alya, adik iparku sembari menyodorkan alat penggiling bumbu yang biasa kami sebut cobek yang terbuat dari batu.

Didalam cobek tersebut, tampak bumbu-bumbu yang aku minta haluskan tadi sudah tercampur dengan sangat halus. Lebih halus daripada aku sendiri yang menguleknya.

"Terimakasih, ya dek. Halus banget nguleknya," ujarku sambil tersenyum, yang dibalas olehnya dengan senyuman tak kalah manis.

Aku segera menumis bumbu halus tersebut, hari ini kami akan memasak opor ayam untuk buka puasa.

"Dek, mana lengkuasnya ya?" Tanyaku pada adik ipar yang memerhatikan cara memasak dengan berdiri di sampingku.

Aku bertanya padanya, karena di keranjang bumbu yang tadi sudah aku serahkan untuk di uleng hanya tersisa sereh dan daun, salam jeruk, lengkuas sudah tidak ada di tempat itu.

"Aku uleng juga, Mbak."

Aku menatap tak percaya padanya.

"Bagussss ...." Ucapku seraya mengacungkan dua jempol padanya.

"Kenapa Mbak, salah lagi ya?" Tanyanya dengan nada bersalah.

"Enggak salah sih, tapi luar biasa. Aku aja gak pernah ngulek lengkuas sampai tak berbentuk seperti itu, hanya digeprek aja."

"Habis semua dikasih, aku pikir harus diuleng semua."

"Kenapa gak diulek sekalian itu sereh dan daun salam, jeruk," selorohku, yang hanya dibalas olehnya dengan senyuman.

Adik iparku ini memang murah senyum, selain karena ramah juga karena dia tidak bisa berbicara bahasa Jawa. Jadi daripada salah menjawab lebih baik tersenyum pada semua orang yang bertanya padanya.

Kemarin saat baru datang dan membantu emak memasak, ada juga kejadian lucu.

"Nduk, ini tolong di potong-potong tipis ya, parenya," pinta emak pada Dek Alya sore kemarin.

Dan yang terjadi adalah pare itu tidak hanya dipotong ,tapi juga di kupas hingga benjolan-benjolan yang ada di pare tersebut hilang, tinggallah si pare yang mulus-mulus tanpa benjolan. Seperti muka anak perawan yang habis perawatan.

"Mungkin di sana Dek Alya tidak pernah makan pare, Mak," timpal Fitriana, adikku yang nomor tiga.

Kami empat bersaudara, dua perempuan dan dua laki-laki. Ada Mas Bayu - kakakku, aku sendiri, adikku Harun- yang menikah dengan Dek Alya, dan Fitriana.

"Maaf, Mak. Salah ya," ucap Dek Alya dengan wajah bersalah.

"Nggak apa-apa, malah mulus kok parenya." Aku menyela.

"Mbak, masaknya udah apa belum? Aku mau ajak Alya ngabuburit," Suara Harun mengagetkan diriku yang sedang memasak sambil melamunkan kejadian kemarin.

"Wes, sana kalau mau pergi. Tapi tetap buka puasa di rumah ya," sahutku.

"Pergi dulu ya, Mbak," pamit Dek Alya.

Setelah kepergian keduanya, aku segera membereskan dapur. Cucian bekas masak tidak terlalu banyak karena sudah dicicil oleh Dek Alya tadi. Aku hanya membereskan sisa-sisanya saja.

Waktu menunjukkan jam setengah lima sore, lebih baik aku mandi dulu. Ibu dan bapak keluar rumah juga untuk berbelanja, Fitriana pergi mengajar TPA. Nanti saja jika sudah dekat waktu Maghrib baru membuat teh hangat untuk minum. Cukup lama aku di kamar mandi, dan berganti pakaian sekalian, hingga suara keramaian menumbuhkan penasaran dalam diri. Memaksaku cepat-cepat keluar dari kamar mandi.

"Bagaimana ceritanya kok bisa beli sebanyak ini?" Terdengar suara emak di telingaku.

Sepertinya semua orang sudah pulang dan berkumpul di ruang tamu. Aku segera pergi untuk ke tempat mereka berada untuk melihat apa yang terjadi.

"Tadi, Alya tuh aku tinggal sebentar. Tau-tau udah beli ginian, Mak," sahut Harun.

Aku sampai di ruang tamu dan melihat satu panci berisi pentol bakso kecil-kecil. Di kampung ini, makanan yang terbuat dari tepung dan campuran daging sapi serta ayam itu dibuat lebih kecil dari umumnya bakso, dan di jual keliling memakai motor. Jika ada yang membeli maka akan di masukkan kedalam plastik kecil dan diberi sedikit kuah, saus, sambal, dan kecap sesuai selera, kemudian di beri tusukan seperti tusuk sate untuk memakannya. Biasanya lima ribu saja sudah dapat banyak, bahkan ada yang membeli dengan uang pecahan dua ribu.

"Aku kan lagi pengen makan cilok, Kak," ucap Dek Alya membela diri.

