🏵️🏵️🏵️
Tiga hari setelah kedatangan keluarga Om Haris ke rumahku, laki-laki itu kini kembali menemuiku lalu menghampiri Bapak yang sedang berada di ruang tamu dan duduk di kursi roda. Aku menyuguhkan minuman kepadanya layaknya sebagai tamu.
Saat aku melangkah dan ingin kembali ke dapur, Om Haris justru mencegahku. “Duduk di sini aja, Dek, saya mau ngomong sesuatu.”
Om Haris benar-benar berubah menurutku. Sekarang, dia sangat ramah dan tidak cuek seperti biasanya. Dia bersikap seolah-olah kami telah terbiasa dekat satu sama lain, padahal kenyataan sebelumnya, dia tidak pernah menyapaku.
Akhirnya, aku duduk di samping Bapak. “Mau ngomong apa?” tanyaku kepada Om Haris.
“Saya ingin mengajak kamu cari cincin pernikahan kita. Sebenarnya saya bisa langsung beli sendiri, tapi saya juga ingin agar kamu ikut memilihnya.” Ternyata tujuan laki-laki itu kembali berkunjung ke rumahku untuk menemaninya mencari cincin pernikahan kami.
“Tapi ….”
“Nggak apa-apa, Nak. Kamu boleh pergi bersama calon suamimu.” Tiba-tiba terdengar suara Ibu yang baru pulang dari rumah tetangga yang membutuhkan jasanya.
Om Haris langsung berdiri lalu menyalami Ibu. Setelah itu, dia kembali duduk sambil melihat ke arahku. Dia benar-benar membuatku salah tingkah. Tatapan yang dia tunjukkan seperti memiliki makna yang tidak dapat kupahami.
“Baiklah, Tika akan ikut dengan Om Haris,” jawabku kepada Ibu.
Aku segera melangkah ke kamar lalu bersiap-siap. Tidak pernah terbayangkan sama sekali kalau hari ini, aku akan pergi berdua bersama laki-laki yang merupakan calon suamiku. Semua ini terjadi sangat cepat dan masih terasa seperti mimpi.
Om Haris segera berpamitan setelah aku keluar dari kamar. Kami pun melangkah ke luar lalu dia membukakan pintu mobilnya untukku. Fortuner putih milik laki-laki itu akhirnya meluncur meninggalkan rumah sederhana keluargaku.
“Maaf, kalau selama ini saya tidak pernah bersikap ramah padamu.” Om Haris membuka pembicaraan.
“Nggak apa-apa, Om,” balasku sambil berusaha tersenyum.
“Terima kasih karena kamu menerima lamaran saya.”
“Iya. Sama-sama.”
“Apa kamu ikhlas menikah dengan saya?” Pertanyaan yang diajukan Om Haris membuatku bingung. Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya.
Dia tidak tahu kalau aku bersedia menerima lamarannya karena orang tua yang sangat kucintai dan sayangi. Tujuan terpenting dalam hidupku hanya ingin melihat keceriaan di wajah Bapak dan Ibu.
Aku sangat percaya kalau pernikahanku dengan Om Haris akan memberikan perubahan pada kehidupan keluargaku. Aku ingin berbakti dan memberikan yang terbaik untuk orang tua yang selalu ikhlas memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.
“Iya, saya ikhlas.” Aku memberikan jawaban dengan yakin kepada Om Haris.
“Saya sangat bersyukur memiliki calon pendamping hidup sepertimu.”
“Terima kasih.”
Kendaraan roda empat milik Om Haris, akhirnya berhenti di salah satu toko perhiasan ternama di kota ini. Dia segera membukakan pintu untukku lalu kami melangkah memasuki tempat mewah tersebut. Kami disambut dengan keramahan para penjaga toko.
“Selamat datang, Pak Haris.” Seorang laki-laki berpakaian sangat rapi langsung menghampiri kami. Dia menyalami Om Haris.
“Apa kabar, Pak Alex?” Om Haris terlihat dekat dengan laki-laki itu.
“Baik. Ayo, silakan dilihat cincin pesanan Pak Haris.” What? Ternyata laki-laki yang akan menikahiku itu telah memesan cincin sebelumnya.
“Saya serahkan semua pilihan pada calon istri saya.” Om Haris meraih tanganku, sedangkan aku hanya bisa diam.
Hampir semua mata yang ada di toko itu melihat ke arah kami. Aku tidak tahu apa yang sedang mereka pikirkan saat ini. Apa mereka merasa aneh melihatku berjalan dengan laki-laki yang lebih pantas jadi ayahku, bukan sebagai kekasihku?
Aku tetap tidak peduli kalau mereka berpikiran seperti itu. Bagiku, yang terpenting adalah membahagiakan orang tua dan keluarga. Walaupun calon suamiku mirip om-om, tetapi ketampanannya masih sangat jelas seperti lelaki muda.
