Home / Rumah Tangga / Jadi Miskin Di Hadapan Mertua / MENANTU ATAU MERTUA DAKJAL?

Share

MENANTU ATAU MERTUA DAKJAL?

last update Last Updated: 2023-06-06 22:10:29

MENANTU ATAU MERTUA DAKJAL?

“Hey Mantu Dakjal kau ya! Berani membentak Ibu Mertuamu sendiri!” teriak Ibu- ibu berbaju kolaborasi macan dan jilbab zebra.

“Lihatkan, kalian bisa lihat sendiri sekarang, aku tak mengada- ada ya memang begitulah Dinda menantuku ini, huhuhu” isak bu Nafis.

Dinda begitu muak melihat kelakuan Ibu mertuanya.

“Dinda, maafkan Ibu Nak! Maafkan Ibu,” ujar bu Nafis dengan acting menangis.

“Bu! Hentikan! Mengapa Ibu bersandiwara?” tanya Dinda berjalan mendekat menuju ibu mertuanya.

“Heh berhenti menantu Dakjal! Tak akan ku biarkan kau menyiksa anggota- ku! Sini lawan aku!” tantang ibu- ibu lain.

“Apa yang sebenarnya Ibu katakana pada mereka? Mengapa mereka begitu membenciku padahal sama sekali aku tak mengenal mereka!” seru Dinda.

“Heh Dakjal!” seru ibu- ibu baju macan.

“Namaku Dinda! Dasar norak baju corak kebun binatang!” sanggah Dinda tak kalah lantang.

“Namaku Ibu Ningsih bukan kebun binatang! Bagaimana kami tak membenci menantu modelan seperti dirimu! Menantu yang tak tahu diri, lihatlah sekarang hidup Bu Nafis susah pasti ulahmu kan?” serang Ningis.

“Hah? Ulahku?” tanya Dinda keheranan.

“Ya, bayangkan sekarang Ibu Ningsih harus berjualan nasi di Kantin Rumah Sakit untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, kau tahu tidak dulu Ibu Ningsih ini salah satu sosialita paling kaya di antara kami! Tetapi semenjak Hasan menikah denganmu dia malah blangsak, tak hanya anaknya saja yang blangsak Ibunya juga!” bentak Ningsih.

‘Prok..prok…’ Dinda bertepuk tangan.

“Wah hebat sekali ya Ibu Ningsih ini! Apakah anda teman dari Bu Ningsih Tinampi kok bisa menerawang kehidupan orang? Salah pula terawangannya! Ibu tahu dari mana saya yang membuat blangsak hidup Mas Hasan?” sanggah Dinda sambil berdiri menantang bu Ningsih.

“Kau tak sadar pernikahanmu dengan Hasan itu pembawa sial? Hah? Kau pura- pura bodoh atau tak tahu?” ejek bu Ningsih.

“Apa maksud njenengan (kamu)?” tanya Dinda sambil berusaha menahan emosinya.

“Oh jelas kau tak akan tahu dan tak pernah sadar diri karena kau menantu Dakjal! Apa Bu Nafis tak pernah mengatakannya padamu? Musibah datang silih berganti semenjak kau menikah dengan Hasan,” hardik bu Ningsih.

“Sudah Bu cukup, sudah!” lerai bu Nafis dengan suara lemah gemulai.

“Biar saja Bu Nafis, biar menantu Dakjal- mu ini tahu bagaimana jeritan hati mertuanya, Bu Nafis ini terlalu sabar menghadapi tipe menantu tak tahu diri seperti dia!” sahut ibu- ibu lainnya.

“Sudah Bu, sudah, saya takut Dinda akan mengadukan pada Hasan lalu anak saya akan memarahi saya juga nanti,” kata bu Nafis.

Dinda menggelengkan kepalanya perlahan.

“Drama apa yang sedang Ibu mainkan?” seloroh Dinda.

“Ujaran kebencian apa yang Ibu katakan pada semua orang? Mengapa mereka semua mengaggap aku menantu Dakjal? Apakah aku se- Dakjal itu Bu?” sambung Dinda.

“Tunggu, tunggu di sini semua,” pinta Dinda.

Dia segera keluar menuju mobil. Mengambil kue black forest bertuliskan selamat ulang tahun Ibu dengan kado yang telah di persiapkannya. Tak main- main satu tas merk Gosh seharga satu juta delapan ratus dengan sepatu merk sama seharga satu juta rupiah. Tak lupa juga Dinda membawa serta struk pembayaran di department store tadi sebagai bukti. Agar mertuanya tak mengatakan barang KW atau palsu.

