Share

Rencana Alya

Penulis: Aira Tsuraya
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-06 14:00:19

“ALYA!!!” seru Aminah saat melihat Alya sedang memeluk erat Gavin.

Alya sudah melepas pagutannya sesaat sebelum pintu kamar Gavin terbuka dan langsung memeluk tubuh Gavin dengan erat. Aminah yang melihat kedua putra putrinya berpelukan di dalam kamar sedikit terkejut.

“Alya! Gavin! Ada apa?” tanya Aminah kebingungan.

Alya bergegas mengurai pelukannya sambil mengusap airmata yang tadi sempat menetes di pipinya.

Alya tersenyum sambil duduk di tepi kasur, begitu juga Gavin.

“Ada apa?” kembali Aminah bertanya dengan tatapan mata yang terus menyelidik ke arah Gavin dan Alya.

“Gak papa, Bu. Alya hanya takut kehilangan Mas Gavin. Sebentar lagi Mas Gavin akan menikah dan pasti pergi dari rumah ini. Alya takut Mas Gavin akan melupakan aku, Bu,” tutur Alya sedikit berbohong.

Aminah tersenyum lalu ikut duduk di samping Alya, memeluk dan mengelus punggungnya dengan lembut.

“Astaga, Alya! Masmu cuman tinggal sepuluh kilometer dari sini. Paling gak sampai satu jam juga sudah sampai ke sini. Dia juga akan berkunjung setiap akhir pekan. Betul 'kan, Vin?” tanya Aminah ke arah Gavin.

Gavin buru-buru mengangguk. Ia jadi sedikit canggung gara-gara ulah spontan Alya tadi.

“Tuh, kan? Sudah, jangan aneh-aneh. Ibu pikir kalian bertengkar tadi,” lanjut Aminah.

Alya hanya mengangguk sambil tersenyum. Untung saja ibunya tidak melihat apa yang dia lakukan seperkian detik sebelum pintu terbuka tadi.

‘Sepertinya memang harus dengan cara lain aku mendapatkan Mas Gavin,’ begitu yang sedang dipikirkan Alya kini.

“Ada apa ibu mencari saya?” pertanyaan Gavin memecahkan keheningan yang tengah tercipta.

Aminah tersenyum kemudian menatap Gavin dengan sayang.

“Itu, Vin. Ibu mau tanya apa undangan yang untuk keluarga sudah tercetak? Biar minggu depan ibu bagikan. Kalau dibagi jauh-jauh hari begini, mereka bisa menyediakan waktu sehingga bisa hadir semua di acaramu besok.”

Gavin tampak manggut-manggut sambil tersenyum mendengar penuturan Aminah. Sementara Alya hanya diam sambil terus menatapnya.

“Kamu mau bantu antar undangan kakakmu 'kan, Al?” kini Aminah bertanya ke Alya yang terdiam.

Alya bergegas mengangguk tanpa menjawab.

“Ya sudah. Besok kalau bisa kau ambil undangan di percetakannya, Vin. Biar cepat kelar semua.”

Lagi-lagi Gavin mengangguk. Aminah sudah beranjak pergi hendak meninggalkan kamar Gavin. Namun, sesaat sebelum pergi, Aminah menoleh ke arah Alya.

“Alya, ayo tidur! Sudah malam, bukankah besok kau harus berangkat pagi. Kakakmu juga biar istirahat jangan ganggu dia!” ajak Aminah.

Alya mengangguk lalu segera bangkit mengikuti Aminah berjalan pergi keluar kamar. Gavin ikut berdiri mengantar mereka hingga di depan pintu kamar. Tepat saat Aminah sudah menghilang di balik tembok, Alya menoleh dan sekali lagi mengecup pipi Gavin dekat dengan sudut bibirnya membuat Gavin terkejut.

“Have a nice dream, Babe,” desis Alya lirih sambil mengedipkan sebelah matanya.

Sementara Gavin hanya terpaku di depan pintu kamar menatap Alya dengan sebuah semburat merah yang sudah memenuhi wajah putihnya.

**

“Sial!! Aku harus melakukan apa agar Mas Gavin batal nikah dengan Yeni,” gumam Alya lirih sambil sibuk mengetuk jari lentiknya di dagu.

Ia baru saja selesai meeting pagi dan kembali sibuk dengan rutinitas jadwalnya sebagai CEO baru di perusahaan property milik ayahnya ini. Perusahaan property milik Baskoro memang sudah dirintis sejak ia masih muda dan sekarang tinggal Alya yang meneruskan dan mengembangkannya.

