JUAL MOBIL DEMI ADIK IPAR"Bagaimana kalau kita jual mobil Dinda saja Mas, untuk tambahan biaya sekolah Ifah," usul Dinda."Apa?" tanya Hasan terkejut."Iya Mas, jual aja mobil Dinda! Menurutku itu ide satu- satunya saat ini yang paling rasional," ujar Dinda."Tapi Dek, itu barang milikmu! Bahkan kau membelinya dengan uangmu sendiri, bagaimana bisa kau berpikir akan menjualnya demi kuliah Ifah?" tanya Hasan."Ya Dinda tahu kok Mas, ada beberapa alasan mengapa aku mengatakan jual saja mobil itu! Pertama secara logika hanya itu aset yang kita punya sekarang Mas, mobil yang Mas pakai itu milik siapa? Bukankah itu mobil peninggalan Abah yang artinya masih milik bersama dari warisnya? Akan repot Mas nantinya," kata Dinda."Lagian mobil milik Dinda kan sudah tua Mas, paling hanya laku di kisaran delapan puluh juta, tak akan rugi jika menjualnya sekarang! Sedangkan milik Abah usia mobilnya jauh lebih muda dan lebih worth it untuk di pertahankan," sambung Dinda."Toh kalau mobil itu di jual n
DI KASIH JANTUNG MINTA HATITapi Fah, bukan begitu maksud Mbak Dinda!" teriak Dinda yang tak di gubris Ifah."Mati aku! Memang tak bisa anak seperti itu di kasihani! Di kasih jantung malah minta hati," Dinda merutuki dirinya kecerobohannya sendiri.Dinda berdiri hendak menyiapkan makanan, dia melihat magicom yang tadi berisi nasi kuning sudah kosong. Lalu beralih ke panci di atas kompor, semua kosong."Tak mungkin rasanya makanan sebanyak itu di habiskan oleh teman- teman Ifah, lagian teman Ifah bukanlah anak bar- bar yang senang makan- makanan rumahan. Lalu kemana perginya nasi dan sisa sayur itu?" Dinda menggaruk kepalanya yang tak gatal.Dia lalu menuju dapur, menghitung piring kotor. Jumlahnya tak bertambah, seingatnya tadi masih ada sisa nasi yang lumayan banyak, masih cukup untuk makan malam keluarga mereka. Mengapa semua mendadak lenyap tak bersisa."Kau mencari apa sih Dek?' tegur Eva yang baru pulang dari Masjid sendiri."Loh Fikri mana Mbak?" tanya Dinda."Ikut Abinya di Mas
Ifah datang dengan membawa trippod dan Hpnya. Tanpa mempedulikan semua yang ada dia dengan sigap menyetting semua."Kita bikin konten dulu dong," ajak Ifah."Kau keterlaluan Dek!" tegur Hasan."Eh Mas Hasan jangan salah, apa Mas Hasan tak belajar dari kejadian Abah? Saat Abah sedo atau meninggal secara mendadak itu Mas tak ingat bahwa kita tak banyak memiliki foto atapun video kenangan bersama keluarg," sanggah Ifah."Momen seperti ini perlu di abadikan Mas, selain untuk konten biar nanti ketika Fikri gede bisa melihat kenangan saat dia kecil dulu! Jadi ada memori masa kecil yang bisa di lihatnya," lanjut Ifah mencari pembenaran atas tindakannya."Biarkan Le, benar apa kata Ifah! Rasanya kalau mengingat kematian Abahmu itu Ibu juga menyesal, mengapa saat beliau masih ada kami tak memanfaatkannya bersama, untuk mengambil gambar kenangan yang banyak! Sehingga jika ibu benar- benar merindukannya Ibu memiiki gambaran kenangan saat itu berwujud foto atau video, bukan hanya dalam ingatan sa
"Ya sebenarnya cuma sekitar tiga puluh juta Mas, untuk pembayaran uang pangkal dan biaya satu semester apa ya istilahnya kayak SKS atau apalah aku juga nggak begitu paham," kata Ifah."Lalu kenapa kau meminta nominal lima puluh juta? Itu hampir dua kali lipatnya loh," ujar Hasan heran."Iya itu sih sebenarnya belum mencakup semua kebutuhan Ifah saat kuliah Mas, ifa juga mengukur kemampuan kok! Kalau dipikir-pikir lagi sebenarnya jumlahnya lebih dari itu, bayangkan saja uang UKT tiga puluh juta, iPad second lah tak usah baru sudah lima belas juta total tiga puluh lima juta," ucap Ifah."Ditambah lagi untuk beli iPhone baru yang pro max tiga belas sekitar second-nya dua puluh juta harusnya semua jadi enam puluh lima juta, tapi Ifah pikir-pikir lagi mending uangnya buat beli ipad dulu karena itu kebutuhan," sambung Ifah.Dinda dan Eva saling bertatapan dan melongo mendengar semua tuntutan dari adik iparnya. Begitupun Hasan dan Zain hanya bisa mengelus dada."Fah apakah kamu sadar berkata
