Jefri mencari-cari Agnia, tapi ia kehilangan jejaknya. Sementara, Farha dan Chika ikut mengejarnya dengan napas tersengal-sengal. Sang kakak memukul punggung adiknya karena kesal pergi tanpa pamit dan membuat panik.
“Kenapa lari begitu?” tanya Farha kesal.
“Tahu Uncle, kaya lagi liat Tante Bianca selingkuh, ya?” Chika asal bicara.
“Hus, eh tapi mungkin aja, Ka,” timpal sang mama.
Keduanya malah tertawa, sedangkan Jefri tidak mungkin mengatakan jika ia mengejar Agnia dan anaknya. Refleks ia mengejar karena Chika dan Farha mengatakan wajah anak itu mirip dengannya.
Jefri mencuil hidung mancung Chika—keponakannya. Sering kali Chika membuat Jefri terkikik karena usia anak itu masih terbilang kecil, tapi jika sudah berbicara maka tak akan pernah berhenti dengan gaya bicara orang dewasa. Seperti kali ini anak itu mengatakan Bianca—kekasihnya berselingkuh.
“Kasihan Tante Bianca kamu fitnah, Ka,” ucap Jefri.
“Chika serius, Uncle. Chika nggak suka sama pacar Uncle yang sok artis itu. Uang Papa aku juga lebih banyak dari dia, gayanya ih, jangan nikah sama dia Uncle,” ujar Chika.
“Tuh, anak kecil aja tahu,” timpal Farha.
Jefri merangkul keponakan menuju ruang tunggu. Farha memintanya mengantar menebus obat untuk ibunya. Karena permintaan sang kakak, ia tak bisa menolak. Sesibuk apa pun akan tetap ia lakukan.
Chika memindahi sekeliling, ia pun mencari-cari anak laki-laki yang bersama Agnia. Namun, sama saja seperti Jefri, ia tak menemukannya.
Jefri kembali memikirkan Agnia. Besok akan ia cari tahu tentang wanita itu. Juga anak laki-laki yang bersamanya.
**
“Kenapa kita harus lari dari pria tadi?” Bu Anggun bertanya sembari mengatur napasnya.
“Maaf, ya, Bu. Tadi, Bos aku, jadi malu aja,” jawab Agnia berbohong.
Agnia tidak mungkin mengatakan jika pria itu adalah masa lalunya. Semua sudah ia tutup rapat dan tidak mau membahasnya. Bagaimana pun ia lelah dengan masa lalu itu. Ia hanya fokus menunggu Agra dan masa depan pernikahannya.
Agnia mencoba menelepon Agra kembali, tapi tidak juga tersambung. Ia harus bicara dengan Gio dan mencari bukti jika ia tak bersalah. Namun, bagaimana bisa jika Gio saja susah di cari. Ia mencoba menghubungi, tapi Gio pun tak membalasnya.
Satu jam sudah berlalu, hasil laboratorium sudah ada dan ia kembali menemui Dokter untuk menanyakan hasilnya.
“Bagaimana, Dok anak saya?” tanya Agnia.
“Anak ibu harus di rawat karena ada bakteri yang membuat panasnya tidak turun.” Agnia lemas mendengar apa yang dikatakan Dokter. Ia butuh Agra untuk menguatkannya.
Demi kebaikan Leon, mereka pun bersedia untuk anak itu di rawat. Agnia gegas mengurus berkas untuk mendapatkan kamar. Ia kembali tidak fokus karena Agra suaminya harus tahu jika anaknya sedang di rawat.
Bagaimana pun besok ia akan datang ke kantor Agra karena jika ke rumah akan ada ibu mertua yang menghalanginya. Semua bersumber dari Bu Sukma yang tak suka dengan Agnia. Berbagai cara ia lakukan untuk membuat pernikahan mereka hancur.
“Agnia.”
Agnia terkesiap mendengar namanya di panggil. Ia menoleh dengan ragu karena sepertinya ia hafal dengan suara itu. Tubuhnya kembali bergetar saat Jefri masih berada di rumah sakit itu.
mbali penasaran Jefri membuatnya kembali ke rumah sakit setelah ia mengantar Farha dan Chika pulang.
“Pa—Jefri,” ucap Agnia gugup.
“Siapa yang sakit?” tanyanya pelan.
“A—anak saya, Pak,” ucapnya lagi.
Jefri mencoba untuk tidak gegabah dengan bertanya tentang anaknya Agnia. Ia memilih untuk tetap diam agar ia bisa membuat Agnia tidak kabur lagi.
