🏵️🏵️🏵️
Hari ini, statusku resmi menjadi istri Om Haris. Inilah jalan hidup dan kenyataan yang harus kuhadapi, di mana gadis berusia delapan belas tahun telah memiliki pasangan halal.
Resepsi pernikahan berlangsung dengan penuh kemegahan dan kemewahan. Seorang pengusaha sukses yang berasal dari keluarga terpandang, menikahi gadis biasa dan masih sangat muda dibandingkan dirinya.
Akan tetapi, selisih usia kami tidak membuatku menyesal atau merasa tidak beruntung. Semua itu kulakukan demi meringankan beban Ibu yang harus rela menjadi tulang punggung semenjak Bapak tertimpa musibah.
Om Haris telah berjanji akan membantu kebutuhan keluargaku. Dia juga akan membiayai pengobatan Bapak dan sekolah Tiwi. Aku sangat bangga dan bersyukur karena dengan adanya pernikahan ini, maka orang-orang tersayang tidak akan merasa kekurangan lagi seperti sebelumnya.
Sudah terlalu lama Ibu menanggung dan memikul beban menjadi tulang punggung. Saat itu, aku hanya mampu memberikan dukungan kepada beliau agar tetap semangat menghadapi cobaan yang telah menimpa keluarga kami.
Ibu selalu mengaku sangat ikhlas menggantikan posisi Bapak sebagai tulang punggung dalam keluarga. Beliau tetap menjadi seorang istri yang salihah dan menghargai suami. Aku bangga melihat sikapnya.
Sekarang, aku dan Om Haris telah memasuki kamar pengantin kami. Tidak pernah terbayangkan sama sekali kalau aku akan berada di ruangan yang sangat mewah ini. Aku merasa seperti mimpi karena duduk di ranjang yang sama dengan laki-laki yang masih asing bagiku.
“Nggak mandi, Sayang?” What? Om Haris tiba-tiba memanggilku dengan sebutan yang sebelumnya tidak pernah aku dengar dari mulutnya.
“Kenapa Om memanggil saya dengan sebutan itu?” Aku merasa sangat aneh mendengar panggilan itu.
“Sekarang kamu sudah resmi menjadi istri saya. Kamu wanita yang saya cintai dan sayangi.” Dia menggeser posisi duduknya makin mendekat ke arahku. Hatiku berdebar tidak keruan.
“Tapi, Om ….” Aku menjeda kata-kata yang ingin kuucapkan karena dia meraih jemariku.
“Kenapa kamu masih memanggil saya dengan sebutan ‘Om’?” tanya beliau hingga membuatku salah tingkah.
“Jadi, saya harus manggil apa?”
“Saya suami kamu dan sebaiknya kamu memanggil saya dengan sebutan ‘Mas’.” Ternyata dia tidak ingin jika aku masih memanggilnya dengan sebutan ‘Om’.
Sudah sepantasnya aku memanggil suamiku dengan panggilan khusus yang dia inginkan karena kenyataannya dia sudah menghalalkanku. Bagaimana mungkin seorang istri memanggil ‘Om’ kepada pendamping hidupnya?
“Baik, Mas,” ucapku walaupun masih terasa canggung.
“Terima kasih, Sayang.” Dia kemudian mencium jemariku.
Aku sama sekali tidak berusaha untuk mengelak atau menolak perlakuan Mas Haris. Aku ingin membuktikan kalau aku akan berusaha menjadi seorang istri yang berbakti dan menghormati suami.
Masih sangat teringat jelas apa yang Ibu sampaikan kepadaku sebelum mereka kembali pulang ke rumah tadi sore. Beliau mengingatkan tentang status yang baru kusandang hari ini. Wanita itu berpesan agar aku menempatkan posisi dalam keluarga baruku dan tetap menghargai suami.
“Kamu harus ingat, ya, Nak ... inilah keluarga barumu sekarang. Jadilah istri yang berbakti pada suami. Kamu harus bisa menempatkan posisi sebagai istri dan mampu memberikan kebahagiaan untuk Nak Haris.” Apa yang Ibu sampaikan akan tetap aku ingat.
Aku berjanji kepada diri sendiri akan menjadi istri yang ikhlas menikah dengan Mas Haris. Dia adalah sosok yang telah memberikan babak baru untuk keluargaku. Sudah sepantasnya cinta dan hati ini kuberikan kepadanya.
“Saya mandi dulu, ya, Sayang. Setelah itu, kamu juga mandi.” Dia beranjak dari tempat tidur lalu menuju kamar mandi.
