Share

Status Baru

last update Last Updated: 2025-04-26 00:27:34

🏵️🏵️🏵️

Hari ini, statusku resmi menjadi istri Om Haris. Inilah jalan hidup dan kenyataan yang harus kuhadapi, di mana gadis berusia delapan belas tahun telah memiliki pasangan halal.

Resepsi pernikahan berlangsung dengan penuh kemegahan dan kemewahan. Seorang pengusaha sukses yang berasal dari keluarga terpandang, menikahi gadis biasa dan masih sangat muda dibandingkan dirinya.

Akan tetapi, selisih usia kami tidak membuatku menyesal atau merasa tidak beruntung. Semua itu kulakukan demi meringankan beban Ibu yang harus rela menjadi tulang punggung semenjak Bapak tertimpa musibah.

Om Haris telah berjanji akan membantu kebutuhan keluargaku. Dia juga akan membiayai pengobatan Bapak dan sekolah Tiwi. Aku sangat bangga dan bersyukur karena dengan adanya pernikahan ini, maka orang-orang tersayang tidak akan merasa kekurangan lagi seperti sebelumnya.

Sudah terlalu lama Ibu menanggung dan memikul beban menjadi tulang punggung. Saat itu, aku hanya mampu memberikan dukungan kepada beliau agar tetap semangat menghadapi cobaan yang telah menimpa keluarga kami.

Ibu selalu mengaku sangat ikhlas menggantikan posisi Bapak sebagai tulang punggung dalam keluarga. Beliau tetap menjadi seorang istri yang salihah dan menghargai suami. Aku bangga melihat sikapnya.

Sekarang, aku dan Om Haris telah memasuki kamar pengantin kami. Tidak pernah terbayangkan sama sekali kalau aku akan berada di ruangan yang sangat mewah ini. Aku merasa seperti mimpi karena duduk di ranjang yang sama dengan laki-laki yang masih asing bagiku.

“Nggak mandi, Sayang?” What? Om Haris tiba-tiba memanggilku dengan sebutan yang sebelumnya tidak pernah aku dengar dari mulutnya.

“Kenapa Om memanggil saya dengan sebutan itu?” Aku merasa sangat aneh mendengar panggilan itu.

“Sekarang kamu sudah resmi menjadi istri saya. Kamu wanita yang saya cintai dan sayangi.” Dia menggeser posisi duduknya makin mendekat ke arahku. Hatiku berdebar tidak keruan.

“Tapi, Om ….” Aku menjeda kata-kata yang ingin kuucapkan karena dia meraih jemariku.

“Kenapa kamu masih memanggil saya dengan sebutan ‘Om’?” tanya beliau hingga membuatku salah tingkah.

“Jadi, saya harus manggil apa?”

“Saya suami kamu dan sebaiknya kamu memanggil saya dengan sebutan ‘Mas’.” Ternyata dia tidak ingin jika aku masih memanggilnya dengan sebutan ‘Om’.

Sudah sepantasnya aku memanggil suamiku dengan panggilan khusus yang dia inginkan karena kenyataannya dia sudah menghalalkanku. Bagaimana mungkin seorang istri memanggil ‘Om’ kepada pendamping hidupnya?

“Baik, Mas,” ucapku walaupun masih terasa canggung.

“Terima kasih, Sayang.” Dia kemudian mencium jemariku.

Aku sama sekali tidak berusaha untuk mengelak atau menolak perlakuan Mas Haris. Aku ingin membuktikan kalau aku akan berusaha menjadi seorang istri yang berbakti dan menghormati suami.

Masih sangat teringat jelas apa yang Ibu sampaikan kepadaku sebelum mereka kembali pulang ke rumah tadi sore. Beliau mengingatkan tentang status yang baru kusandang hari ini. Wanita itu berpesan agar aku menempatkan posisi dalam keluarga baruku dan tetap menghargai suami.

“Kamu harus ingat, ya, Nak ... inilah keluarga barumu sekarang. Jadilah istri yang berbakti pada suami. Kamu harus bisa menempatkan posisi sebagai istri dan mampu memberikan kebahagiaan untuk Nak Haris.” Apa yang Ibu sampaikan akan tetap aku ingat.

Aku berjanji kepada diri sendiri akan menjadi istri yang ikhlas menikah dengan Mas Haris. Dia adalah sosok yang telah memberikan babak baru untuk keluargaku. Sudah sepantasnya cinta dan hati ini kuberikan kepadanya.

“Saya mandi dulu, ya, Sayang. Setelah itu, kamu juga mandi.” Dia beranjak dari tempat tidur lalu menuju kamar mandi.