"Iya, tapi gak seratus ribu juga kali belinya. Disini apa-apa gak semahal di kota. Gak sekalian aja mas-mas yang jualan dibeli," seloroh Harun.

Dek Alya hanya memanyunkan bibirnya, terlihat lucu.

"Lagian kamu, Run. Udah tahu seratus ribu bakalan dapat banyak. Tetap aja di beli segitu," sahutku membela Dek Alya.

Adik ipar yang sepertinya semakin aku sukai.

"Masa udah bilang seratus ribu, udah dikasih uangnya bilang gak jadi. Ngisin-isini ( malu-maluin) aja Mbak." Gantian Harun yang membela diri.

"Terus itu panci punya siapa?" Tanyaku.

"Tadi beli, untung ada toko kelontong belum tutup," jawab Harun.

"Ada apa sih, Mbak?" Tanya Fitriana yang baru saja pulang dari mengajar.

Gadis itu langsung berdiri dan bertanya padaku atas apa yang terjadi dengan penasaran.

"Itu, Mbak Alya beli pentol sampai seratus ribu, dapat satu panci. Katanya pengen makan cilok. Aku berkata seraya menunjuk panci yang berisi penuh benda-benda bulat sebesar kelereng.

"Mbakmu gak tahu kalau seratus ribu dapat banyak," timpal emak.

"Oh, mungkin di kota, Mbak Alya suka makan cilok sultan," sahut Fitriana.

"Cilok sultan?" Dek Alya mengulang perkataan Fitriana.

"Iya, kayak Sisca Kohl. Makanan yang dimakan harganya kan mahal-mahal. Daging jutaan, padahal disini seratus ribu dapat sekilo."

"Itu kan beda kualitas, Ana ..." Sahutku dengan gemas.

"Ya makanya, karena Mbak Ayla biasa beli mahal di kota. Makanya beli makanan di kampung ala sultan."

"Kamu memang pengertian." Dek Alya berkata sambil menghambur pada Fitriana dan memeluknya dengan erat.

"Ayo kita bikin review, Mbak." Fitriana mengurai pelukan dan menatap Kakak Iparnya dengan mimik serius.

"Makan bakso yang dibeli ala sultan check..." Ucap Fitriana menirukan gaya bahasa konten kreator yang terkenal itu.

šŸšŸšŸ

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • JODOH-JODOH DARI TUHANĀ Ā Ā KKM Bab 30

    "Memangnya Dara gak kerja lagi di tempat biasanya, bukannya dia sedang hamil. Kalau dihitung-hitung belum ada sembilan bulan dari masa kehamilannya," tanyaku pada Santoso "Lah, kamu gak tahu kalau dia keguguran. Kayaknya kecapean, jalan kerja naik motor bolak balik setiap hari sendirian. Padahal suaminya punya mobil. Eh tapi suaminya kan kerja sendiri juga ya, gak bisa antar jemput dia. Lagipula, kudengar dia harus mengantikan kerugian tempatnya bekerja akibat kelalaiannya. Makanya orang tuanya jual sawah, selain untuk itu, dia pakai juga untuk biaya ke luar negeri. Kamu tahu gak, untuk bekerja di luar negeri apalagi di pabrik gitu, perlu dana besar. Kudengar minimal tigapuluh juta. Tapi emang nanti balik modal juga sih." Santoso ini memang cocok jadi reporter berita gosip. Segala hal dia tahu. Tapi dia tak tahu kalau tempat Dara bekerja itu ada andilku juga di sana. "Kalau dia nikah denganmu, mungkin nasibnya gak kayak gini. Setidaknya kalau memang ingin bekerja dia bisa ikutan me

  • JODOH-JODOH DARI TUHANĀ Ā Ā KKM Bab 29

    POV Tama"Aldo, aku tidak setuju dengan mengikhlaskan sisanya pada mereka berdua. Bukan apa-apa, Dara masih bekerja di sini, jika sekarang kita tidak memberi efek jera pada mereka, bisa saja nanti diulangi lagi. Toh kita juga tidak memecat Dara. Terserah bagaimanapun mereka mau membayarnya, yang penting aku mau mereka membayar full." Aku mengungkapkan apa yang aku pikirkan pada Aldo. Meskipun keputusan ada padanya tapi aku harap dia mendengar perkataanku, setelah melihat mereka berdua keluar dari tempat itu tadi, aku rasa mereka sedang memainkan sandiwara lagi. Entah apa maksud dan tujuannya, tapi aku yakin sebenarnya Daffa dan Dara sudah kembali bersama. "Kamu tidak sedang meluapkan amarah dan kebencianmu pada mereka karena masalah pribadi kan , Tam?"Aku menghela nafas panjang. "Terserah kalau begitu, Do. Aku hanya mengungkapkan apa yang aku pikirkan. Sekali orang dikasih hati, maka dia akan meminta jantung. Ini bisnis, Do. Kita harus bertindak profesional, beda urusan kalau ini b