Aku tidak tahu kenapa hati ini tidak merasakan sedikit pun penyesalan karena telah menikah dengan laki-laki yang jauh lebih tua dariku. Apa mungkin semua ini semata-mata hanya ingin melihat kebahagiaan orang tuaku? Ataukah ada perasaan lain?
Aku tidak mungkin secepat itu memiliki perasaan lebih kepada Mas Haris. Sebelumnya, dia tidak pernah ada dalam pikiranku sama sekali. Selama ini, aku hanya menganggapnya sebagai teman Bapak.
Apa mungkin karena aku melihat kebahagiaan terpancar dari wajah orang tuaku hingga melupakan diriku yang sudah menikah tanpa cinta? Apa karena sikap yang ditunjukkan Mas Haris dalam dua minggu ini, telah membuatku terpesona?
Sudahlah … semua itu tidak perlu dipikirkan lagi karena yang terpenting sekarang adalah mempersiapkan diri jika sesuatu terjadi malam ini. Aku harus terima statusku yang akan memenuhi hak suami.
“Kamu mandi, Sayang.” Aku terkejut mendengar suara Mas Haris yang telah berada di sampingku dengan mengenakan piyama biru.
“Iya, Om … eh, Mas.” Aku masih salah sebutan untuk memanggilnya. Aku pun beranjak menuju kamar mandi, sedangkan Mas Haris duduk di tempat tidur.
🏵️🏵️🏵️
“Kenapa duduknya jauh-jauh?” tanya Mas Haris. Setelah selesai mandi, aku kembali duduk di tempat tidur.
“Nggak apa-apa, Mas.” Aku berusaha tersenyum kepadanya.
“Apa kamu takut?”
“Nggak, Mas.”
“Atau saya terlalu tua untuk bersanding denganmu? Ya, walaupun banyak yang bilang wajah saya masih seperti anak muda.”
Aku akui, walaupun usia Mas Haris saat ini telah menginjak 38 tahun, tetapi ketampanan yang terpancar sangat jelas dari wajahnya. Dia masih pantas sebagai anak muda karena penampilannya sangat menarik dan memesona.
“Sama sekali nggak, Mas.”
“Saya hanya ingin dekat dengan istri yang saya cintai. Apa itu salah, Sayang?” Pertanyaannya membuatku serba salah.
“Nggak salah, Mas.”
“Kalau memang nggak salah. Mendekatlah.” Dia merentangkan kedua tangannya.
Aku tidak mungkin menolak laki-laki yang telah menghalalkanku itu. Aku segera menggeser posisi duduk lalu mendekatinya. Rasanya seperti mimpi karena sekarang, aku berada dalam dekapan Mas Haris. Dia menuntun kepalaku bersandar ke dadanya.
“Kamu nggak perlu takut, Sayang. Jika kamu belum siap, saya tidak akan memaksa.” Hati ini sangat lega setelah mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya.
“Terima kasih, Mas.”
“Iya.” Dia mendaratkan sentuhan di dahiku. Jantung ini berdegup kencang, aku takut kalau Mas Haris mengetahuinya.
“Saya boleh nanya sesuatu?” tanyaku kepadanya.
“Mau nanya apa?” Dia membelai rambut panjangku.
“Kenapa Mas memilih saya sebagai istri?”
“Karena kamu pantas menjadi istri saya.”
“Sesederhana itukah alasannya?”
“Saya sangat mencintaimu.” Aku terharu mendengar kata cinta yang dia ucapkan.
“Bagaimana mungkin Mas mencintai saya? Sementara kita baru beberapa kali bertemu dan Mas juga tidak pernah melirik saya.”
“Kamu tidak pernah tahu kalau saya selalu mengikuti kegiatanmu.”
“Maksudnya apa, Mas?”
“Saya sering memperhatikan kamu dari jauh. Saya juga tahu kalau banyak laki-laki di luar sana yang ingin mendekati dan bahkan mendapatkan hatimu.”
“Apa?”
“Iya, Sayang. Saya minta maaf karena sering mengikutimu tanpa sepengetahuan kamu.”
Aku sangat terharu mendengar pengakuan yang keluar dari mulut Mas Haris. Sebesar itu rasa cinta yang dia miliki untukku hingga rela mengikuti kegiatan yang kulakukan selama ini. Dia benar-benar membuatku makin mengaguminya.