“Kamu pilih yang mana, Dek?” tanya Om Haris setelah Pak Alex tadi mengeluarkan pilihan cincin pesanannya.
Tanpa berpikir panjang, aku memberikan pilihan pada pandangan pertama dan langsung tertarik dengan cincin yang bentuknya polos. “Yang ini aja.”
“Okeh, Pak Alex, saya mau yang ini dan sesuai dengan pilihan calon istri saya.” Om Haris menyampaikan pilihannya kepada laki-laki itu.
Aku tersanjung dan merasa bangga karena Om Haris mengikuti pilihanku. Ini kesan pertama yang membuatku tiba-tiba merasa kagum kepadanya. Aku sangat yakin kalau dia jodoh terbaik pilihan Bapak dan Ibu.
Setelah semuanya selesai, kami pun keluar dari toko. Om Haris tetap menggenggam tanganku walaupun aku merasa risi dengan tatapan orang-orang yang melihat ke arah kami. Ternyata butuh kesabaran kalau harus berjalan di samping Om Haris.
“Wow! Kita ketemu lagi, ya. Beruntung banget kamu bisa dapetin Kakak saya.” Tiba-tiba Bella muncul bersama seorang wanita yang dandanannya sangat menarik perhatian.
“Bella!” Om Haris menaikkan suaranya.
“Selamat, ya, jadi orang kaya baru.” Bella menatapku sangat sinis.
“Ternyata ini calon kakak ipar kamu, Bel?” Wanita yang bersama Bella membuka suara.
“Iya. Selera Kak Haris memang aneh, ya. Cantik, sih, tapi masih bocah.” Bella dan perempuan itu segera berlalu setelah mengucapkan kata-kata itu.
Aku tidak mengerti kenapa adik bungsu Om Haris tidak memberikan respons baik terhadapku. Bagaimana mungkin dia membenciku? Sementara kami belum pernah kenal sama sekali sebelum kedatangan mereka ke rumahku. Ada apa sebenarnya?
==============
🏵️🏵️🏵️Waktu telah menunjukkan pukul 17.25 WIB, Mas Haris akhirnya tiba di rumah. Aku pun menyambutnya dengan perasaan gembira. Aku segera meraih tangannya, kemudian menciumnya. Kami melangkah menuju kamar lalu aku memintanya membersihkan badan agar terasa segar.Setelah selesai mandi dan mengenakan pakaian yang telah aku siapkan, aku dan Mas Haris pun memilih duduk di sofa dekat jendela kamar. Dia menatapku lalu aku menyandarkan kepala ke bahunya. Sekarang, aku merasa makin mencintainya.Aku bahagia karena ternyata Mas Haris tidak pernah memiliki hubungan terlarang dengan wanita masa lalunya. Bella dengan tega telah merencanakan kejahatan yang tidak pernah aku pikirkan sama sekali. Dia menganggapku telah menggagalkan dirinya bersatu dengan laki-laki yang dia suka.Aku masih berpikir, siapa laki-laki yang Bella maksud? Aku tidak tahu siapa salah satu dari pemuda yang dulu menyatakan cinta kepadaku. Namun, apa yang Bella lakukan benar-benar keterlaluan.“Yakin, nggak, kalau Mas melak
🏵️🏵️🏵️Aku tidak percaya kalau Kak Indra masih berani menghubungiku setelah tidak bertemu beberapa bulan lamanya. Dia tetap saja memberikan perhatiannya walaupun sudah mengetahui statusku.Aku bingung harus bagaimana menghadapi Mas Haris kalau dia membaca isi pesan dari Kak Indra. Aku tidak ingin terjadi kesalahpahaman di antara kami setelah kejadian berat yang baru menimpa rumah tangga kami.“Siapa, Sayang?” tanya Mas Haris. Keadaan kami saat ini, masih berbalut selimut.“Kak Indra, Mas.” Wajahnya langsung menunjukkan perubahan.“Laki-laki yang pernah peluk kamu di kampus?” tanya Mas Haris dengan wajah serius.“Bukan peluk, Mas. Nggak sengaja pegang tangan saya.” Aku mengatakan yang sebenarnya.“Kenyataannya di foto seperti berpelukan.”“Mas masih tetap nggak percaya sama saya. Udahlah, terserah Mas aja. Mas hanya lihat foto seperti itu, tapi udah marah banget dulu. Gimana dengan Mas dan wanita itu? Mas kembali mengingatkan saya tentang kejadian pahit itu. Padahal saya udah mulai m
