Share

Bab ~ 4

Arsenio bernafas lega saat semua pekerjaannya selesai. Amar-ajudan pribadi dan sekretaris Arsenio dengan sigap membereskan berkas-berkas yang ada di meja bosnya itu.

“Apakah ada yang Anda butuhkan, Tuan?”

Arsenio menyandarkan tubuhnya pada kursi kekuasaannya itu dan menggelengkan kepalanya. “Kepalaku pusing.” Arsenio mulai memijit-mijit pelipisnya. Dia memejamkan sejenak matanya.

“Kenapa Anda bisa pusing? Sebaiknya Anda pulang saja, Tuan.”

Arsenio membuka matanya, dia lalu duduk tegak seperti semula. “Niatnya begitu. Tapi, aku malas bertemu dengan Mamaku.”

Amar terperangah. Tidak biasanya Tuannya itu bicara seperti itu tentang Mamanya.

‘Hem, apakah Tuan sedang bermasalah dengan Nyonya besar?’ Amar menduga-duga.

“Kalau boleh tahu, apakah Tuan sedang ada masalah dengan Nyonya?”

Arsenio mengangguk kecil pada Amar. “Sebenarnya ada. Aku juga tidak tahu apa penyebabnya Mama meminta itu dariku. Ah, apa jangan-jangan Mama sedang kesurupan, ya?” Arsenio menduga-duga. Matanya sibuk menatap langit-langit ruangannya, mencoba menerawang.

Amar terbelalak.“Maksud Tuan kesurupan apa? Kesurupan Nyai Ronggeng atau apa, Tuan?” Amar bertanya dengan polosnya.

Baru Arsenio sadar, kalau dia dan Amar ternyata sama-sama bodoh. Ah, ini semua karena Mamanya. Mereka tiba-tiba menjelma jadi orang aneh bin sok polos pula.

Arsenio membenarkan posisi duduknya lagi dan berdehem dengan maskulin. “Amar, sebenarnya Mamaku ingin aku menikah lagi!”

“Apa? Nyonya besar menyuruh Tuan untuk menikah lagi? Tapi kenapa? Bukankah Tuan sudah menikah dengan Nyonya Zakia?” tanya Amar tanpa jeda nafas.

Arsenio sampai terkejut sendiri dengan pertanyaan syok dari orang kepercayaannya ini. Tuh, kan! Amar saja terkejut. Apalagi dia yang secara terang-terangan diminta Mamanya melakukan itu.

“Itulah, aku bingung. Alasan Mama melakukan ini, karena sudah punya janji pada Ibu gadis itu. Mama bilang, kalau bukan karena Ibu dari gadis itu, Mama mungkin sudah tidak ada di dunia ini.”

Amar mengangguk-angguk. “Berarti jasa Ibu gadis itu besar sekali untuk Nyonya, Tuan. Maafkan saya, tapi kalau menurut saya, Tuan terima saja perjodohan itu, Tuan.”

Arsenio memasang wajah kesal. “Kenapa aku jadi kesal mendengar kata-katamu itu?”

“Maafkan saya, Tuan. Saya bisa merasakan apa yang dirasakan oleh gadis itu, Tuan. Bagaimana sulitnya hidup tanpa Ibu. Apalagi hidup Ibunya ditukar dengan kehidupan Nyonya besar.”

Arsenio semakin kesal. “Kenapa kau jadi sok tahu begitu, hah?”

“Maafkan saya, Tuan. Karena saya sudah merasakannya sendiri, hidup tanpa seorang Ibu di samping saya.”

Arsenio terperangah. Ah sial! Dia jadi tidak enak pada Amar.

“Maafkan aku, Amar. Aku lupa dengan keadaanmu yang itu”

Amar tersenyum kecil “Tidak masalah, Tuan."

Arsenio jadi bingung hendak bicara apa lagi pada Amar yang sedari tadi mondar-mandir di ruangannya. Arsenio hanya bisa menghela nafas saja, mungkin hanya untuk saat ini.

.........*****...........

“Arsen, akhirnya kamu pulang!”

Sedari kantor tadi wajah Arsenio sudah tertekuk, ditambah lagi sambutan dari Mamanya, membuat wajah itu sudah tak berbentuk lagi ekspresinya.

Ingin rasanya Arsenio kabur. Refleks kakinya memutar arah hendak menuju belakang rumah. Tapi belum apa-apa lagi Mamanya sudah menarik kerah bajunya.

“Kamu mau ke mana? Ingin kabur, ya? Jangan coba-coba!"

Arsenio cengengesan. “Memang Arsen mau kabur ke mana, Ma? Ini kan rumah Arsen!”

Mama Lena memperhatikan Arsenio dengan tatapan curiga. Sedang Arsenio hanya nyengir kuda. Kuda saja juga curiga kenapa ada manusia bisa nyengir mirip dia.

“Ayo masuk!”

Arsenio hanya bisa pasrah saat Mamanya menggandeng lengannya dan berjalan menuju sofa di ruang tamu mereka.

‘Aduh! Kalau sudah duduk begini, Mama pasti akan membahas hal itu. Bagaimana caranya aku kabur ini?’

“Arsen, nanti malam Mama mau mengajak kamu untuk menemui gadis itu.”

“Apa? Oh, tidak bisa, Ma! Arsen ada janji dengan Zakia untuk dinner nanti malam.”

“Ya sudah, sekalian saja bawa dia menemui gadis itu,” ucap Mama Lena dengan santainya.

‘Astaga! Kenapa Mama gampang sekali sih kalau bicara!’

