🏵️🏵️🏵️
Seminggu berlalu, akhirnya keluarga Om Haris berkunjung ke rumahku. Orang tuanya sangat baik kepadaku, tetapi sangat berbeda dengan Bella—adik bungsunya yang selalu menunjukkan tatapan tajam. Mungkin selisih usia kami sekitar empat tahun, dia lebih tua dariku.
Aku tidak mengerti kenapa pandangannya seperti tidak menyukai diriku. Namun, aku tetap berharap semoga ini hanya perasaanku saja karena sangat tidak baik jika harus berprasangka buruk terhadap orang lain.
Kini, kedua keluarga masih membicarakan rencana pernikahanku dan Om Haris. Laki-laki itu tiba-tiba melihat ke arahku. Kejadian ini tidak seperti biasanya. Dulu, dia tidak pernah menoleh sedikit pun untuk melirikku.
Bagiku, Om Haris adalah laki-laki serius dan sangat jarang mengembangkan senyuman. Namun hari ini, dia menunjukkan jejeran gigi putihnya di hadapanku. Ketampanan yang dia miliki makin sempurna dengan wajahnya yang tampak berseri-seri.
“Kapan pernikahan anak-anak kita dilangsungkan, Pak Budi?” tanya Pak Arfan—papi Om Haris, kepada Bapak.
“Sebaiknya kita tanya mereka, Pak,” jawab Bapak.
“Bagaimana, Haris dan Nak Tika?” Pak Arfan melihat ke arahku.
Aku tidak sanggup memberikan jawaban, bibir ini seolah-olah tidak mampu mengeluarkan kata-kata. Aku hanya bisa menunduk sambil menunggu apa yang akan disampaikan Om Haris. Mungkin lebih baik menyerahkan keputusan ini kepadanya.
“Bagaimana pendapat kamu, Dek?” Laki-kaki itu tiba-tiba bertanya kepadaku. Aku sangat terkejut karena sebelumnya, aku tidak pernah berbicara langsung dengannya.
“Saya ngikut aja.” Aku memberikan jawaban dengan yakin.
“Itu artinya kamu setuju menikah dalam waktu dekat ini karena saya ingin pernikahan diadakan secepatnya.” Dia memberikan pernyataan yang membuatku tidak mampu untuk menolaknya.
“Iya … saya setuju.” Jawaban itu keluar dengan yakin dari bibirku.
“Terima kasih, Dek.” Om Haris kembali mengembangkan senyuman kepadaku.
Walaupun aku belum siap secara lahir dan batin untuk menyandang status sebagai istri, tetapi hati kecilku mengatakan tetap bersedia menikah dengan Om Haris. Semua itu aku lakukan untuk memenuhi permintaan orang tuaku yang saat ini terlihat sangat bahagia.
Bapak dan Ibu menunjukkan wajah berseri-seri menyambut kedatangan keluarga Om Haris. Mereka terlihat lebih bersemangat dari biasanya. Aku bangga menyaksikan keceriaan yang mereka tunjukkan.
“Baiklah, karena kedua calon mempelai sudah setuju, maka sebaiknya acara pernikahan kita adakan dua minggu lagi.” Pak Arfan menentukan waktu pernikahan tersebut.
Sebenarnya, aku sedikit terkejut mendengar waktu yang telah ditentukan, tetapi aku berusaha tenang agar tidak mengundang kecurigaan di depan anggota keluarga Om Haris. Ternyata dua minggu lagi, statusku akan berubah menjadi seorang istri, mendampingi laki-laki yang tidak pernah ada dalam pikiranku sebelumnya.
“Kenapa diam aja? Pasti langsung setuju, dong, nikah dengan kakakku. Wanita mana, sih, yang nggak mau jadi istri seorang pengusaha sukses di kota ini?” Bella tiba-tiba membuka suara, sambil melihat ke arahku.
“Jaga bicaramu, Bel.” Om Haris memberikan balasan sembari menunjukkan wajah kesalnya di depan Bella.
“Itu kenyataan, Kak.” Bella masih tetap melanjutkan ucapannya.
“Bella! Bersikap sopanlah pada calon kakak iparmu!” Pak Arfan menaikkan suara terhadap anak bungsunya itu.
“Hebat, ya, sekarang. Semua belain dia.” Bella justru tidak berusaha untuk diam.
