Share

Bab 4. The Four Horsemen

Pembalasan dendam yang ditawarkan oleh Dreyfus sungguh menggelitik batin Joseph. Pria itu berhenti melangkah tanpa memalingkan wajah. Dia tahu, kematian Camila tak lepas dari ulah ayah mertuanya, Andrew Reyes. Bukan Camila yang seharusnya mati, melainkan dirinya. Camila hanyalah korban, dan dia yakin bahwa Andrew tidak akan pernah memberi perintah kepada orang-orangnya untuk menghabisi nyawa putri kesayangannya.

“Tidak akan mudah untuk mendekati Andrew Reyes, Hunter. Aku tahu dia sangat membencimu karena telah membawa lari putrinya. Dan aku bisa membantumu untuk melakukan hal itu,” imbuh Dreyfus.

Kedua tangan Joseph mengepal semakin kuat seiring dengan rahangnya yang mengetat. pria itu sangat menahan diri untuk tidak membalik badan, namun provokasi dari Dreyfus begitu mendistraksi pikiran.

Sungguh! Joseph tidak ingin menjadi budak pria tua itu. Dia tidak mau diperdaya oleh Dreyfus untuk menjadi kacung yang tunduk pada perintah pria tersebut. Karena dia sangat yakin, sekali dirinya terlibat urusan dengan Dreyfus maka dia akan selamanya terjerat.

Dalam pikiran Joseph, Dreyfus adalah pria yang sangat licik. Menyelamatkan nyawanya hanya untuk mengambil keuntungan. Jika saat itu Joseph dapat memilih, maka dia tidak akan pernah meminta Dreyfus untuk menyelamatkannya. Dia akan lebih memililh untuk mati bersama dengan sang istri tercinta.

“Atau mungkin … kau ingin membalas sakit hatimu kepada Blight?” Dreyfus berjalan mendekat ke arah Joseph. “Aku memiliki semua yang kau butuhkan untuk membalas dendam, Nak. Apa kau yakin ingin melewatkan semua tawaranku?”

Dreyfus berdiri sekitar dua meter di belakang Joseph. Pria itu menyeringai samar. Sengaja terus memancing sisi gelap Joseph agar pria tersebut bersedia untuk bergabung dengan Carnicero, di bawah kendalinya.

Apa yang ditawarkan Dreyfus benar-benar membuat Joseph merasa gusar. Bukan hanya untuk membalas dendam kepada Andrew yang telah menyebabkan istrinya meninggal, namun juga kepada Julian Blight yang telah membuat dia dan ibunya hidup menderita.

Joseph menggeram tertahan saat merasakan gelombang yang begitu kuat seolah ingin menerobos keluar dari dalam dada. Jiwa iblisnya seolah terus berteriak bahwa ini adalah tawaran yang sangat menggiurkan. Dengan sumber daya yang dimilik Dreyfus, Joseph akan dapat memuaskan rasa dendam yang selama bertahun-tahun menggumpal di dalam benak.

Perlahan, Joseph membalik badan. Netranya tampak menggelap dengan gemuruh di dalam dada yang semakin kuat. Pria itu melayangkan tatapan tajam ke arah Dreyfus.

“Kapan kita akan memulainya?” tanyanya dengan suara berat dan dalam.

Samar-samar, seringai di bibir pemimpin Carnicero tersebut kembali tercetak. Dreyfus, pria berjambang itu menarik napas dalam hingga dagunya tampak terangkat dengan angkuh.

“Kapan pun yang kau inginkan, Nak,” jawab Dreyfus dengan tatapan penuh maksud.

Tanpa sadar, Joseph telah masuk dalam perangkap Dreyfus. Sebenarnya, sudah sejak lama Dreyfus mengawasi Joseph. Semenjak pria itu terlibat dengan Andrew Reyes yang merupakan tokoh ternama di negara tersebut. Keberanian Joseph dalam membawa lari putri Andrew Reyes membuat Dreyfus tertarik pada pria berdarah Italia itu.

Selama ini, Dreyfus memiliki tiga orang Gladiator yang menjadi ujung tombak dalam setiap misi yang diterimanya. Tiga Gladiator yang selalu dapat menyelesaikan misi dengan sukses. Tak pernah ada klien yang kecewa dengan kinerja Carnicero, selama organisasi itu berdiri. Dan kini, Dreyfus mendapatkan satu Gladiator lagi untuk membuat organisasinya semakin tak tertandingi.

Bagai The Four Horsemen, Carnicero akan memiliki empat Gladiator yang melengkapi satu sama lain, menjadi satu kekuatan tak terkalahkan.

Sembari menunggu kondisi Joseph benar-benar pulih, Dreyfus memberi kesempatan kepada pria itu untuk mengenal markas Carnicero dengan lebih baik. Joseph pun mulai berinteraksi dengan beberapa orang di sana meski tidak terlalu dekat.