Aku tidak tahu kenapa hati ini tidak merasakan sedikit pun penyesalan karena telah menikah dengan laki-laki yang jauh lebih tua dariku. Apa mungkin semua ini semata-mata hanya ingin melihat kebahagiaan orang tuaku? Ataukah ada perasaan lain?

Aku tidak mungkin secepat itu memiliki perasaan lebih kepada Mas Haris. Sebelumnya, dia tidak pernah ada dalam pikiranku sama sekali. Selama ini, aku hanya menganggapnya sebagai teman Bapak.

Apa mungkin karena aku melihat kebahagiaan terpancar dari wajah orang tuaku hingga melupakan diriku yang sudah menikah tanpa cinta? Apa karena sikap yang ditunjukkan Mas Haris dalam dua minggu ini, telah membuatku terpesona?

Sudahlah … semua itu tidak perlu dipikirkan lagi karena yang terpenting sekarang adalah mempersiapkan diri jika sesuatu terjadi malam ini. Aku harus terima statusku yang akan memenuhi hak suami.

“Kamu mandi, Sayang.” Aku terkejut mendengar suara Mas Haris yang telah berada di sampingku dengan mengenakan piyama biru.

“Iya, Om … eh, Mas.” Aku masih salah sebutan untuk memanggilnya. Aku pun beranjak menuju kamar mandi, sedangkan Mas Haris duduk di tempat tidur.

🏵️🏵️🏵️

“Kenapa duduknya jauh-jauh?” tanya Mas Haris. Setelah selesai mandi, aku kembali duduk di tempat tidur.

“Nggak apa-apa, Mas.” Aku berusaha tersenyum kepadanya.

“Apa kamu takut?”

“Nggak, Mas.”

“Atau saya terlalu tua untuk bersanding denganmu? Ya, walaupun banyak yang bilang wajah saya masih seperti anak muda.”

Aku akui, walaupun usia Mas Haris saat ini telah menginjak 38 tahun, tetapi ketampanan yang terpancar sangat jelas dari wajahnya. Dia masih pantas sebagai anak muda karena penampilannya sangat menarik dan memesona.

“Sama sekali nggak, Mas.”

“Saya hanya ingin dekat dengan istri yang saya cintai. Apa itu salah, Sayang?” Pertanyaannya membuatku serba salah.

“Nggak salah, Mas.”

“Kalau memang nggak salah. Mendekatlah.” Dia merentangkan kedua tangannya.

Aku tidak mungkin menolak laki-laki yang telah menghalalkanku itu. Aku segera menggeser posisi duduk lalu mendekatinya. Rasanya seperti mimpi karena sekarang, aku berada dalam dekapan Mas Haris. Dia menuntun kepalaku bersandar ke dadanya.

“Kamu nggak perlu takut, Sayang. Jika kamu belum siap, saya tidak akan memaksa.” Hati ini sangat lega setelah mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya.

“Terima kasih, Mas.”

“Iya.” Dia mendaratkan sentuhan di dahiku. Jantung ini berdegup kencang, aku takut kalau Mas Haris mengetahuinya. 

“Saya boleh nanya sesuatu?” tanyaku kepadanya.

“Mau nanya apa?” Dia membelai rambut panjangku.

“Kenapa Mas memilih saya sebagai istri?”

“Karena kamu pantas menjadi istri saya.”

“Sesederhana itukah alasannya?”

“Saya sangat mencintaimu.” Aku terharu mendengar kata cinta yang dia ucapkan.

“Bagaimana mungkin Mas mencintai saya? Sementara kita baru beberapa kali bertemu dan Mas juga tidak pernah melirik saya.”

“Kamu tidak pernah tahu kalau saya selalu mengikuti kegiatanmu.”

“Maksudnya apa, Mas?”

“Saya sering memperhatikan kamu dari jauh. Saya juga tahu kalau banyak laki-laki di luar sana yang ingin mendekati dan bahkan mendapatkan hatimu.”

“Apa?”

“Iya, Sayang. Saya minta maaf karena sering mengikutimu tanpa sepengetahuan kamu.”

Aku sangat terharu mendengar pengakuan yang keluar dari mulut Mas Haris. Sebesar itu rasa cinta yang dia miliki untukku hingga rela mengikuti kegiatan yang kulakukan selama ini. Dia benar-benar membuatku makin mengaguminya.

Malam ini, walaupun Mas Haris tidak memaksa untuk meminta haknya sebagai suami kepadaku, tetapi aku berjanji akan segera melaksanakan kewajiban sebagai istri dan memberikan yang terbaik untuknya. Mungkin malam besok. Saat ini, kami lebih baik menuju alam mimpi.

