Share

Bab ~ 8

Danika senyum-senyum sendiri. Ada perasaan rindu yang membuncah tatkala melihat wajah manis dan tampan itu lagi. Danika tak bisa menghilangkan rasa cinta dihatinya pada lelaki itu. Walau sampai sekarang, perasaan itu masih tersimpan di hatinya.

Tetapi ketika melihatnya sudah sesukses sekarang, Danika jadi minder dan sedikit sedih dengan perbedaan yang ada pada mereka. Sepertinya sampai kapanpun, perasaan ini akan tetap tinggal di hatinya. Tak akan pernah terungkapkan dengan cara apapun. Mereka akan tetap berteman sampai kapanpun.

‘Ya, dia adalah cinta pertamaku.’

“Wah, kenapa dia jadi makin ganteng gitu? Aduh, kayaknya ada yang kesemsem, nih! Haha.” Reni mengedip-ngedipkan matanya pada Danika.

“Apaan sih, Ren! Kan lo tahu dari dulu kita hanya berteman dengan dia. Gue juga biasa saja kali sama dia!”

“Biasa, apa biasa? Hahaha.” Reni kembali menggoda sahabatnya itu. Dan yang digoda hanya memonyongkan bibirnya saja.

“Apaan sih lo! Lihat deh, dia sekarang! Banyak berubah, ya? Mudah-mudahan dia masih ingat dengan kita, Ren?” tersirat sedikit kesedihan dari cara Danika bicara. Apalagi saat teman mereka yang bernama Azka itu hanya lewat tanpa memperhatikan mereka.

Reni mengusap-usap bahu Danika. Reni sebenarnya sudah lama tahu kalau Danika menyukai Azka. Tapi Danika mampu menahan perasaan itu, alasannya supaya pertemanan mereka tidak akan bubar dan berantakan.

‘Paten lo, Ka! Sekian tahun menyimpan perasaan untuk Azka, yang bahkan dia tidak tahu kalau lo suka sama dia. Salut gue sama lo.’

Reni bermonolog dalam hati, dia lalu tersenyum untuk membalas Danika yang tersenyum padanya.

“Sudah, ayo kita kembali ke meja, Ren! Pegel kaki gue kalau berdiri lama-lama pakai heels.”

"Ayo, Ka."

..................******..................

"Tuan, Tuan Azka sudah tiba di kantor kita." Amar memberitahukan perihal kedatangan Azka untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan Arsenio.

"Hem, jadi aku harus apa?" tanya Arsenio sambil memainkan pulpen yang dia pegang.

'Harus jungkir balik, Tuan! kenapa jawaban Anda seperti tidak berniat gitu, sih! huufft.'

"Harus bersiap-siap, Tuan!"

"Aku sudah siap! Aku kan tinggal menyiapkan kata ya atau tidak pada anak itu! Ah, dia masih jauh dibawah ku, kan?"

"Jauh yang bagaimana ini, Tuan? Jauh di atas atau jauh di bawah?"

Arsenio memandang ilfeel Amar yang hanya berwajah datar itu.

'Dasar! Dia mau main-main denganku rupanya!'

Melihat wajah Tuannya sudah jutek, mau tidak mau Amar terkekeh kecil.

"Tuan Azka itu CEO muda di perusahaan tambang, Tuan. Dia baru saja di angkat menjadi CEO karena orang tuanya memilih untuk pensiun. usia Tuan Azka sekitar 28 tahun."

Arsenio manggut-manggut. "Hem."

Tak lama terdengar ketukan pintu. Amar dengan segera membukakan pintu itu. Amar langsung menyapa ramah tamu Tuannya.

"Silahkan masuk, Tuan Azka." Amar mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Azka.

"Terima kasih, Tuan Amar."

Arsenio segera bangkit dari duduknya dan memperhatikan lelaki yang lebih muda darinya beberapa tahun itu. Kesan pertama yang dilihat Arsenio dari Azka adalah orang yang berpenampilan menarik. Ya walau tidak lebih menarik dari dirinya. Dia harus tetap yang paling menarik.

"Selamat siang, Tuan Arsenio." Azka membungkuk hormat lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Arsenio.

"Selamat siang. Mari silakan." Arsenio mempersilahkan Azka untuk duduk di sofa.

Setelah berbincang masalah kerja sama antar perusahaan mereka, akhirnya terjalinlah kerja sama itu. Lagi pula, ternyata orang tua mereka sudah pernah berteman sebelumnya. Ini mungkin akan memudahkan mereka ke depannya.

"Besok saya akan datang lagi bersama dengan staf saya, Tuan Arsenio."

"Oh, baiklah. Sepertinya kita akan memulai tugas kita. Lagi pula saya sudah lama libur." Arsenio tertawa kecil. Sedang Azka hanya tersenyum.

"Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu." Azka membungkuk hormat, Arsenio membalasnya dengan menganggukkan kepala sekilas.

Setelah Azka keluar, Arsenio mengendurkan sedikit dasinya. Dia lalu pergi melihat langit biru dari dinding kaca yang ada di ruangannya itu. Pikirannya kembali menerawang pada sang istri. Arsenio sangat takut menyakiti hati wanita yang dia cintai itu. Padahal dia pun tidak tahu kalau istrinya sudah sangat menyakitinya tanpa sepengetahuan dirinya.