“Sayang, nggak boleh ngomong seperti itu. Seharusnya kamu bangga dan bersyukur karena Kakak kamu akhirnya bertemu dengan wanita pilihannya. Kita harus berterima kasih pada Tika karena telah bersedia menjadi calon pendamping hidup Kakak kamu.” Bu Shinta—mami Om Haris, memberikan penjelasan kepada Bella.
“Iya, deh, terserah. Di mata keluarga saat ini, Bella yang salah.” Bella berdiri lalu beranjak ke luar rumah.
Aku merasa serba salah dihadapkan pada posisi sekarang ini. Jika aku tidak menerima lamaran Om Haris, orang tuaku akan sangat sedih. Namun, setelah aku menerima pernikahan ini, justru adik kandung Om Haris yang memberikan respons menyakitkan.
Bu Shinta menghampiriku lalu berkata, “Nak Tika, ucapan Bella jangan dibawa ke hati, ya. Kami bersyukur karena kamu besedia menerima Haris sebagai calon suamimu.”
“Iya, Buk, saya mengerti. Saya tidak tersinggung sedikit pun dengan ucapannya karena saya ikhlas menerima lamaran ini.” Aku berusaha meyakinkan Bu Shinta.
“Terima kasih, Nak Tika.” Bu Shinta menggenggam jemariku.
“Iya, Buk. Sama-sama.” Aku mengembangkan senyuman di depan wanita tersebut.
Om Haris melihat ke arahku dengan senyuman yang tidak dapat kuartikan. Kenapa laki-laki itu sekarang berubah sangat ramah dan tidak dingin seperti biasanya? Aku berusaha membalasnya dengan sikap salah tingkah.
============
🏵️🏵️🏵️Waktu telah menunjukkan pukul 17.25 WIB, Mas Haris akhirnya tiba di rumah. Aku pun menyambutnya dengan perasaan gembira. Aku segera meraih tangannya, kemudian menciumnya. Kami melangkah menuju kamar lalu aku memintanya membersihkan badan agar terasa segar.Setelah selesai mandi dan mengenakan pakaian yang telah aku siapkan, aku dan Mas Haris pun memilih duduk di sofa dekat jendela kamar. Dia menatapku lalu aku menyandarkan kepala ke bahunya. Sekarang, aku merasa makin mencintainya.Aku bahagia karena ternyata Mas Haris tidak pernah memiliki hubungan terlarang dengan wanita masa lalunya. Bella dengan tega telah merencanakan kejahatan yang tidak pernah aku pikirkan sama sekali. Dia menganggapku telah menggagalkan dirinya bersatu dengan laki-laki yang dia suka.Aku masih berpikir, siapa laki-laki yang Bella maksud? Aku tidak tahu siapa salah satu dari pemuda yang dulu menyatakan cinta kepadaku. Namun, apa yang Bella lakukan benar-benar keterlaluan.“Yakin, nggak, kalau Mas melak
🏵️🏵️🏵️Aku tidak percaya kalau Kak Indra masih berani menghubungiku setelah tidak bertemu beberapa bulan lamanya. Dia tetap saja memberikan perhatiannya walaupun sudah mengetahui statusku.Aku bingung harus bagaimana menghadapi Mas Haris kalau dia membaca isi pesan dari Kak Indra. Aku tidak ingin terjadi kesalahpahaman di antara kami setelah kejadian berat yang baru menimpa rumah tangga kami.“Siapa, Sayang?” tanya Mas Haris. Keadaan kami saat ini, masih berbalut selimut.“Kak Indra, Mas.” Wajahnya langsung menunjukkan perubahan.“Laki-laki yang pernah peluk kamu di kampus?” tanya Mas Haris dengan wajah serius.“Bukan peluk, Mas. Nggak sengaja pegang tangan saya.” Aku mengatakan yang sebenarnya.“Kenyataannya di foto seperti berpelukan.”“Mas masih tetap nggak percaya sama saya. Udahlah, terserah Mas aja. Mas hanya lihat foto seperti itu, tapi udah marah banget dulu. Gimana dengan Mas dan wanita itu? Mas kembali mengingatkan saya tentang kejadian pahit itu. Padahal saya udah mulai m