“Apakah ini yang di namakan menantu Dakjal?” teriak Dinda lantang.

“Ibu- ibu tahu kan brand ini? Tak mungkin ada yang palsu, ini sekalian struk nota belanja saya, bisa di lihat di sana saya menggelontorkan uang berapa! Siapa yang Dakjal sebenarnya? Saya atau Mertua?” sindir Dinda.

Suara dengung saling bisik memenuhi ruang tamu rumah. Dinda segera pergi masuk ke kamarnya. Hatinya sakit sekali menerima perlakuan teman- teman geng mertuanya.

Kesabaran manusia tentulah ada batasannya begitupun Dinda. Dia segera mengambil HP dan memencet nomer kontak terakhir kali di hubungi.

“Hallo Assalamualaikum,”

Siapakah yang di hubungi Dinda?

BERSAMBUNG

Secilia Abigail Hariono

Jangan lupa follow akun sosmedku untuk melihat visual mereka Ig secilia_hariono Fb Secilia Abigail Hariono Tiktok Secilia Abigail Hariono

| 4
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lola Nurul Afifah
cukup bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ENDING YANG BAHAGIA!

    ENDING YANG BAHAGIA!"Ya Allah apapun yang terjadi aku ikhlas, akan semua keputusanmu. Berikan yang terbaik," kata Dinda dalam hati.Tanpa membuang waktu lagi dia mengetes dan hasilnya adalah garis dua. Dinda langsung memekik, memakai bajunya dengan baik dan keluar dari kamar mandi. DIa langsung bersujud saat itu juga, dia merasa senang sekali."Ya Allah ternyata kau adalah sebaik-baiknya pengatur! Di saat semuanya sudah damai saat seperti ini kau memberikanku kepercayaan lagi dan di saat ini pula itu bersama pak Hendi akan segera umroh. Alhamdulillah! Alhamdulillah ya Allah," pekik Dinda tertahan dalam isak tangisnya.Dia pun segera menelpon kedua orang tuanya. Dia ingin membagi kabar kebahagiaan itu pertama kali dengan kedua orang tuanya. Untung tak lama telpon itu diangkat."Assalamualaikum, Papa!" sapa Dinda."Waalaikumsalam, Nduk," jawab Pak Bukhori."Papa, sedang sibukkah?" tanya Dinda."Kenapa kok sepertinya kau terdengar sangat gembira sekali. Ada berita membahagiakankah?" s

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Hamil?

    HAMIL?"Ya, lama-kelamaan aku juga ikhlas. Aku selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya. Bayangkan saja betapa akan mengasyikkan nanti hidup kita berdua setelah menjadi saudara tiri dan kau serta aku bisa berbaikan. Ini akan sangat menguntungkan sekali bagi kita, karena kita bisa menginap di rumah masing-masing sesuka hati lagi. Ide bagus kan?" bujuk Ifah.Dinda salut sekali pada adik iparnya itu, Ifah nampak sekali mencoba untuk lebih bijak dan dewasa. Hal itu membuat Dinda dan Hasan tersenyum."Nah kau dengar sendiri kan, Nduk? Ifah saja sudah bisa berdamai dengan keadaan, kau sampai kapan mau begini terus? Percayalah Ibumu juga ingin melihat Papa bahagia dan mungkin saat ini Papa bisa bahagia jika bersama Bu Nafis. Bukannya sebagai Bapak egois tetapi Papa membutuhkan teman saat tua. Kau juga akan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Lalu bagaimana kalau kita tua? Papa juga membutuhkan sosok bu Nafis sebagai ibu pengganti kalian," terang Pak Hendi."Jadi tolong terimalah," l