Keesokan harinya....

Anggota keluarga Mas Haris menyambut kami pagi ini di meja makan. Mami mertua langsung menyapaku. “Pagi, Nak.”

“Pagi juga, Bu,” balasku lalu duduk di samping Mas Haris.

“Kenapa masih panggil ‘Bu’? Mulai sekarang harus panggil 'Mami dan Papi'. Kamu menantu di rumah ini.” Mami mertua memintaku mengubah panggilan.

“Baik, Mih.” Aku mengembangkan senyuman.

“Enak, ya, pagi-pagi tidak harus menyiapkan semuanya karena sudah tersedia di meja makan. Tinggal makan aja. Udah seperti putri. Dulunya miskin, sekarang tiba-tiba jadi kaya mendadak.” Aku terkejut mendengar kata-kata yang Bella ucapkan.

“Bella!” Papi mertua menyebut nama Bella dengan nada tinggi.

Aku tidak tahu kenapa hingga saat ini, Bella masih tetap mengingatkan statusku yang berasal dari keluarga tidak mampu. Tanpa mengatakan hal itu di depan semuanya, aku juga sangat menyadari siapa diriku. Kenapa dia tidak menyukaiku?

===========

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JODOHKU MIRIP OM-OM    Canggung

    🏵️🏵️🏵️Aku tidak terbangun untuk melaksanakan salat Subuh, badan terasa capek hingga tidak menyadari kalau hari sudah pagi. Aku tidak mengerti kenapa tadi malam tidur sangat pulas dan tidak seperti biasanya.“Pagi, Sayang.” Aku terkejut melihat Mas Haris duduk di samping tempat tidur. Di tangannya ada segelas susu dan beberapa keping roti di piring kecil. “Maaf, Mas, saya kesiangan.” Aku langsung duduk sambil menutupi tubuh dengan selimut. Tiba-tiba aku merasa canggung di depannya.“Kamu tidurnya nyenyak banget, saya nggak tega mau bangunin mandi sebelum salat Subuh.” Aku merasakan pipi ini memanas karena mengingat apa yang terjadi tadi malam.“Seharusnya Mas tetap bangunin saya. Apa kata Papi dan Mami jika mengetahui saya baru bangun?” Aku benar-benar merasa bersalah.“Mereka pasti ngerti, Sayang. Santai aja.” Mas Haris tersenyum kepadaku.“Ngerti apa maksudnya, Mas?”“Ngerti dengan pengantin baru.”“Saya harus gimana, nih, Mas?”“Udah, nggak apa-apa. Ini aja Mami yang minta saya

  • JODOHKU MIRIP OM-OM    Unboxing

    🏵️🏵️🏵️Hati ini masih terus bertanya, kenapa adik iparku sendiri sepertinya sangat tidak suka dengan keberadaanku di rumah ini. Dari awal pertemuan, Bella telah menunjukkan sikap aneh dan tatapan penuh kebencian.Dulu, aku menganggap kalau itu hanya perasaanku saja. Aku tidak ingin berprasangka buruk terhadapnya. Namun, ternyata sikap kasar yang dia tunjukkan di depanku tidak hanya sekali, tetapi ini untuk ketiga kalinya.“Bella mengatakan yang sebenarnya, Pih.” Bella dengan santai memberikan jawaban.“Kenapa kamu ngomong seperti itu, Bel?” tanya Mas Haris kepada adiknya itu.“Apa salah kalau aku jujur, Kak?” Bella justru balik bertanya.“Jaga bicaramu! Tika itu kakak iparmu, istri Kakak. Kamu harus menghormatinya!” Mas Haris menaikkan suara.“Sekarang Kakak udah berani bentak aku hanya karena wanita itu?” Bella menunjuk ke arahku.“Diam kamu, Bella!” Mas Haris terlihat marah.Aku memegang lengan Mas Haris untuk menenangkannya. “Sudah, Mas, saya yang salah. Sebaiknya saya makan di

  • JODOHKU MIRIP OM-OM    Status Baru

    🏵️🏵️🏵️Hari ini, statusku resmi menjadi istri Om Haris. Inilah jalan hidup dan kenyataan yang harus kuhadapi, di mana gadis berusia delapan belas tahun telah memiliki pasangan halal.Resepsi pernikahan berlangsung dengan penuh kemegahan dan kemewahan. Seorang pengusaha sukses yang berasal dari keluarga terpandang, menikahi gadis biasa dan masih sangat muda dibandingkan dirinya.Akan tetapi, selisih usia kami tidak membuatku menyesal atau merasa tidak beruntung. Semua itu kulakukan demi meringankan beban Ibu yang harus rela menjadi tulang punggung semenjak Bapak tertimpa musibah.Om Haris telah berjanji akan membantu kebutuhan keluargaku. Dia juga akan membiayai pengobatan Bapak dan sekolah Tiwi. Aku sangat bangga dan bersyukur karena dengan adanya pernikahan ini, maka orang-orang tersayang tidak akan merasa kekurangan lagi seperti sebelumnya.Sudah terlalu lama Ibu menanggung dan memikul beban menjadi tulang punggung. Saat itu, aku hanya mampu memberikan dukungan kepada beliau agar