Sedikit banyak, Joseph mulai hafal dengan tata letak markas. Dia pun sudah tidak tinggal di fasilitas kesehatan lagi. Dreyfus memberinya sebuah kamar tersendiri di salah satu bagian markas yang bersebelahan dengan kamar Gladiator yang lain. Sayangnya, dia tidak pernah bertemu dengan Jacob dan Helena lagi semenjak terakhir dia melihat mereka berlatih.

Dari informasi yang didapatnya dari orang-orang di markas, ketiga Gladiator yang lain sedang dalam misi. Entah misi seperti apa, Joseph pun tidak pernah tahu karena tidak pernah ada yang bersedia memberikan informasi kepadanya. Joseph sangat penasaran dengan satu Gladiator lain yang belum pernah dia temui. Jika Jacob dan Helena sering melakukan misi bersama, lalu … apakah yang satu ini melakukan misi seorang diri? Lantas, apakah ini berarti yang satu ini lebih tangguh dari Jacob dan Helena?

Sampai pada satu ketika, seseorang menyampaikan pesan dari Dreyfus yang meminta Joseph untuk datang ke ruang konferensi. Pria berusia tiga puluh tahun itu pun lantas datang ke sana untuk memenuhi panggilan tersebut. Dia sudah menunggu saat di mana Dreyfus akan membahas tentang rencana balas dendam yang dijanjikan kepadanya.

Berjalan di belakang orang suruhan Dreyfus, Joseph memperhatikan sekeliling. Tak seperti biasa, markas itu terlihat lebih ramai dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya. Tampak orang-orang dengan wajah asing yang tak pernah Joseph jumpai sebelumnya, dan mata orang-orang itu pun berpaling ke arah Joseph ketika pria itu berjalan melewati mereka. orang-orang di sana tampak memindai pria berdarah Italia itu seperti sedang menilai sesuatu.

“Mr. Eastwood menunggu Anda di dalam, Sir” ujar orang yang membawa Joseph untuk menemui Dreyfus seraya membukakan pintu untuknya.

Joseph hanya berpaling sekilas lalu melangkah masuk ke ruangan tersebut. Dia pun ingin segera menagih janji Dreyfus kepadanya.

“Oh, kau sudah datang rupanya.” Terdengar suara Dreyfus menyapa kehadiran Joseph dalam ruangan konferensi.

Sejenak, langkah kaki Joseph sempat terhenti saat melihat wajah-wajah yang ada di dalam ruangan tersebut. Ada empat orang di sana yang sedang duduk mengelilingi sebuah meja besar dengan Dreyfus di posisi kepala meja. Empat pasang mata itu serempak mengarah pada Joseph ketika pria tersebut memasuki ruangan.

“Kemarilah! Sudah saatnya aku mengenalkanmu pada Gladiator yang lain,” ujar Dreyfus seraya menggerakkan kepala, memberi isyarat pada Joseph untuk ikut duduk di salah satu kursi.

Dalam pandangan Joseph, dia sudah tidak asing dengan tiga wajah di sana. Dreyfus, Jacob, dan Helena. Lalu, pandangan pria itu fokus pada satu orang lagi yang belum pernah dia temui sebelumnya. Gladiator terakhir yang membuatnya penasaran.

Joseph sempat mengira jika Gladiator terakhir itu adalah seorang pria berotot dengan kemampuan bertarung yang sangat mumpuni. Namun ternyata dia salah. Bukan pria berotot yang dia lihat duduk di sisi kanan Dreyfus, melainkan seorang wanita berparas cantik dengan gaun seksi yang lebih terlihat seperti model dibandingkan ahli beladiri dan bertarung.

“Duduklah!” titah Dreyfus ketika Joseph tiba di dekat meja.

Pria itu melirik pada wanita dengan rambut brunette yang sedang menatap pada dirinya dengan tatapan kagum yang sama sekali tidak disembunyikan. Bibir wanita itu tampak membuat celah tipis, kelopak matanya pun tampak mengerjap lambat seolah sedang bergerak dalam mode slow motion, menunjukkan iris satin grey yang mengintip malu-malu.

“Hentikan, Jill! Kau bisa membuat pria itu ketakutan jika kau terus memandanginya seperti itu,” ujar Dreyfus sambil tersenyum kecil dan menggeleng pelan kepalanya.

“Oh, maaf. Aku hanya … ah, lupakan saja!” ujar wanita bernama Jill tersebut seraya mengibas tangan dan memalingkan wajah dari Joseph.

Mengambil posisi duduk di sisi kiri Dreyfus, Joseph berhadapan langsung dengan Jill yang tampak mencuri pandang ke arahnya berulang kali. Bahkan Joseph sempat menangkap senyum yang terukir di bibir wanita itu meski Jill segera memalingkan wajah ke arah lain, namun Joseph mengabaikannya dan lebih memilih untuk berpaling ke arah Dreyfus.

“Kau memanggilku ke sini, apa aku sudah bisa menagih janjimu padaku?” tanya Joseph kemudian tanpa basa-basi. Dia sama sekali tidak peduli dengan ucapan Dreyfus yang ingin mengenalkannya kepada Gladiator lain.

