“Mending sekarang kamu keluar dulu deh, temenin Citra.”Brian bergegas bangkit dari duduknya. Ia menuju lemari kecil di sudut kamar dan membawa handuk kecil serta box transparan yang didalamnya seperti perlengkapan mandi.“Mas mau mandi?”“Iya.”“Kan dari tadi ngga kemana-mana. Ngapain mandi?”“Ada urusan mendesak yang harus diselesaikan di kamar mandi saat ini juga. Urgent, ada yang berdiri. Lagian badan aku LENGKET semua.” ucap Brian sambil menekankan kata ‘lengket’.Brian dari tadi menahan tubuh bagian bawahnya. Supaya tidak berdiri terlalu tegak. Ia harus jauh-jauh dari Kalya, Kalya berbahaya.Bugh… Kalya melempar bantal sofa ke tubuh Brian.“Dasar Kakek. Ngga sadar apa disini ada anak perawan. Ngomongnya mesum banget ngga di filter.”Kalya melangkah keluar kamar pribadi Brian sambil menghentakkan kakinya ke lantai.“Heyy… Kamu yang ngomong mesum dari tadi. Anak perawan pikirannya kotor bang-” teriak Brian terhenti saat Kalya membanting pintu saat menutupnya. Alhasil menghasilkan
Tidak terasa sekarang sudah akhir November saja. Gosip Kalya dan Brian yang sedang menjalin hubungan sudah menyebar begitu saja. Meskipun tidak ada pengumuman resmi, tapi semua itu dapat dilihat dari tingkah keduanya.Kalya yang kembali ceria dan Brian yang menjadi ramah pada karyawan. Bahkan ada beberapa karyawan yang memergoki mereka berdua pulang bareng.Tidak hanya mereka berdua yang bahagia, tapi Citra juga. Ia bersyukur jam pacarannya dengan Dewa jadi makin lama. HeheheMemangnya Dewa tidak kerja bersama Dariel? Tentu saja Dewa masih kerja dengan Dariel, hanya saja jam kerja Dewa lebih fleksibel, tidak berbeda jauh saat masih bersama Brian dulu.“Mas. Emang pak Dariel kerjanya sibuk banget ya?”‘Kok malah nanyain cowok lain sih neng geulis.’“Bukan gitu. Aku kasihan aja sama Arin. Dia cerita katanya lost contact sama pak Dariel semenjak dia ke Jakarta.”‘Emang beneran sibuk, sih. Lagi ada kasus disini. Gila pak Dariel tuh. Semua di libas.’“Hah?”'Kasian mas liat karyawan disini
Keluarga bahagia itu sekarang sedang berkumpul di ruang tengah. Mereka sedang menonton televisi yang sedang menayangkan acara award musik. Televisi itu terus menyala tapi tidak ada yang menonton karena keempat orang itu sibuk mengobrol.“Mumpung besok hari minggu, pagi-pagi kita ke pasar yukk…” seru Lili.Plak“Kamu besok jangan susah dibangunin. Selesai sholat subuh kita langsung berangkat, biar dapet sayur yang seger-seger.” timpal ibu sambil menggeplak paha Lili.“Aww… Sakit bu..” aduh Lili. Ia menampilkan wajah sedih dan memanyunkan bibirnya.Arin tertawa melihat wajah pura-pura sedih Lili.“Ya ampun Li, kakak kira kamu udah ngga kebo lagi tidurnya.”“Dih kak. Lili tuh sekarang bangun paling pagi di rumah ini.”“Yakin?”“Iya lah..”“Awas aja ya. Kamu yang ngajak ke pasar jadi kamu jangan telat bangun.”“Pasti dong…”“Kalo kalian besok ke pasar, ayah gimana dong?” sela ayah.“Ayah beres-beres rumah aja.” ledek ibu.Arin, Lili dan Lia tertawa kencang menggoda Bayu.Resiko jadi yang
Gimana ini?Apa kasih tau bos?Tapi ini…Bodo amat lah, takut kena gue…Dewa dilema saat ini. Apa yang ia temukan barusan benar-benar membuatnya tidak habis pikir. Bagaimana bisa ia melaporkan hal ini?Tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Jika ia menyembunyikan ini dari Dariel nanti malah disangka ia ada main juga dengan pihak lawan.Pihak lawan?Keluarga yang mengerikan.Semua temuan yang ia dapatkan di print out. Sebelum keluar dari apartemen pemberian Dariel ia berdoa dulu. Ia berharap bos Dariel tidak akan memforsir tenaganya setelah ini.Bekerja baik di dalam ruangan maupun di lapangan sama-sama capek. Jika dilapangan kita lelah fisik, tapi bagi orang yang bekerja di back office otak kita yang lelah. Banyak yang menyangka bekerja di dalam ruangan itu enak, tapi mereka ngga tau gimana pusingnya kepala kalo seharian menatap monitor komputer dan pinggang yang pegal karena keseringan duduk.Sama dengan Dewa, meskipun jam kerjanya fleksibel, kerja di apartemen, di fasilitasi j