“Mana anak kamu?”
“Ada di ruang tunggu, Pak. Saya sedang mengurus berkas untuk mendapatkan kamar,” jawab Agnia.
“Ikut saya.”
Jefri menarik lengan Agnia ke ruang administrasi. Dengan perintah Jefri semua administrasi Leon bisa langsung selesai dan mendapat kamar VIP. Jefri masih merasa bersalah dengan Agnia. Sebisa mungkin ia memberikan yang terbaik padanya walau anak yang ia kira anaknya adalah bukan anaknya.
“Saya nggak bisa bayar kalau VIP,” tolak Agnia.
“Potong gaji,” jawab Jefri asal.
“Kapan lunasnya, Pak,” ucap Agnia.
Jefri tidak menjawabnya. Pria itu akhirnya berhasil bertemu dengan Leon yang sedang bersama Ibu Anggun. Netranya tak berkedip melihat anak laki-laki itu dengan jelas. Wajah, kulit, hidung dan rambut sama persis dengan garis keturunan keluarganya. Namun, ia belum bisa tenang jika belum mengetahui dari tes DNA.
Lagi, Jefri mencoba tenang dan tidak gegabah. Ia perlu bukti, setelah kejadian masa lalu ia pun berpikir apa Agnia hamil setelah berhubungan dengannya? Ia sempat bertanya pada orang rumah tentang seseorang yang mencarinya. Namun, mereka pun hanya menyebutkan wanita tanpa menyebutkan ciri-ciri fisik.
“Wajahnya tampan, siapa namanya?” tanya Jefri.
“Na—namanya Leon.” Lagi-lagi Agnia gugup menjawab pertanyaan Jefri.
“Kenapa kamu selalu gugup saat menjawab pertanyaan aku? Apa ada yang kamu takutkan? Aku hanya menolong dan menggendong Leon anakmu, atau memang ada sesuatu yang membuat kamu takut?”
Pertanyaan Jefri membuat Agnia terdiam dengan hati yang bercampur aduk rasanya. Tidak bisa memungkiri garis keturunan mereka memang sangat mirip apalagi anak perempuan yang tadi bersama Jefri.
***
Agnia terus memperhatikan Farha yang tersipu saat sedang berbincang dengan Agra. Walau Mereka sedang berkumpul bersama, Agnia masih bisa membedakan saat Farha dan Agra saling tatap. Bukan karena tidak suka dengan hubungan mereka, tapi lebih ke Agra yang baru saja bercerai dengan Hana.“Kamu kenapa?” tanya Jefri sedikit berbisik.“Aku, nggak kenapa-kenapa.” Agnia kembali fokus pada Leon yang sudah tertidur di pangkuannya. Ia memilih pamit untuk menaruh sang anak.Jefri pun mengikuti Agnia karena ada hal yang terlihat tidak baik. Wajah Agnia seperti sedang kebingungan, hal itu membuat sang suami gegas menghampirinya. Ia ingin tahu apa yang mengganggu pikiran Agnia.Setelah menaruh Leon, Agnia kembali beranjak ke luar. Namun, Jefri memintanya untuk tetap di kamar dengannya.“Ada apa?” tanya Agnia heran.“Kamu sedang memikirkan apa?”Walau berusaha menutupi, tapi Jefri sebagai seorang suami
Jefri menghampiri Agnia yang sedang membaca novel, ia duduk di sebelah sang istri. Stelah menidurkan Leon, pria itu gegas menemui Agnia untuk membahas kesalahan yang telah ia buat. Agnia terlihat sangat cantik dengan piyama sutra yang dikenakannya.“Kamu masih marah sama aku?” tanya Jefri.Agnia menutup bukunya, lalu beralih pandang ke sang suami. Ia teringat pesan sang mertua, sebuah kepercayaan adalah kunci dari langgengnya rumah tangga. Terlepas dari masalah yang memang berpatok pada logika.Tatapan sang istri membuat Jefri ketar-ketir, ia takut emosi Agnia belum stabil. Lalu, ia sepertinya mengurungkan niat untuk membahas masalah kemarin.“Mau ke mana?” tanya Agnia.Jefri duduk kembali saat Agnia menahan tangannya. Ia pikir wanita itu masih diam karena marah. Akan tetapi, Agnia sudah menegurnya.“Aku nggak mau ganggu kamu,” ujar Jefri.“Kamu pikir aku masih marah?” Agnia kembali bert