Berbagai proyek pembangunan seperti perumahan, perkantoran, mall, apartemen dan masih banyak lagi selalu menggunakan nama perusahaan milik Baskoro sebagai pengembang. Memang ini semua juga didukung dengan kualitas kerja yang selalu memuaskan para pelanggan. Selain itu peran serta para arsitek dan semua divisi di perusahaan itu turut membantu berkembangnya perusahaan milik Baskoro ini.

Sebuah ketukan di pintu ruangan Alya membuyarkan lamunannya. Tak lama setelah itu muncul pria berwajah manis dengan rambut keriting ikalnya yang selalu tak beraturan.

“Pagi, Bos!” sapa pria manis itu yang tak lain Rendy, sahabat sekaligus salah satu staf manager di perusahaan Alya.

“Ada apa, Ren?” tanya Alya sambil menatap Rendy dengan malas.

Rendy tersenyum dengan cengirannya kemudian sudah duduk di depan Alya.

“Duh, Bu Bos. Pagi-pagi sudah nyolot saja. Habis sarapan apa tadi?” gurau Rendy.

Alya tidak menjawab dan sudah sibuk dengan laptopnya kini.

“Itu aku mau laporan kalau siang ini mau ke lokasi tanah yang mau kita beli. Katanya sih ada kabar baik dari negosiasi kemarin. Kamu ikutan, gak?” tawar Rendy.

Alya mendecak kesal sambil terus sibuk menarikan jemari tangannya di atas keyboard laptop.

“Ogah. Aku gak mau kulitku tambah gosong nantinya,” cetus Alya tanpa melihat ke arah Rendy. Sontak Rendy sudah terbahak-bahak mendengar celetukan Alya ini.

“Tambah manis kali kok tambah gosong, sih,” goda Rendy.

Alya tak peduli dan hanya mencibirkan bibirnya.

“Sudah, jangan ganggu aku. Pergi saja sana dan urusi secepatnya biar kita bisa memulai pembangunannya,” pinta Alya.

Rendy hanya manggut-manggut sambil tersenyum. Dia sudah beranjak hendak pergi lalu tiba-tiba berbalik lagi.

“Eh, pulang kerja nanti nonton, yuk! Ada film baru, Al,” tawar Rendy.

“Gak, aku sibuk,” putus Alya.

Rendy sekali lagi menganggukkan kepala dan sudah pamit pergi meninggalkan Alya dengan lesu.

“Sial! Gara-gara Rendy aku jadi gagal memikirkan ide, 'kan?” gerutu Alya.

Akhirnya Alya memutuskan keluar ruangan dan tanpa ia sadari sudah berdiri di bagian departemen pemasaran, tempat Gavin berada. Alya langsung masuk tanpa permisi ke ruangan Gavin. Namun, bukan Gavin yang ada melainkan Yeni, sekretaris sekaligus tunangan Gavin.

“Eh, Alya. Mas Gavin lagi ke toilet bentar. Ada apa?” sapa Yeni dengan senyum manisnya.

Alya hanya diam tidak menjawab dan terus menatap Yeni dengan sinis.

“Bu Alya. Panggil aku itu bila di kantor. Bukankah kau tahu aku atasan di sini,” ujar Alya dengan ketus.

Yeni tampak terkejut dengan ucapan Alya ini. Ia hanya mengangguk kemudian sudah menyilakan Alya duduk untuk menunggu.

“Apa ada yang harus saya siapkan, Al eh Bu?” tanya Yeni dengan gugup.

“Gak usah. Biar aku tunggu saja,” pungkas Alya.

Dia sudah duduk di salah satu sofa dengan menopang kaki. Yeni mengangguk dan bersiap undur diri. Ia hendak kembali ke mejanya di depan namun, Alya kembali memanggilnya.

“Satu lagi jangan panggil Mas Gavin saat di kantor. Dia atasanmu. Kau seharusnya memanggil Pak Gavin. Paham?” imbuh Alya.

Yeni hanya terdiam lalu perlahan ia menganggukkan kepala sambil menatap Alya dengan penuh tanya. Alya seharusnya tahu kalau dia dari dulu memanggil Gavin dengan sebutan ‘Mas’. Alya juga tahu kalau dia dan Gavin sebulan lagi akan menikah, mengapa juga harus mengatur sebutannya untuk memanggil sang calon suami.

Yeni tidak ambil pusing dengan ucapan Alya itu. Ia sudah bergegas keluar ruangan Gavin dan langsung duduk manis di kursinya melanjutkan pekerjaan.

Tak lama Gavin datang dan sedikit terkejut saat melihat Alya sudah di ruangannya.