🏵️🏵️🏵️Setelah mendengar penjelasan orang tua dan mertuaku, akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke rumah Mas Haris. Aku ingin membuktikan kalau cinta yang telah tercipta antara kami tidak akan tergoyahkan oleh wanita masa lalunya.Aku istri Mas Haris dan sudah sepantasnya berada di pihaknya. Aku tahu kalau apa yang terjadi saat ini sangat menorehkan luka yang mendalam. Namun, aku harus mencoba bersikap lebih dewasa untuk menyikapi masalah yang dia hadapi.Aku harus yakin kalau cinta Mas Haris sangat tulus. Itu terbukti dari usianya yang tidak muda lagi saat menikah denganku. Dia terjebak dengan hubungan masa lalu dan susah untuk berpaling. Namun, setelah bertemu denganku, dia mampu untuk kembali membuka hati.Kedua mertuaku akhirnya berpamitan kepada Bapak dan Ibu untuk pulang. Sementara aku dan Mas Haris memilih berbenah dan berkemas agar segera kembali ke rumahnya. Aku tidak boleh egois karena anak dalam kandunganku membutuhkan kasih sayang ayahnya.“Tika pamit, ya, Pak, Buk.” A
🏵️🏵️🏵️Waktu menunjukkan pukul 08.35 WIB, Mas Haris belum berangkat ke kantor. Dia bahkan tidak bersiap-siap untuk melakukan kegiatan rutinitasnya setiap hari. Dia tampak sedih, tetapi aku berusaha untuk tidak mengasihaninya.Perbuatan yang Mas Haris lakukan terlalu menyakitkan dan menyiksa batin. Aku sangat ragu untuk kembali bersatu dengannya. Namun, bagaimana dengan anakku? Apa yang akan terjadi jika aku harus mengurus sang buah hati kami sendirian? Membayangkannya saja hati ini merasa takut.Apa aku harus mengalah demi anak yang ada dalam kandunganku? Dia tidak bersalah, ayahnya yang harus disalahkan dalam hal ini. Seandainya perbuatan tidak pantas itu tidak terjadi, saat ini hubunganku dengan Mas Haris pasti akan tetap baik-baik saja.Akan tetapi, kenyataan yang terjadi saat ini tidak seindah harapan. Mas Haris telah menodai pernikahan suci kami dengan sebuah pengkhianatan. Kemesraan yang terjalin selama ini, hilang bagaikan ditelan bumi. Cinta dan perhatian yang dia berikan se
🏵️🏵️🏵️Inilah kenyataan yang harus kuhadapi sekarang. Calon ayah dari anakku telah melakukan hubungan terlarang bersama wanita masa lalunya. Membayangkan perbuatan mereka saja, dada ini terasa sangat sesak dan ingin berteriak.Betapa berat cobaan yang harus kuhadapi saat ini. Bagaimana mungkin aku masih bisa bersikap biasa kepada suami yang telah menciptakan dosa besar dalam rumah tangga kami? Kebahagiaan yang terjalin selama ini, dengan sekejap saja langsung berubah menjadi derita yang sangat menyakitkan.Aku sangat percaya kepada Mas Haris, tetapi untuk sekarang kepercayaan itu telah hancur bersamaan dengan terlukanya hati ini. Dia yang aku dambakan dan kagumi, ternyata mampu menorehkan penderitaan sesakit ini. Cinta yang telah tumbuh di hatiku perlahan berubah menjadi kecewa.Aku rela menyerahkan jiwa dan raga ini kepada Mas Haris, walaupun usiaku masih sangat dini untuk menyandang status sebagai istri, bahkan sekarang sedang mengandung anaknya. Betapa malunya anak dalam kandunga
🏵️🏵️🏵️Aku menangis melihat foto yang dikirim ke ponsel Mas Haris. Laki-laki yang telah berhasil membuatku jatuh cinta, sangat tega berbaring di ranjang yang sama dengan wanita masa lalunya. Hati ini masih berharap kalau apa yang kulihat itu adalah mimpi.Saat aku sedang mengandung benih Mas Haris, dia dengan tega memberikan cambukan yang sangat menyiksa batin. Aku tidak kuasa dan tidak sanggup lagi untuk tetap bertahan di rumah ini. Lebih baik aku pulang ke rumah orang tuaku untuk menumpahkan kekecewaan mendalam ini.“Saya lebih baik pergi dari rumah ini. Tidak ada lagi yang dapat saya pertahankan, semuanya sudah hancur.” Aku mengambil koper lalu mengemasi barang-barangku.“Sayang, tolong dengarkan penjelasan saya. Saya akan jelasin semuanya. Saya tidak tahu apa yang saya lakukan malam itu.” Ungkapan Mas Haris membuatku makin percaya kalau dia telah melakukan sesuatu dengan Eva. Membayangkannya saja aku merasa jijik.“Mas tega berkhianat di belakang saya. Inikah balasan dari pengor