Share

Enam

[Leon sakit, bisa kamu jenguk dia? Leon pasti senang jika Papanya datang]

Agra masih terus memandangi pesan masuk dari Agnia. Ia menahan agar tidak datang ke sana. Padahal ia sangat mencemaskan Leon yang sedang sakit. Agra sangat menyayangi anak laki-laki Agnia.

Setiap pulang kerja, Leon selalu menyambutnya dengan semringah. Papa, biasanya anak itu lantang berteriak lalu memeluknya. Begitu sempurna hidup mereka kala belum ada badan yang menghantam.

“Kamu sudah pulang?” tanya Bu Sukma.

“Iya,” jawab Agra tanpa menoleh.

“Kamu lihat apa, Ga?” Bu Sukma ingin tahu apa yang sedang di lakukan Agnia.

“Agnia mengirim pesan, Leon sakit.” Agra mengambil teko dan menuangkannya di gelas. Ia meneguk air putih itu lalu menaruhnya kembali.

 Bu Sukma tidak suka mendengar nama Agnia dan Leon di sebut. Ia mengalihkan pembicaraan agar Agra tidak datang menemuinya.

“Ibu sudah bicara sama Gio. Memang Agnia yang memulai,” ujar Bu Sukma berbohong.

Kembali tangan Agra mengepal keras. Bu Sukma begitu terkesiap saat tembok itu terhantam kepalan tangan Agra. Darah segar mengalir di jemari pria itu hingga Bu Sukma merasa lemas.

Semakin emosi Agra kembali membanting pintu kamarnya. Sementara, Bu Sukma tersenyum puas dengan apa yang ia lakukan. Membuat Agra semakin membenci Agnia, jika hal itu terus terjadi maka apa yang diinginkannya akan terwujud.

Agra menatap ranjang di mana biasanya kala pulang kerja ia menatap Agnia yang sedang tertidur. Perusahaannya semakin meningkat hingga ia harus sering pulang malam. Namun, kali ini ia merasa hampa.

“Kenapa kamu tega sama aku, Ni. Selama ini aku selalu berusaha menjadi suami yang baik.” Agra bergumam sendiri.

Apa yang ia lihat sudah cukup bukti, apalagi foto yang menunjukkan jika memang benar Agnia dan Gio ada sesuatu. Ia pun sering melihat keduanya saling melempar senyum saat sarapan pagi. Atau saat Gio mengajak membeli jajan untuk Leon.

Bagaimana bisa ia lupa saat ia berjuang untuk Agnia. Namun, hatinya remuk mendengar kenyataan itu.

Agra merogoh kembali ponselnya. Sebuah pesan baru dari Agnia membuatnya sedikit panik.

[Mas, demam Leon semakin tinggi. Tolong turunkan egomu, datang dan temui dia. Dia terus mengigau memanggil namamu]

Ia langsung mematikan ponsel agar tidak membuat hatinya gundah. Ia melemparnya ke ranjang dan beralih masuk ke kamar mandi.

***

“Demam anak saya bagaimana, Dok?” tanya Agnia.

“Sepertinya harus cek lab lebih dahulu agar kita bisa mengetahui sebab demam Leon.” Dokter menjelaskan dengan pelan.

“Baik Dok.”

Agnia mengikuti prosedur Dokter, ia membawa Leon untuk cek laboratorium. Anak laki-laki itu tak henti menangis dan memanggil sang ayah. Agnia dan ibunya merasa kasihan. Berulang kali Agnia mencoba menghubungi Agra dan tak bisa tersambung.

“Leon sama nenek, ya?”

“Papa,” ujar Leon.

Agnia dan ibunya saling pandang. Mereka duduk sembari menunggu hasil laboratorium yang lumayan lama. Leon masih saja rewel, terpaksa Agnia harus menggendongnya.

“Papa, Ma. Papa,” ucap mulut kecil Leon.

“Iya, Papa nanti datang, kok.” Agnia terus membujuk Leon.

Namun, ia semakin menangis. Agnia bingung harus bagaimana membujuk anaknya yang begitu dekat dengan Agra.

“Hai, adik kecil, kenapa nangis?” tanya anak perempuan yang berusia sekitar sembilan tahun.

Agnia tersenyum, Leon pun diam menatap anak perempuan cantik itu. Kulit putih juga wajah yang begitu menggemaskan. Sekilas kulitnya hampir sama dengan Leon

“Kakak,” ucap Leon. Anak itu mulai diam karena melihat ada teman.

“Nama kamu siapa? Ke sini sama siapa?” tanya Agnia.

“Nama aku Chika. Aku ke sini sama Uncle, Tante cantik.” Chika tersenyum memperlihatkan gigi putihnya yang rapi.

“Chika, sudah uncle bilang jangan jauh-jauh.”

Agnia menatap pria berjas hitam di hadapannya. Suaranya sangat khas dan membuat ia sadar jika pria yang berdiri di hadapannya adalah Jefri.

Keduanya saling pandang, entah apa yang ada di dalam hati keduanya. Apalagi saat Agnia gugup karena tidak sengaja bertemu dengan Jefri saat Leon bersamanya.

“Papa.” Leon menarik-narik baju Jefri.

“I—itu bukan Papa, Nak.” Agnia mencoba tenang, tapi ia masih terlihat gugup. Apalagi ia tak ingin Jefri melihat wajah Leon.

“Anak kamu?” tanya Jefri.

“Iya. Sepertinya aku harus pergi.” Agnia langsung memberi kode pada sang ibu, lalu ia mengambil tasnya.

Jefri tidak mengerti mengapa Agnia begitu takut dirinya ada di tempat itu. Sementara, Chika pun menyayangkan Leon pergi karena dia masih ingin bermain bersama anak itu. Chika menghampiri Farha—kakak Jefri yang baru saja dari toilet.

“Kalian kenapa di sini?” tanya Farha.

“Tadi aku liat dedek lucu, Mom. Ganteng, mirip sama Uncle mukanya,” celoteh Chika.

“Oh, jangan-jangan anak kecil yang tadi bersebelahan lewat di samping momi, kali, ya. Momi kira, ya, momi aja yang mikir kok mirip kamu kecil, Jef,” ujar sang Kakak.

Mendengar hal itu, Jefri gegas mengejar Agnia. Sementara, Farha dan Chika menatap heran melihat Jefri berlari tanpa pamit.

***

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Yani Suryani
hadeuuhh di ulang,,, kesannya gratis nya panjang padahal di ulang
goodnovel comment avatar
Morgan Dyz
loh kok cerita nya sama dgn bab sebelumnya
goodnovel comment avatar
Azen Pandenaian
knpa bisa sma ya,, mmmhhhhh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status