“Ada apa, Al?” tanya Gavin sambil duduk di kursi kerjanya.

Alya tersenyum langsung bangkit menghampiri Gavin dan duduk di kursi tepat di depan meja Gavin.

“Mas, kita makan siang bareng, yuk! Aku punya kupon makan gratis, nih. Sayang banget kalau gak dipakai,” ujar Alya sambil menatap Gavin dengan wajah berseri-seri.

Gavin mengangkat kepalanya dan menatap Alya sambil tersenyum.

“Maaf, Al. Aku gak bisa. Istirahat makan siang ini aku dan Yeni mau ke katering. Kita sudah janjian dengan pihak WO untuk mencicipi menu yang akan disediakan nantinya. Kau tahu sendiri kalau tidak semua makanan bisa dimakan Yeni. Dia ‘kan punya alergi,” terang Gavin.

Alya terdiam. Dia kesal, marah karena sekali lagi Gavin lebih mementingkan Yeni daripada dirinya.

“Sorry, ya. Kamu pergi sama Rendy saja. Anak itu ‘kan paling suka kalau dapat gratisan,” seloroh Gavin menambahkan.

Alya masih diam dan terus menatap pria tampan berwajah khas oppa Korea ini dengan kesal. Kemudian berangsur Alya menarik bibirnya hingga terbentuk sebuah senyum manis yang mungkin sulit diartikan Gavin.

“Memangnya Yeni alergi apa, Mas?” tanya Alya kemudian.

Entah mengapa otaknya tiba-tiba berpikir dengan cemerlang tentang sebuah rencana yang akan memuluskan keinginannya menggagalkan pernikahan Gavin.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jadikan Aku yang Kedua   Berakhir dengan Senyuman

    Gavin bergegas turun dari mobil usai memarkirnya. Entah mengapa Bu Aminah tiba-tiba menelepon sore tadi dan memintanya datang ke rumah. Gavin menghentikan langkahnya saat melihat mobil Alya yang baru saja datang. Alya segera turun dari mobil dan berjalan menghampiri Gavin. Mereka berdua terlihat canggung, mungkin karena sudah lama tidak bertemu dan jarangnya komunikasi. Kemudian Gavin yang lebih dulu jalan mendekat dan langsung merengkuh Alya dalam pelukannya. Ia memeluk Alya dengan sangat erat seakan takut kehilangan. Alya hanya terdiam dalam pelukan suami sekaligus kakak angkatnya. “Maafkan aku, Babe. Aku janji akan memperbaiki semuanya,” cicit Gavin lirih sambil mengecup kening Alya sekilas. Alya mengangguk sambil tersenyum. Mereka kemudian sudah berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Gavin dan Alya sedikit terkejut saat melihat sudah banyak orang di dalam ruang tamu. Ada Yeni beserta bibi dan pamannya, ada Bu Tari, ibu pemilik panti asuhan tempat Gavin diadopsi dulu, ada bude

  • Jadikan Aku yang Kedua   Sebuah Pengakuan

    Alya baru saja memarkir mobilnya dan berjalan lesu menuju lift, dia tidak melihat mobil Gavin di sana. Alya bisa memastikan kalau suami sekaligus kakak angkatnya itu tidak masuk kerja lagi kali ini. Sebuah helaan napas panjang keluar dari bibir seksi Alya. Ia sudah menekan tombol di lift dan bergegas masuk saat pintunya terbuka.Sepi dan hening pagi ini, tidak seperti hari biasanya kali ini suasana sedikit sunyi. Padahal telinga Alya akhir-akhir ini sering mendengar lebah yang berdengung. Lebah-lebah itu selalu sibuk menjelekkan namanya dan juga nama Gavin. Alya sudah biasa mendengarnya jadi sedikit aneh jika kali ini, dia tidak mendnegar suara berdengung itu.Perlahan Alya masuk ke ruangannya. Rini belum datang dan Alya bisa melihat mejanya yang masih rapi, kosong belum terisi. Alya segera mengeluarkan isi di dalam paper bag yang dibawanya dari rumah. Bu Aminah sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Alya juga sebuah susu ibu hamil sebagai pelengkapnya.Alya tersen