Saat ini Arin sedang rebahan di ranjangnya sambil memainkan ponsel. Bukan memainkan ponsel, tapi menatap ponsel, berharap ponselnya berbunyi ada pesan masuk atau telepon. Sekeras apapun Arin mencoba untuk tidak berharap pada Dariel tapi tetap saja sulit.Lili duduk bersandar pada tembok di ujung ranjang. Lili juga sedang memainkan ponsel, namun berbeda dengan Lili yang sibuk scroll sosial media, Arin hanya diam saja menatap ponsel. Hal itu tidak luput dari penglihatan Lili.“Kak, lagi ada masalah apa? Cerita sama Lili. Kali aja Lili bisa bantu, kasih saran misalnya.” ucap Lili.Arin hanya diam mengabaikan tawaran Lili.“Aku tau kakak lagi ada masalah, tapi bukan karena kerjaan. Karena cowok, kan?” tanya Lili.Arin mendelik lalu fokus lagi melihat ponselnya.“Bener berarti, masalah cowok ini mah. Kenapa kak? Cowoknya cuek? Apa sel
Dariel menempelkan ponselnya di telinga kanan. Sudah berkali-kali Dariel menelepon Arin tapi tidak diangkat. Dariel mengerutkan keningnya, ia jadi khawatir pada Arin.Dariel sudah pulang kerja dari tadi dan sekarang ia sedang berusaha menelepon Arin. Ia sudah membaca semua pesan Arin. Ia merasa bersalah tidak pernah menghubungi Arin. Chat terakhir yang ia terima membuat ia takut. Takut Arin benar-benar meninggalkannya.*Api itu padam menjelang subuh.Bantuan dari pemadam kebakaran cukup membantu meski pun mereka kewalahan memadamkan api itu. Rumah Arin itu bisa dibilang sederhana tapi kobaran api itu seolah membakar gedung besar. Apinya sangat besar.Arin dan Lili sudah tenang dibanding tadi malam. Lelah menangis Arin hanya diam melamun. Arin dan Lili diamankan di rumah pak Cakra. Bu Cakra tidak henti-hentinya menenangkan Arin dan Lili yang terus menangis.S
Dari berangkat hingga sekarang masih Arin yang mengemudikan motor itu. Lili dibonceng Arin.Selama perjalanan ke kota Arin melipir memasuki mall. Mumpung belum terlalu malam dan toko masih buka. Ia akan membeli ponsel terlebih dulu.“Ngapain beli ponsel kak?”“Biar ngga susah komunikasi.” Arin menjawab sambil melihat ponsel-ponsel yang berjejer di etalase.Arin tidak membeli ponsel baru, ia membeli ponsel bekas yang penting kualitas masih bagus dan bisa digunakan untuk telepon. Arin membeli 2 ponsel, satu untuknya, satu lagi untuk Lili. Ponsel mereka tidak tau ada dimana, paling hangus terbakar. Saat siang sepulang dari makam pun Arin dan Lili mampir ke rumah mereka yang terbakar itu, dan memang tidak ada barang-barang yang bisa diselamatkan lagi.Selain membeli ponsel ia juga membeli kartu perdana, untuk Lili juga.“Sorry buat sekarang kita beli ponsel bekas dulu, kita mesti menghemat dulu. Nanti kalo kakak gajihan kita beli ponsel baru.”“Aku ngga masalah sih, kak. Ini juga udah lum
Di ruang meeting ukuran kecil itu disana ada Dariel, Dewa dan Richard yang duduk mengelilingi meja bundar. Diatas meja itu terdapat proyektor, laptop dan berserakan berkas-berkas. Meeting ini tidak begitu kaku, yang penting nyaman, karena pembahasan meeting ini rencana Dariel untuk memberantas orang-orang yang terlibat dalam penggelapan dana. Apakan ini bisa disebut meeting? Anggap saja begitu. Jika biasa kita temukan penggelapan dana itu dilakukan oleh satu hingga dua orang dalam satu perusahaan, tapi Dewa menemukan jika yang melakukan penggelapan dana itu banyak orang di hampir seluruh anak cabang HP Group di Asia dan semua orang itu saling terkait. “Pertama saya menyelidiki semua proyek yang pernah ditangani oleh HP Group. Dan yang paling sering terlibat di setiap proyek itu adalah pak Bowo, dia bagian Legal di HP anehnya dia selalu terlibat di setiap proyek.” Dewa menghentikan penjelasannya. “I don’t know, apakah memang di HP Group ini orang Legal bisa terlibat di setiap proy