  • JODOHKU MIRIP OM-OM    Cincin Pernikahan

    🏵️🏵️🏵️Tiga hari setelah kedatangan keluarga Om Haris ke rumahku, laki-laki itu kini kembali menemuiku lalu menghampiri Bapak yang sedang berada di ruang tamu dan duduk di kursi roda. Aku menyuguhkan minuman kepadanya layaknya sebagai tamu.Saat aku melangkah dan ingin kembali ke dapur, Om Haris justru mencegahku. “Duduk di sini aja, Dek, saya mau ngomong sesuatu.” Om Haris benar-benar berubah menurutku. Sekarang, dia sangat ramah dan tidak cuek seperti biasanya. Dia bersikap seolah-olah kami telah terbiasa dekat satu sama lain, padahal kenyataan sebelumnya, dia tidak pernah menyapaku.Akhirnya, aku duduk di samping Bapak. “Mau ngomong apa?” tanyaku kepada Om Haris.“Saya ingin mengajak kamu cari cincin pernikahan kita. Sebenarnya saya bisa langsung beli sendiri, tapi saya juga ingin agar kamu ikut memilihnya.” Ternyata tujuan laki-laki itu kembali berkunjung ke rumahku untuk menemaninya mencari cincin pernikahan kami.“Tapi ….”“Nggak apa-apa, Nak. Kamu boleh pergi bersama calon

  • JODOHKU MIRIP OM-OM    Bingung dan Heran

    🏵️🏵️🏵️Seminggu berlalu, akhirnya keluarga Om Haris berkunjung ke rumahku. Orang tuanya sangat baik kepadaku, tetapi sangat berbeda dengan Bella—adik bungsunya yang selalu menunjukkan tatapan tajam. Mungkin selisih usia kami sekitar empat tahun, dia lebih tua dariku.Aku tidak mengerti kenapa pandangannya seperti tidak menyukai diriku. Namun, aku tetap berharap semoga ini hanya perasaanku saja karena sangat tidak baik jika harus berprasangka buruk terhadap orang lain.Kini, kedua keluarga masih membicarakan rencana pernikahanku dan Om Haris. Laki-laki itu tiba-tiba melihat ke arahku. Kejadian ini tidak seperti biasanya. Dulu, dia tidak pernah menoleh sedikit pun untuk melirikku.Bagiku, Om Haris adalah laki-laki serius dan sangat jarang mengembangkan senyuman. Namun hari ini, dia menunjukkan jejeran gigi putihnya di hadapanku. Ketampanan yang dia miliki makin sempurna dengan wajahnya yang tampak berseri-seri.“Kapan pernikahan anak-anak kita dilangsungkan, Pak Budi?” tanya Pak Arfa

  • JODOHKU MIRIP OM-OM    Keputusan Mengenutkan

    🏵️🏵️🏵️“Bagaimana mungkin Tika nikah dengan laki-laki yang lebih pantas jadi ayah untuk Tika, Buk?” Aku sangat terkejut mendengar keputusan sepihak dari wanita yang telah melahirkanku.“Ini demi pengobatan Bapak, juga masa depan kamu, Nak.” Ibu memberikan alasan yang sulit aku mengerti.“Kenapa harus dengan laki-laki itu, Buk? Usia kami terpaut dua puluh tahun. Dia lebih cocok dijadikan sebagai om, bukan suami.” Aku tetap berusaha menyadarkan Ibu.“Kamu harus berpikir untuk ke depannya. Hanya dia yang mampu dan bersedia meringankan penderitaan kita. Kamu harus lihat adik kamu yang masih butuh biaya untuk sekolah, sedangkan Bapak sudah setahun ini tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga kita.” “Tapi, Buk ….” Aku menjeda karena tidak tahu harus berkata apa.“Dia orang baik, Nak. Dia juga sangat mencintaimu.”“Apa? Itu nggak mungkin, Buk.”Aku tidak percaya tentang kata cinta yang Ibu ucapkan.“Haris sendiri yang mengatakannya. Dia menunggumu selama berbulan-bulan. Setelah kamu dinyat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status