"Ada apa Bu?" tanya Eva yang ikut panik mendengar teriakan bu Nafis."Kau memasukkan racun ya di masakannya? Apa kau memasak tak menggunakan panci bersih?"cerca bu Nafis."Hah? Tidak Bu! Eva masak bersama Dinda tanya saja dia, Eva memasak sesuai kok seperti biasanya, masak iya untuk di makan keluarga Eva memasukkan racun! Ibu ini aneh!" sanggah Eva."Heh ini ada yang komplain ke ibu, katanya perutnya mulas setelah memakan masakanmu! Sengaja kau ya? Mau mempermalukan Ibu?" tanya bu Nafis."Astagfirulloh Bu! Jika memang Eva memiliki niatan seperti itu apa ndak sekalian Eva bubuhkan sianida di masakan malam ini? Nyatanya setelah makan kita semua baik- baik saja to?" tanya Eva."Bu Maaf Dinda potong! Kalau memang bnar itu sebab masakan Mbak Eva harusnya Ifah juga sakit perut kan, tadi makanan buatan Mbak Eva yang memakan paling banyak teman- teman Ifah! Dek perutmu sakit?" tanya Dinda ke Ifah yang masih cemberut.Ifah menggelengkan kepala."Apa temanmu ada yang komplain padamu mengatakan s
"Entahlah Mas, aku juga bingung apa yang terjadi dengan Dinda! Tadi sore sebelum ke masjid dia yang ngotot ingin menjual mobilnya padahal aku sudah larang, eh sekarang jadi seperti ini," kata Hasan.Zain mengusap wajahnya dengan kasar. Dia bingung langkah apa yang harus dia ambil sekarang ini."Kalau mobil BMW itu kita jual laku berapa ya?" tanya Zain."Tak akan cukup Mas, walau hanya di gunakan untuk membayar UKT Ifah! Mobil itu hanya laku sekitar dua puluh lima jutaan, sedangkan jujur saja Hasan hanya punya tabungan sepuluh juta! Tau sendiri lah Mas, berapa gaji Hasan! Itupun harus di bagi karena kewajiban Hasan pada Dinda," jelas Zain."Yah, Mas juga buntu! Jujur saja sekarang ini untuk biaya makan sehari- hari Mas hanya mengandalkan pendapatan Mbakmu Ipar Eva," Zain mengakui."Sudah Mas, wajar saja jika Mas masih belum stabil ekonominya! Kan Mas memiliki anak yang di pesantren! Sudah jangan di pikirkan, insyaallah Hasan akan segera mencari jalan! Sudah mari kita ke kamar," ajak Ha
"Apa kau tak salah Mas? Bukankah kau dengar sendiri tadi Ibu berkata apa? Dia mengatakan aku menantu yang sok pahlawan! Bahkan Ibu juga yang berkata akan membiayai semua urusan uang UKT dan permintaan Ifah! Beliau juga melarangku menjual mobil, apa aku salah dengar tadi?" tanya Dinda.Hasan sadar dan maklum memang bukan salaha Dinda jika dia marah sampai seperti ini. Saat Dinda berbicara dan mulai menyebut nama aku bukan lagi namanya tanda dia sedang emosi tinggi."Maafkan aku Dek, sekarang tidurlah," perintah Hasan.Dinda tak menjawab pernyataan Hasan. Dia membaringkan tubuhnya yang lelah seharian membantu Eva, berbelanja, bahkan harus menghadapi watak mertuanya."Maafkan aku Mas," ujar Dinda lirih.Saat tengah malam Dinda terbangun. Tenggorokannya kering sekali. Dia tak mendapati suaminya di ranjang."Kemana Mas Hasan?" tanya Dinda dalam hati.Dia berjalan keluar kamar. Semua sepi senyam, lampu teras menyala dan pintunya terbuka. Dinda melihat jam di dinding ruang tamu, pukul tiga l
"Mbak Eva rasanya tak sanggup lagi jika ke rumah Ibu lagi," ujar Eva lirih.Ah Dinda akhirnya tahu, memanglah sekuat apapun Eva mencoba tegar di hadapan keluarga mertuanya tetaplah dia memiliki sisi lemah. Menantu mana yang tak sakit hati mendapat perkataan seperti itu dari mulut mertuanya sendiri."Dinda tak bisa berkomentar apapun Mbak," kata Dinda."Andaikan aku dan Mas Zain tak miskin pasti kami tak akan mendapatkan perlakuan seperti ini Va," ucap Eva."Karena miskinlah yang membuat keluarga kecilku membuat Ibu memandang kami rendah, rasanya sangat tak adil bukan Din? Memang siapa sih yang mau miskin? Aku juga tak ingin, namun bagaimana lagi takdir Allah menguji kami dalam masalah ekonomi," sambung Eva."Andai Ibu Nafis mertua kita bisa memikirkan dengan logika, bahwa kita adalah anak perempuan yang berharga juga di mata orang tua masing- masing. Tapi sepertinya Ibu Nafis tak berpikiran sampai sana," lanjut Eva.Dinda terdiam mendengar semua penjelasan Eva. Ya benar apa yang di ka