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   AWAL BARU KEBAHAGIAAN

    AWAL BARU KEBAHAGIAAN"Benarkah , Pak? Sungguh rasanya ini masih seperti mimpi, Mas. Alhamdulillah ya Allah," kata Bu Nafis langsung luruh di lantai.Da bersujud syukur, tak pernah terbayangkan di dunia bisa menginjak tanah suci bersama suami barunya itu. Dia sekarang benar-benar merasa sangat dicintai dan sangat bahagia meskipun pernikahannya dengan Abah dulu cukup bahagia namun dia tidak pernah mencintai Abah sepenuhnya. Beda halnya dengan Pak Hendi, dia benar-benar mencintai lelaki itu. Pak Hendi pun membiarkan sang istri menikmati sujud syukurnya, setelah selesai dia merengkuh sang istri. "Semua telah berlalu, semua telah usai. Buang semua traumamu, buang semua marahmu terhadap anak-anakmu, terhadap menantumu. Hubungan semua yang buruk-buruk lupakan, kita mulai semuanya baru. Kita akan pergi umroh bersama, kita berpamitan kepada anak-anak ya," pinta Pak Hendi.Bu Nafis memeluk Pak Hendi dan menangis sesegukan. Dia benar-benar tak kuasa menahan tangisnya.

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   HADIAH DARI SUAMI BARU

    HADIAH DARI SUAMI BARU"Bu? Apa Ibu tidak berjualan lagi?" tanya Dinda saat dia melihat dapur yang masih bersih."Tidak, Pak Hendi melarangku untuk jualan," jawab Bu Nafis.Mertuanya itu masih meminum kopinya di meja makan, sedangkan Pak Hendi entah kemana.Pamit pulang ke rumahnya. Dinda menggeret kursinya. "Maafkan Dinda ya, Bu. Selama ini Dinda yang egois, Dinda yang banyak salahnya sebagai menantu," kata Dinda."Maafkan Ibu juga," ucap Bu Nafis lirih. Terlihat dari wajahnya sepertinya dia juga menyesal. "Terkadang sebagai seorang ibu aku merasa belum rela jika anak lelakiku mencintai wanita lain bahkan terkadang aku merasa iri. Bagaimana bisa anakku memperlakukanmu begitu istimewa sedangkan akulah yang melahirkannya, akulah yang menyusuinya, akulah yang selalu membersamainya sampai dia besar. Ketika dia sudah besar aku harus melepaskannya, rasanya aku masih belum ikhlas. Aku tahu ini salah, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang," kata Bu Nafis menghela napasnya panjang."Bu...

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA

    ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA"Hahaha lalu kau percaya begitu saja?" tanya pak Hendi. Hasan pun mengangguk dengan polosnya. Membuat Dinda dan Pak Hendi gemas sendiri namun merasa lucu dengan tingkah Hasan."Mana ada online sembako yang bisa menggaji karyawannya sebanyak itu? Bahkan bisa untuk mencukupi dan menambal semua kekurangan kebutuhan keluarga kalian. Apakah kau pernah membelikan bensin kendaraanmu itu, San?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Lalu biaya servis? Siapa yang menanggungnya?" selidiknya."Dinda, Pak," jawab Hasan lemah."Lalu untuk kekurangan-kekurangan kebutuhan harian kalian? Bahkan untuk makan sehari-hari, biasanya siapa yang mennambal sulam?" cerca Pak Hendi."Dinda," sahut Hasan."Lalu, apakah selama ini Dinda pernah menuntutmu atau keluarga Dinda pernah menuntutmu dengan semuanya berkaitan dnegan nafkah atau uang?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Menurutmu kenapa mereka tidak menuntutmu? Bukankah itu a

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS

    MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS"Terima kasih karena Ibu sudah bicara seperti itu kepada Dinda. Sungguh Hasan tak mengira itu. Ibu bisa meminta maaf kepada Dinda dengan tulus. Hari ini rasanya adalah hari yang paling membahagiakan untuk Hasan," kata Hasan. Bu Nafis hanya tersenyum kecut mendengar semua ucapan Dinda dan diam. Begitupun dengan pak Hendi, lelaki itu lebih senang memperhatikan mereka. Ada bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata melihat keluarga barunya ini sedang mencoba memperbaiki semuanya."Kau ke sini tulus kan Nafis?" tanya pak Hendi."Iya," jawab Bu Nafis. "Nafis, ingatlah. Selama ini banyak hal dan kebaikan yang diperbuat Dinda untuk keluargamu. Jadi sekarang tak ada salahnya jika kau ganti membahagiakan Dinda. Toh Dinda tak pernah meminta banyak padamu kan? Dia tak minta hartamu, dia juga tak meminta kau menjadi ini dan itu. Dia hanya ingin mencoba membina keluarga sendiri dengan Hasan putramu, tak ada yang salah sebenarnya" ucap Pak Hendi."Nah memisah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status