Malam ini, walaupun Mas Haris tidak memaksa untuk meminta haknya sebagai suami kepadaku, tetapi aku berjanji akan segera melaksanakan kewajiban sebagai istri dan memberikan yang terbaik untuknya. Mungkin malam besok. Saat ini, kami lebih baik menuju alam mimpi.
Keesokan harinya....
Anggota keluarga Mas Haris menyambut kami pagi ini di meja makan. Mami mertua langsung menyapaku. “Pagi, Nak.”
“Pagi juga, Bu,” balasku lalu duduk di samping Mas Haris.
“Kenapa masih panggil ‘Bu’? Mulai sekarang harus panggil 'Mami dan Papi'. Kamu menantu di rumah ini.” Mami mertua memintaku mengubah panggilan.
“Baik, Mih.” Aku mengembangkan senyuman.
“Enak, ya, pagi-pagi tidak harus menyiapkan semuanya karena sudah tersedia di meja makan. Tinggal makan aja. Udah seperti putri. Dulunya miskin, sekarang tiba-tiba jadi kaya mendadak.” Aku terkejut mendengar kata-kata yang Bella ucapkan.
“Bella!” Papi mertua menyebut nama Bella dengan nada tinggi.
Aku tidak tahu kenapa hingga saat ini, Bella masih tetap mengingatkan statusku yang berasal dari keluarga tidak mampu. Tanpa mengatakan hal itu di depan semuanya, aku juga sangat menyadari siapa diriku. Kenapa dia tidak menyukaiku?
===========
🏵️🏵️🏵️Waktu telah menunjukkan pukul 17.25 WIB, Mas Haris akhirnya tiba di rumah. Aku pun menyambutnya dengan perasaan gembira. Aku segera meraih tangannya, kemudian menciumnya. Kami melangkah menuju kamar lalu aku memintanya membersihkan badan agar terasa segar.Setelah selesai mandi dan mengenakan pakaian yang telah aku siapkan, aku dan Mas Haris pun memilih duduk di sofa dekat jendela kamar. Dia menatapku lalu aku menyandarkan kepala ke bahunya. Sekarang, aku merasa makin mencintainya.Aku bahagia karena ternyata Mas Haris tidak pernah memiliki hubungan terlarang dengan wanita masa lalunya. Bella dengan tega telah merencanakan kejahatan yang tidak pernah aku pikirkan sama sekali. Dia menganggapku telah menggagalkan dirinya bersatu dengan laki-laki yang dia suka.Aku masih berpikir, siapa laki-laki yang Bella maksud? Aku tidak tahu siapa salah satu dari pemuda yang dulu menyatakan cinta kepadaku. Namun, apa yang Bella lakukan benar-benar keterlaluan.“Yakin, nggak, kalau Mas melak
🏵️🏵️🏵️Aku tidak percaya kalau Kak Indra masih berani menghubungiku setelah tidak bertemu beberapa bulan lamanya. Dia tetap saja memberikan perhatiannya walaupun sudah mengetahui statusku.Aku bingung harus bagaimana menghadapi Mas Haris kalau dia membaca isi pesan dari Kak Indra. Aku tidak ingin terjadi kesalahpahaman di antara kami setelah kejadian berat yang baru menimpa rumah tangga kami.“Siapa, Sayang?” tanya Mas Haris. Keadaan kami saat ini, masih berbalut selimut.“Kak Indra, Mas.” Wajahnya langsung menunjukkan perubahan.“Laki-laki yang pernah peluk kamu di kampus?” tanya Mas Haris dengan wajah serius.“Bukan peluk, Mas. Nggak sengaja pegang tangan saya.” Aku mengatakan yang sebenarnya.“Kenyataannya di foto seperti berpelukan.”“Mas masih tetap nggak percaya sama saya. Udahlah, terserah Mas aja. Mas hanya lihat foto seperti itu, tapi udah marah banget dulu. Gimana dengan Mas dan wanita itu? Mas kembali mengingatkan saya tentang kejadian pahit itu. Padahal saya udah mulai m