  • JODOH-JODOH DARI TUHANĀ Ā Ā KKM Bab 28

    POV Dara Tidak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba saja Mas Daffa menghubungiku lagi. Padahal saat kuberitahu aku sedang hamil dia tak merespon sama sekali. Tak berminat untuk rujuk denganku setelah kata talak yang dia ucapkan di depan Mas Tama dan temannya. Hatiku hancur saat dia mentalakku, meskipun dia pernah mengancamku tapi sejak saat aku bekerja lagi, dia mulai manis padaku. Kami sering menghabiskan waktu bersama seperti pengantin baru lagi. Hingga akhirnya kecurangan yang aku lakukan diketahui oleh Mas Tama. Kupikir dengan jujur pada Mas Tama, aku akan mendapat maaf seperti yang telah lalu. Pria itu tidak menuntut mengembalikan uang yang dia keluarkan untuk kuliahku saat aku berkhianat padanya. Tapi tidak kali ini, dia marah besar pada Mas Daffa dan meminta suamiku untuk mengembalikan uangnya, kemudian berakhir dengan Mas Daffa menceraikan aku.Setelah kata cerai itu, aku berusaha untuk kembali padanya. Menjadi janda, bukan hal yang pernah ada dalam anganku. Sampai-sampai ak

  • JODOH-JODOH DARI TUHANĀ Ā Ā KKM Bab 27

    Permintaan Dara makin aneh-aneh saja, aku hendak dilibatkan dalam urusan rumah tangganya. Tentu saja aku tidak mau, tak peduli kalau suaminya mengatakan mentalak Dara karena aku. Orang waras juga tahu kalau aku tidak lagi menginginkan Dara. Sekilas dipandang mata, Aulia dan Dara jauh berbeda. Siapa orang bodoh yang mau menukar istri sah dengan mantan yang pernah berkhianat. Aku tidak ingin terjebak dalam pusaran kemelut rumah tangga mereka. Tak ingin berbaik hati apalagi sok peduli dengan urusan orang lain lagi. Biarlah mereka sendiri yang menyelesaikan masalah mereka. Selain itu, Aulia juga tidak suka aku dekat dengan wanita itu. Bahkan sampai mengajakku mengungsi ke rumah orang tuanya. Aku yakin tak hanya karena dia kangen dengan ibunya tapi agar Dara tidak menemuiku untuk sementara waktu. Bisa saja kami pindah ke tempat lain atau tinggal di rumah orang tua Aulia, tapi kasian Ibu jika ditinggalkan sendirian. "Yang kamu harus lakukan hanya fokus padaku, jangan melihat wanita lai

  • JODOH-JODOH DARI TUHANĀ Ā Ā KKM Bab 26

    POV AuliaSuasana dan tempat berbeda begitu terasa saat kami bangun tidur pagi ini. Sudah dua hari aku dan Mas Tama tinggal di rumah orang tuaku. Aku mengajak Mas Tama menginap di rumah orang tuaku, dengan alasan aku kangen pada mereka. Sejak menikah, kami hanya ke sini tanpa pernah menginap. Ibu mertuaku juga mengijinkannya, dan mengatakan agar aku dan Mas Tama tidak perlu khawatir padanya. Ibu masih kuat dan bisa melakukan apapun sendirian, bukan seorang manula yang tidak biasa apa-apa, begitu kata beliau saat kami akan meminta orang untuk menemaninya. Lagi pula banyak tetangga dekat, jadi tak perlu khawatir. Untuk beberapa saat ini, aku ingin menjauhkan Dara dari Mas Tama. Suamiku juga tidak pernah datang ke Berdikari Mart setelah kejadian Dara diceraikan suaminya. Urusan di sana, lebih banyak diserahkan pada Aldo. Aku dengar, perceraian Dara juga belum resmi. Baru secara agama yang diucapkan saat ada di Berdikari Mart. "Lia, itu ada Alvi yang mau ketemu kamu," ucap Ibu padaku y

  • JODOH-JODOH DARI TUHANĀ Ā Ā KKM Bab 25

    POV Aulia "Jangan ngarang kamu, Dara! Kamu pikir aku ini siapa hingga harus membantumu untuk rujuk kembali dengan suamimu. Petugas mediasi?" Mas Tama berkata dengan nada emosi. Entah apa yang diinginkan wanita ini, dia mantannya Mas Tama. Sejak aku menikah dengan Mas Tama, wanita ini kerap kali aku lihat. Dia datang ke rumahku saat kami menikah dulu. Dengan wajah menunduk dan mata berair, menangis? Aneh sekali. Meskipun dia mantannya Mas Tama, tapi wanita inilah yang meninggalkan dan mencampakkan laki-laki yang sekarang sudah menjadi suamiku itu. Bahkan setelah segala pengorbanan yang dilakukan Mas Tama padanya. Aku tahu semua cerita itu dari media sosial milik teman Mas Tama. Lalu sekarang, dia meminta suamiku untuk membujuk suaminya yang sudah menceraikannya agar mau rujuk. Aneh sekali memang wanita ini. "Tapi Mas Daffa menganggap kamu masih berharap padaku, hingga sengaja memperpanjang masalah yang terjadi di Berdikari Mart. Oleh sebab itulah dia menceraikan aku, Mas." Dara be

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status