🏵️🏵️🏵️Setelah mendengar penjelasan orang tua dan mertuaku, akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke rumah Mas Haris. Aku ingin membuktikan kalau cinta yang telah tercipta antara kami tidak akan tergoyahkan oleh wanita masa lalunya.Aku istri Mas Haris dan sudah sepantasnya berada di pihaknya. Aku tahu kalau apa yang terjadi saat ini sangat menorehkan luka yang mendalam. Namun, aku harus mencoba bersikap lebih dewasa untuk menyikapi masalah yang dia hadapi.Aku harus yakin kalau cinta Mas Haris sangat tulus. Itu terbukti dari usianya yang tidak muda lagi saat menikah denganku. Dia terjebak dengan hubungan masa lalu dan susah untuk berpaling. Namun, setelah bertemu denganku, dia mampu untuk kembali membuka hati.Kedua mertuaku akhirnya berpamitan kepada Bapak dan Ibu untuk pulang. Sementara aku dan Mas Haris memilih berbenah dan berkemas agar segera kembali ke rumahnya. Aku tidak boleh egois karena anak dalam kandunganku membutuhkan kasih sayang ayahnya.“Tika pamit, ya, Pak, Buk.” A
🏵️🏵️🏵️Waktu menunjukkan pukul 08.35 WIB, Mas Haris belum berangkat ke kantor. Dia bahkan tidak bersiap-siap untuk melakukan kegiatan rutinitasnya setiap hari. Dia tampak sedih, tetapi aku berusaha untuk tidak mengasihaninya.Perbuatan yang Mas Haris lakukan terlalu menyakitkan dan menyiksa batin. Aku sangat ragu untuk kembali bersatu dengannya. Namun, bagaimana dengan anakku? Apa yang akan terjadi jika aku harus mengurus sang buah hati kami sendirian? Membayangkannya saja hati ini merasa takut.Apa aku harus mengalah demi anak yang ada dalam kandunganku? Dia tidak bersalah, ayahnya yang harus disalahkan dalam hal ini. Seandainya perbuatan tidak pantas itu tidak terjadi, saat ini hubunganku dengan Mas Haris pasti akan tetap baik-baik saja.Akan tetapi, kenyataan yang terjadi saat ini tidak seindah harapan. Mas Haris telah menodai pernikahan suci kami dengan sebuah pengkhianatan. Kemesraan yang terjalin selama ini, hilang bagaikan ditelan bumi. Cinta dan perhatian yang dia berikan se
🏵️🏵️🏵️Inilah kenyataan yang harus kuhadapi sekarang. Calon ayah dari anakku telah melakukan hubungan terlarang bersama wanita masa lalunya. Membayangkan perbuatan mereka saja, dada ini terasa sangat sesak dan ingin berteriak.Betapa berat cobaan yang harus kuhadapi saat ini. Bagaimana mungkin aku masih bisa bersikap biasa kepada suami yang telah menciptakan dosa besar dalam rumah tangga kami? Kebahagiaan yang terjalin selama ini, dengan sekejap saja langsung berubah menjadi derita yang sangat menyakitkan.Aku sangat percaya kepada Mas Haris, tetapi untuk sekarang kepercayaan itu telah hancur bersamaan dengan terlukanya hati ini. Dia yang aku dambakan dan kagumi, ternyata mampu menorehkan penderitaan sesakit ini. Cinta yang telah tumbuh di hatiku perlahan berubah menjadi kecewa.Aku rela menyerahkan jiwa dan raga ini kepada Mas Haris, walaupun usiaku masih sangat dini untuk menyandang status sebagai istri, bahkan sekarang sedang mengandung anaknya. Betapa malunya anak dalam kandunga
🏵️🏵️🏵️Aku menangis melihat foto yang dikirim ke ponsel Mas Haris. Laki-laki yang telah berhasil membuatku jatuh cinta, sangat tega berbaring di ranjang yang sama dengan wanita masa lalunya. Hati ini masih berharap kalau apa yang kulihat itu adalah mimpi.Saat aku sedang mengandung benih Mas Haris, dia dengan tega memberikan cambukan yang sangat menyiksa batin. Aku tidak kuasa dan tidak sanggup lagi untuk tetap bertahan di rumah ini. Lebih baik aku pulang ke rumah orang tuaku untuk menumpahkan kekecewaan mendalam ini.“Saya lebih baik pergi dari rumah ini. Tidak ada lagi yang dapat saya pertahankan, semuanya sudah hancur.” Aku mengambil koper lalu mengemasi barang-barangku.“Sayang, tolong dengarkan penjelasan saya. Saya akan jelasin semuanya. Saya tidak tahu apa yang saya lakukan malam itu.” Ungkapan Mas Haris membuatku makin percaya kalau dia telah melakukan sesuatu dengan Eva. Membayangkannya saja aku merasa jijik.“Mas tega berkhianat di belakang saya. Inikah balasan dari pengor