Melihat Tuannya yang sudah seperti orang suntuk itu, Amar pun mendekatinya. Niatnya sih ingin menanyakan apakah Tuannya itu butuh racun apa tidak. Eh salah!

"Tuan, apa ada sesuatu yang Anda inginkan?"

"Tidak."

"Apakah Anda ingin pulang?"

"Tidak."

Amar lama-lama bisa migrain kalau menghadapi Tuannya yang dilema karena disuruh menikah lagi ini.

"Kenapa Anda tidak ingin pulang, Tuan?"

Arsenio menghela nafas kasar. "Kau bagaimana, sih? Kalau aku pulang sekarang, Mama pasti akan menanyakan hal itu terus menerus, tahu!"

Amar terkekeh kecil. "Maaf, Tuan. Oh iya, sebentar lagi kita akan meeting di hotel grand."

"Hem." hanya itu saja yang keluar dari mulut Arsenio. Memangnya dia harus menjawab apa selain hem-hemnya yang sangat berfaedah itu. Iya itu sangat berfaedah disaat dia malas bicara dan sedang marah.

..................******..................

"Wah, siapakah pemuda tampan yang sedang berjalan ke arah sini?"

Azka mengernyit mendengar ucapan dari seorang pria jangkung yang berdiri jauh dari tempat dia berjalan. Tapi tiba-tiba senyumnya terbit ketika tahu siapa pria itu.

"Bro Adul!" Azka melambai-lambaikan tangannya. Sesampainya Azka di tempat di mana Adul berdiri, mereka pun melakukan tos sama seperti masa dulu.

"Apa kabar, bro? sudah lama banget kita tidak ketemu!"

"Alhamdulilah gue sehat." Azka memperhatikan Adul yang sudah menjelma menjadi seperti pria sejati. Tapi tatapan kagum itu langsung hilang ketika melihat kuku-kuku lentik Adul yang berwarna itu. Azka seketika terpaku, kenapa hatinya hancur melihat sahabatnya menjadi seperti ini?

"Jadi tadi lo yang di elu-elukan para kaum betina di depan? Tapi memang wajar, sih! Lo sekarang sudah menjelma jadi CEO sukses dan tampan."

Azka hanya tersenyum sembari mengusap-usap tengkuknya. "Ah, lo bisa saja! Lo lagi apa di sini? di parkiran mau ngapain?"

"Lo belum tahu, ya? Kalau gue sekarang jadi kepala staf di sini. Sebentar lagi gue mau ikut meeting bareng Tuan Arsenio. Tuh, lah! lo terlalu sibuk, sampai lo pada ngelupain gue dan kawan-kawan."

"Aduh, maaf ya, bro? Gue benar-benar sibuk semenjak mulai jadi CEO. Tapi kali ini, gue janji akan tebus waktu kita yang sudah terlewati."

"Baguslah kalau gitu, bro!" Tiba-tiba Adul teringat dengan gadis-gadis sahabat mereka.

"Eh, gue ada kejutan buat lo, bro!"

Azka sedikit terkejut. "Kejutan? Kejutan apa, bro?"

"Sudah-" Adul menepuk bahu Azka. "Ayo ikut saja! Lo pasti tidak akan menyangka nanti."

Walau merasa bingung dengan ucapan Adul, Azka tetap saja mengikuti langkah tegap lelaki di hadapannya.

'Langkahnya saja tegap begitu! Menunjukkan kalau dia lelaki sejati, tapi kalau di lihat dari kukunya, haduh!'

Lagi-lagi Azka tidak mengerti dengan penampilan Adul. Tapi tetap saja dia berharap Adul akan berubah suatu hari nanti.

"Lo lihat tidak dua gadis yang sedang sibuk di meja sana itu?" Adul mengarahkan telunjuknya yang diikuti picingan mata Azka.

Senyum Azka langsung terbit ketika tahu siapa dua gadis yang di maksud oleh Adul. "Mereka bekerja di sini juga?"

"Yup! Lo tunggu di sini sebentar!"

Adul mendekati Danika dan Reni yang tengah sibuk mengetik. "Ssttt."

Kepala mereka sama-sama mendongak lalu menunduk lagi, seolah-olah kehadiran Adul itu tiada gunanya bagi mereka saat ini. Adul mendengus sebal.

"Ssstt, kalian ini kalau dipanggil pura-pura tidak menyahut, ya? Mau gue turunin nilai laporan kinerja kalian?" ucap Adul sembari bersedekap dada.

Mata Danika dan Reni sama-sama terbelalak menatap Adul.

"Dul, lo apa-apaan, sih? Tidak lo lihat gue sama Reni tengah sibuk sekarang?" Danika berkoar-koar sambil berkacak pinggang. Sedang Reni menatap sebal makhluk di depan mereka yang terkadang berubah-ubah menjadi pejantan tangguh dan kemayuh secara bersamaan itu.

Adul terkekeh. "Kalian pasti tidak akan jadi marah kalau tahu gue manggil kalian karena apa!" Adul berbalik badan dan menunjuk Azka dengan dagunya.

Lagi-lagi Danika dan Reni terbelalak melihat pria tampan yang tengah tersenyum itu.

'Apaaa? Hobaaaa..'

..................******..................

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status