“Sudah papa katakan, jangan pernah gegabah. Buang rasa iba kamu pada wanita itu. Sadarlah, perbuatannya bukan kamu yang harus bertanggungjawab. Itu pilihan dia, jadi untuk apa kamu merasa karena dirimu dia menjadi seperti itu.” Jordi mengomel saat tahu Jefri sengaja datang ke sel untuk menemui Bianca.Jordi pun sudah mendengar gosip yang beredar di kalangan masyarakat tentang isu persekongkolan Jefri dengan Bianca untuk membunuh Remon. Keluarga itu pun sudah bersiap jika ada hal yang membuat nama baik keluarga itu tercemar.Jefri sudah mengaku salah, apalagi rasa ibanya malah menyakiti sang istri. Sebelum terlambat, ia gegas untuk memperbaiki diri.“Lebih baik kau pikirkan perasaan istrimu, jaga hatinya. Bukan malah memikirkan orang yang merusak keluarga.” Lagi, Jordi memberi nasihat pada sang anak.Jefri mengangguk, sebelumnya ia meminta maaf atas kelalaiannya. Pria itu pun berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya. Jefri kembal
Setelah menerima pesan masuk dari Agnia, Jefri gegas pulang dan menemui sang istri yang mungkin saat ini sedang kacau. Benar dugaannya, Agnia duduk dengan wajah penuh air mata.“Kamu nggak apa-apa?” tanya Jefri saat menghampiri sang istri.“Kamu bilang tidak ada apa-apa?” Agnia mulai meninggikan suaranya.Jefri langsung memeluk Agnia, tapi sang istri menolaknya. Agnia meminta untuk sang suami jangan mendekatinya. Emosi memuncak saat menerima foto dari orang yang tak dikenalnya.“Untuk apa kamu menemuinya?” Agnia bertanya dengan napas memburu.“Aku hanya sedikit berbicara, tidak ada hal yang bisa membuat aku kembali padanya. Kamu tenang saja, Sayang.” Jefri mencoba menenangkan sang istri.Agnia masih sangat kecewa dengan sang suami karena janji Jefri tak ditepatinya. Pria itu menemui Bianca karena merasa iba dan bersalah. Namun, ia tidak memikirkan hal nanti yang akan diterimanya. Agnia cemburu
Farha menyambut pelukan Agnia, rasanya hanya dua Minggu saja seperti bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Kedua wanita itu kembali tertawa memikirkan betapa lebainya mereka saat ini. Agnia lalu gegas menemui sang anak yang sedang bermain dengan ibunya.Leon berlari dan memeluk sang ibu. Begitu juga Agnia yang menyambut sang anak ke dalam pelukannya. Yang paling dirindukannya adalah anak laki-lakinya yang selalu membuatnya sangat rindu.“Leon nggak kangen sama papa?” Jefri menghampiri sang anak yang berada di pelukan Agnia. Leon pun berpindah dan berada di pelukan sang ayah. Kembali cium sayang membasahi pipi merah anak laki-laki itu.Kepulangan Agnia dan Jefri di sambut bahagia kedua orang tuanya. Oleh-oleh pun sudah disiapkan keduanya untuk orang-orang terkasih. Terutama anak mereka yang sangat dirindukan sepanjang bulan madu.“Jef, Papa mau bicara.” Jordi mengajak sang anak masuk ke ruang kerjanya.Jefri berpamitan pada Ag
Farha belum tenang jika Bianca belum mendapat hukuman yang setimpal. Janda satu anak itu sudah berulang kali mengunjungi penjara dan mendiskusikan masalah pembunuhan sang paman. Belum lagi, ia harus mengurusi beberapa kasus sang adik. Sejak kejadian yang menimpanya, Jefri dan Agnia memutuskan untuk pergi bulan madu ke luar negeri dan menitipkan anak mereka pada kakek dan neneknya.Farha menyeruput milk shake yang ia pesan tadi. Duduk santai di kafe adalah hal yang paling ia suka untuk menghilangkan penat sembari menikmati beberapa makanan kesukaannya.“Bu Farha.”Farha menoleh sesaat kala ia mendengar seseorang memanggil namanya. Wajah wanita itu menjadi semringah melihat Agra datang menyapa.“Hai, kok bisa ketemu di sini?” tanya Farha.“Kebetulan habis diskusi dengan pengacara, suntuk kalau di kantor. Bu Farha sendiri, kok bisa ada di sini, sama siapa?” Agra bertanya sembari memerhatikan sekeliling.Farha