🏵️🏵️🏵️Setelah mendengar penjelasan orang tua dan mertuaku, akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke rumah Mas Haris. Aku ingin membuktikan kalau cinta yang telah tercipta antara kami tidak akan tergoyahkan oleh wanita masa lalunya.Aku istri Mas Haris dan sudah sepantasnya berada di pihaknya. Aku tahu kalau apa yang terjadi saat ini sangat menorehkan luka yang mendalam. Namun, aku harus mencoba bersikap lebih dewasa untuk menyikapi masalah yang dia hadapi.Aku harus yakin kalau cinta Mas Haris sangat tulus. Itu terbukti dari usianya yang tidak muda lagi saat menikah denganku. Dia terjebak dengan hubungan masa lalu dan susah untuk berpaling. Namun, setelah bertemu denganku, dia mampu untuk kembali membuka hati.Kedua mertuaku akhirnya berpamitan kepada Bapak dan Ibu untuk pulang. Sementara aku dan Mas Haris memilih berbenah dan berkemas agar segera kembali ke rumahnya. Aku tidak boleh egois karena anak dalam kandunganku membutuhkan kasih sayang ayahnya.“Tika pamit, ya, Pak, Buk.” A
🏵️🏵️🏵️Waktu menunjukkan pukul 08.35 WIB, Mas Haris belum berangkat ke kantor. Dia bahkan tidak bersiap-siap untuk melakukan kegiatan rutinitasnya setiap hari. Dia tampak sedih, tetapi aku berusaha untuk tidak mengasihaninya.Perbuatan yang Mas Haris lakukan terlalu menyakitkan dan menyiksa batin. Aku sangat ragu untuk kembali bersatu dengannya. Namun, bagaimana dengan anakku? Apa yang akan terjadi jika aku harus mengurus sang buah hati kami sendirian? Membayangkannya saja hati ini merasa takut.Apa aku harus mengalah demi anak yang ada dalam kandunganku? Dia tidak bersalah, ayahnya yang harus disalahkan dalam hal ini. Seandainya perbuatan tidak pantas itu tidak terjadi, saat ini hubunganku dengan Mas Haris pasti akan tetap baik-baik saja.Akan tetapi, kenyataan yang terjadi saat ini tidak seindah harapan. Mas Haris telah menodai pernikahan suci kami dengan sebuah pengkhianatan. Kemesraan yang terjalin selama ini, hilang bagaikan ditelan bumi. Cinta dan perhatian yang dia berikan se
🏵️🏵️🏵️Inilah kenyataan yang harus kuhadapi sekarang. Calon ayah dari anakku telah melakukan hubungan terlarang bersama wanita masa lalunya. Membayangkan perbuatan mereka saja, dada ini terasa sangat sesak dan ingin berteriak.Betapa berat cobaan yang harus kuhadapi saat ini. Bagaimana mungkin aku masih bisa bersikap biasa kepada suami yang telah menciptakan dosa besar dalam rumah tangga kami? Kebahagiaan yang terjalin selama ini, dengan sekejap saja langsung berubah menjadi derita yang sangat menyakitkan.Aku sangat percaya kepada Mas Haris, tetapi untuk sekarang kepercayaan itu telah hancur bersamaan dengan terlukanya hati ini. Dia yang aku dambakan dan kagumi, ternyata mampu menorehkan penderitaan sesakit ini. Cinta yang telah tumbuh di hatiku perlahan berubah menjadi kecewa.Aku rela menyerahkan jiwa dan raga ini kepada Mas Haris, walaupun usiaku masih sangat dini untuk menyandang status sebagai istri, bahkan sekarang sedang mengandung anaknya. Betapa malunya anak dalam kandunga
🏵️🏵️🏵️Aku menangis melihat foto yang dikirim ke ponsel Mas Haris. Laki-laki yang telah berhasil membuatku jatuh cinta, sangat tega berbaring di ranjang yang sama dengan wanita masa lalunya. Hati ini masih berharap kalau apa yang kulihat itu adalah mimpi.Saat aku sedang mengandung benih Mas Haris, dia dengan tega memberikan cambukan yang sangat menyiksa batin. Aku tidak kuasa dan tidak sanggup lagi untuk tetap bertahan di rumah ini. Lebih baik aku pulang ke rumah orang tuaku untuk menumpahkan kekecewaan mendalam ini.“Saya lebih baik pergi dari rumah ini. Tidak ada lagi yang dapat saya pertahankan, semuanya sudah hancur.” Aku mengambil koper lalu mengemasi barang-barangku.“Sayang, tolong dengarkan penjelasan saya. Saya akan jelasin semuanya. Saya tidak tahu apa yang saya lakukan malam itu.” Ungkapan Mas Haris membuatku makin percaya kalau dia telah melakukan sesuatu dengan Eva. Membayangkannya saja aku merasa jijik.“Mas tega berkhianat di belakang saya. Inikah balasan dari pengor