Terdengar suara kekehan ketika Dreyfus mengangkat punggung dari sandaran kursi. Pria berjambang itu sedikit memiringkan kepala, menatap Joseph dengan ekspresi seolah sedang melihat sesuatu yang menggelikan.

“Bersabarlah, Nak. Janji yang pernah aku katakan padamu sudah masuk dalam daftar rencana. Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu,” jawab Dreyfus.

Tatapan Joseph bertambah serius setelah mendengar jawaban Dreyfus. Pria itu pun menegakkan punggung lalu berkata dengan tegas, “Aku tidak menyetujui tawaran menjadi salah satu Gladiatormu hanya untuk bersabar, Mr. Eastwood! Aku menginginkan kerjasama mutualisme, bukan untuk dimanfaatkan. Jadi jika kau tidak bisa memberi apa yang telah kau janjikan, maka aku tidak akan melakukan apa pun untukmu.”

Ucapan Joseph membuat ketiga orang lain yang ada di sana saling pandang dengan satu sudut bibir terangkat, seolah mereka memiliki satu pemikiran.

Ekspresi yang sama pun ditunjukkan oleh Dreyfus, seolah dia sudah menduga bahwa hal semacam ini akan terjadi. Pria berjambang itu lantas berdehem seraya menundukkan kepala beberapa saat.

“Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak mengkhawatirkan hal itu, Mr. Hunter.” Dreyfus mengangkat pandangan secara perlahan ke arah Joseph. Memandang pria itu beberapa saat sebelum kembali melanjutkan ucapannya. “Mari kita lakukan ini dengan caraku.”

Joseph sudah hampir membalas ucapan Dreyfus ketika pria berusia akhir empat puluhan itu bangkit dari kursi seraya mengancingkan jas dengan gaya elegan. Kemudian dia berjalan ke arah Joseph dan berdiri di belakang kursi pria itu dengan kedua tangan mendarat pada sandaran kursi.

“Baiklah, Anak-anak! Secara resmi, aku perkenalkan anggota baru kita. Namanya adalah Joseph Hunter, Gladiator keempat Carnicero,” ucap Dreyfus dengan netra menyapu pada tiga pasang mata yang ada di sana. Kemudian pria itu meletakkan telapak tangan di pundak Joseph dengan sedikit meremasnya.

“Dan untukmu, Joseph … perkenalkan, Jacob, Helena, dan Jill. Tak perlu bertanya siapa nama belakang mereka karena kau tidak akan pernah menemukannya di dalam data mana pun,” imbuh Dreyfus menunjuk satu persatu Gladiator.

Netra Joseph pun turut menyapu satu persatu wajah dengan nama yang disebutkan oleh Dreyfus. Tatapannya tampak datar dan sulit untuk ditebak.

Dreyfus membungkukkan badan lalu setengah berbisik di telinga Joseph. “Jill akan membantumu menyesuaikan diri. Dia adalah partner yang sangat baik.”

Manik Joseph langsung bergulir ke arah wanita cantik bernama Jill yang duduk berhadapan lurus dengannya. Tampak wanita itu menggigit bibir dengan senyum yang seolah sudah sangat menunggu saat-saat di mana Dreyfus akan mengatakan hal ini. Bahwa Joseph akan berada dalam satu tim dengannya.

Dalam hati Joseph bertanya-tanya, apa yang bisa dilakukan oleh wanita seperti itu selain merayu pria?

“Baiklah,” ujar Dreyfus seraya menegakkan badan. Pria itu berdehem sambil merapikan jas yang tidak berantakan. “Aku akan meninggalkan kalian untuk bercengkerama,” imbuhnya.

Pria itu memberi dua tepukan di pundak Joseph sebelum akhirnya membalik badan dan meninggalkan ruangan tersebut dengan santai. Meninggalkan Joseph bersama tiga orang asing di sana.

Jacob dan Helena kompak bertukar pandangan dengan maksud tertentu. Senyum yang terukir di bibir mereka menunjukkan bahwa apa yang mereka pikirkan memang sejalan. Sampai akhirnya mereka bangkit secara bersama-sama.

“Senang bertemu denganmu, Hunter. Tapi … kami harus pergi. Semoga harimu menyenangkan,” ujar Jacob yang lantas merangkul bahu Helena dan meninggalkan ruangan tersebut.

Joseph menipiskan bibir. Sepertinya dia memang sengaja ditinggalkan di ruangan itu bersama Jill. Hingga tanpa sadar, manik pria tersebut langsung terangkat pada wanita cantik dengan gaun seksi di hadapannya yang sedang memamerkan senyum lebar.

“Hai, Hunter!” Jill menggerakkan jemarinya, menyapa Joseph dengan antusias.

Tak membalas sapaan tersebut, Joseph membasahi bibir lalu mengalihkan pandangan ke arah lain. “Apa yang sedang direncanakan pria tua itu?” tanyanya dengan suara tertahan, entah pada siapa.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
mayang wijaya
Keren crritanyaa ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status