  • Jadikan Aku yang Kedua   Doa dan Harapan Ibu

    Sudah hampir sepekan sejak peristiwa heboh pertengkaran Alya dan Yeni di kantor, sejak hari itu juga gosip dan rumor aneh-aneh semakin berkembang cepat dari mulut ke mulut. Ujung-ujungnya selalu menyalahkan pihak ketiga alias sang pelakor yang notabene dalam hal ini adalah Alya. Setiap kesempatan di kantor, Alya selalu dikucilkan. Para karyawan dari bawahan hingga setaraf manager sibuk menggunjingkan dirinya. Bahkan Alya sekarang tidak pernah melakukan meeting pagi.Dia memang masih berangkat ngantor namun hanya diam di dalam ruangannya sibuk mengerjakan tugasnya. Datang lebih awal dan pulang paling terakhir. Alya tidak tahan dengan gunjingan dan rumor yang terus menjelekkan namanya, jadi dia lebih memilih berdiam di ruangan saja. Hal yang sama lebih parah menimpa Gavin, dia malah tidak masuk kerja hingga beberapa hari.Gavin benar-benar depresi, belum habis dukanya akan kehilangan Putri dan penyesalan mendalam ditambah kini keadaan kantor yang semakin tidak nyaman. Se

  • Jadikan Aku yang Kedua   Pertarungan Dua Istri

    Sudah hampir dua hari berselang dan Gavin selalu melalui hari yang sama, berangkat kerja, parkir di tempat biasa lalu naik lift harus bersamaan dengan para karyawan yang terus sibuk membicarakannya. Seperti pagi ini, padahal Gavin sudah berniat berangkat pagi agar tidak satu lift dengan para karyawan tukang ghibah itu. Namun, ternyata dia salah. Gavin kembali bertemu dengan karyawan tukang ghibah tadi.“Selamat pagi, Pak!” sapa salah satu dari karyawan yang suka ghibah itu. Gavin hanya mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi di hari yang beda dia bertemu dengan orang yang menyebalkan.Hanya lima orang karyawan yang pangkatnya supervisor dan asisten manager sudah berada bersama Gavin di dalam lift tersebut. Kembali lima orang itu sudah kasak kusuk sambil sesekali melirik Gavin.“Pak ... kok sekarang jarang bareng sama Bu Alya. Emang sudah gak sama Bu Alya lagi?” tanya salah satu dari mereka. Gavin hanya diam menghela napas panjang.

  • Jadikan Aku yang Kedua   Bahan Ghibah

    “CABUT UCAPANMU ITU, YENI!!!” sentak Gavin penuh amarah. Yeni hanya diam dan berdiri menantang Gavin seakan siap kalau Gavin hendak memukulnya.“Jangan pernah sekalipun menyumpahi anak yang sedang dikandung Alya. Aku memang lebih mencintai Alya daripada kamu. Tapi asal kamu tahu, kamu yang membuatku seperti itu. Kamu sendiri yang menjauh saat aku ingin dekat. Kamu yang membuka lebar pintu untuk aku menikah lagi. Aku harap kamu bisa belajar menelaah kini,” pungkas Gavin.Dia sudah membalikkan badan dan bergegas pergi meninggalkan Yeni. Sontak Yeni panik, dia ikut membalikkan badan dan mengejar Gavin.“Mas!! Kamu mau ke mana? Apa kamu mau ke Alya dan minta jatah pelayanannya lagi? MAS!!!” teriak Yeni penuh amarah. Gavin tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil kemudian sudah pergi meninggalkan rumahnya.Yeni semakin kacau, ia menyesal melepas tawaran Irwan saat itu. Hanya karena ingin memperbaiki rumah tangganya,

  • Jadikan Aku yang Kedua   Anak Balas Anak

    Gavin terdiam sambil menatap jasad yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Usai menerima telepon dari Bu Aminah tadi, Gavin sangat shock. Dengan bergegas dia melarikan mobilnya ke rumah sakit dan kini dia sudah berdiri mematung di hadapan jasad buah hati kesayangannya.Gavin menyesal tidak berada di sampingnya saat Putri merenggang nyawa, Gavin menyesal tidak melihat Putri untuk terakhir kali. Dia sudah egois, mementingkan kebutuhan biologisnya dan melupakan tanggung jawabnya sebagai ayah.Hanya terdiam mematung tanpa bicara dan tanpa tangisan airmata yang dilakukan Gavin kini. Dia tidak bisa protes kepada siapa pun tentang hal ini. Dia juga tidak bisa bertanya bagaimana kondisi terakhir putrinya itu sesaat sebelum meninggal. Ini adalah penyesalan Gavin terbesar dan untuk pertama kali dia merasa gagal. Ia gagal sebagai ayah, gagal sebagai suami dan juga gagal sebagai lelaki. Tiga predikat itu telah melekat di namanya kini.Yeni berjalan menghampiri Gavin yang m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status