“Mama ini! Apa Mama tidak memikirkan perasaan Zakia!”

’Iihh ku remas juga lama-lama mulut anak ini! Kenapa dia hanya memikirkan istrinya? Kenapa tidak memikirkan perasaanku?'

“Kamu juga tidak mau memikirkan perasaan Mama!” Mama Lena bersedekap dada dan memasang wajah cemberut.

“Arrghh..” Arsenio menyugar rambutnya dengan frustasi. “Ma, tolong pengertiannya. Arsen tidak mungkin menerima perjodohan ini. Arsen sudah punya istri yang sangat Arsen cintai. Jodohkan saja gadis itu dengan pria lain, Ma.”

Arsenio menunggu tanggapan Mamanya. Arsenio semakin gusar kala Mamanya semakin memanjangkan bibirnya beberapa centi.

Arsenio bangkit dari duduknya. “Sudahlah, Ma. Arsen lelah sekali saat ini. Arsen mau ke kamar dulu.”

Satu langkah, dua langkah Arsen mulai meninggalkan ruang tamu, tak ada suara jeritan dari Mamanya. Duh, sungguh sangat tidak enak rasanya berdebat begini dengan Mamanya.

Setelah di rasa Mamanya tidak akan memanggilnya, Arsenio mempercepat langkahnya. Tapi tiba-tiba sebuah suara menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke belakang dan berteriak panik.

............*****............

“Ma, sadar, Ma.” Arsenio sibuk mengusap-usap tangan Mama Lena yang pingsan. Keringat dingin mulai mengucur di keningnya. Entah kenapa kata-kata Amar tadi di kantor tiba-tiba saja datang mengusik jiwanya.

‘Bagaimanapun juga, aku takut kehilangan Mama. Aku takut hidup tanpa Mama.’

Tak terasa matanya memerah seperti menahan air mata. Dia sibuk memperhatikan Dokter yang memang sudah lama bekerja pada keluarganya, tengah memeriksa Mama Lena.

Saat Dokter wanita paruh baya itu membuka sedikit baju Mama Lena, di situ Arsenio tercengang. Terlihat sebuah luka sayatan di sepanjang dada kiri sang Mama yang masih pingsan.

“Maaf, Dokter. Luka sayatan apa yang ada di dada Mama saya?”

Dokter itu menatap Arsenio. “Selama ini kamu tidak tahu, Nak?”

Arsenio menggeleng lemah. Memang harus dia tahu itu? Kan tidak mungkin Mamanya membuka baju di depan dia.

“Mama kamu pernah menerima transplantasi jantung dari temannya.”

“Hah? Apa?”

‘Jadi pantas selama ini Mama selalu memaksaku untuk menerima perjodohan itu, rupanya karena pengorbanan Ibu gadis itu begitu sangat besar untuk Mama.’

“Kamu tahu, Arsen. Demi menyelamatkan Mamamu, teman Mamamu yang bernama Sawiyah itu bahkan rela meninggalkan putrinya yang masih kecil.”

Arsenio hanya diam. Dia tidak dapat berkata-kata walau hanya untuk sekedar menanggapi ucapan Dokter itu. Melihat Arsenio terpaku seperti itu, Dokter itu tersenyum kecil.

“Mungkin setelah mengetahui hal ini, kamu tidak akan lagi menolak perintah Mamamu.”

Lagi-lagi Arsenio tidak berkutik. Kata-kata Amar terngiang lagi di kepalanya.

‘Ah, sial!’

Setelah Mamanya siuman dari pingsannya, Arsenio dapat bernafas dengan lega. Dia mencoba tersenyum pada Mamanya. Tapi Mamanya malah melotot padanya. Dan lagi-lagi bibir Mamanya maju sepanjang beberapa centi. Arsenio sedikit geli dengan tingkah Mamanya.

Arsenio mengambil tangan Mamanya, lalu mengecup pelan punggung tangan yang sudah mulai keriput walau sudah bolak-balik perawatan di salon itu.

“Maafkan Arsen, Ma. Mama jangan sakit lagi, ya?”

Mama Lena memiringkan badannya dan memunggungi anaknya itu. “Pergilah, Arsen! Mama marah sama kamu.”

“Apakah Mama akan tetap marah sama Arsen kalau Arsen menerima perjodohan itu?”

Mata Mama Lena terbelalak. Pelan-pelan dia memiringkan badannya menghadap Arsenio yang mengedip-ngedipkan matanya dengan genit padanya.

Tapi Mama Lena tidak mau langsung percaya begitu saja. Dia masih tetap saja memajukan bibirnya. “Kamu pasti bohong!”

Arsenio mengambil tangan Mama Lena dan menggenggamnya. “Arsen hanya mau Mama senang dan bahagia. Arsen tidak mau Mama sakit lagi seperti tadi.”

‘Wah, sepertinya dia sungguh-sungguh. Awas saja kalau bohong, akan ku jitak kepalanya!’ hati Mama Lena mulai berbunga-bunga.

“Tapi bagaimana dengan istri kamu?” 'Eh, kenapa tiba-tiba aku peduli pula pada menantu laknat seperti dia itu?'

Mimik wajah Arsenio kembali berubah. “Hem, aku akan bicara pelan-pelan nanti padanya, Ma.”

Senyum Mama Lena mengembang dengan sempurna ‘Yes! Berhasil-berhasil, hore! We did it! Hahaha’

Arsenio menatap aneh Mamanya yang senyum-senyum sendiri ‘Ada apa dengan Mama? Kesurupan lagi kah?’

......................******...................

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status