Share

72|

Author: Shanum Belle
last update Last Updated: 2025-12-21 19:00:51

Kamakarna meremas tiang gazebo di yang terletak di Tengah taman sari. Dia berdecih sambil mendongak ke langi biru.

“Kenapa Raden Ayu melakukan ini padaku?” Kamakarna meraih lengan Muniratri.

Ia menatap mantan tunangannya dengan saksama. “Bukankah kita sudah berjanji untuk bersama?”

Meski Kamakarna adalah Putra Mahkota Badra yang wajib dihormati, Muniratri tidak mengacuhkannya untuk sesaat. Dia harus menenangkan Ningsih lebih dahulu, daripada terjadi sesuatu yang buruk nantinya.

Muniratri melirik ke dayang tersebut dengan sedikit gelengan samar. Tak ada yang menyadari tindakan wanita itu, selain mereka berdua.

“Yang Mulia, silakan duduk dahulu.” Muniratri mengarahkan Kamakarna ke salah satu kursi, sementara matanya sibuk memberi isyarat pada Ningsih untuk pergi.

Wanita itu menekuk jemarinya dan menepuk-nepuk pipi dengan punggung tangan, seolah sedang menyeka air mata. Ia berbalik, tak hanya untuk membuat Ka

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   74|

    Pemerintahan Badra masih kental dengan magis. Mereka menghitung tanggal baik dan buruk untuk menghindari waktu sial. Lembaga yang menangani masalah tersebut ialah Kawedanan Reripta.“Bulan depan?” Kamakarna membelalak saat membaca laporan yang diberikan langsung oleh pemimpin Kawedanan Reripta.Sang Putra Mahkota membanting laporan itu di atas meja. “Kenapa cepat sekali?”Kamakarna menggigit bibir bawah. Ia meraup muka, lalu bangkit dari duduk.“Ini tidak mungkin,” gumamnya.Lelaki itu mondar-mandir dari timur ke barat. Kakinya tak mau berhenti.“Kenapa kalian tidak bicara dulu padaku?” pekik Kamakarna.Lebih dari dua puluh tahun Kawedanan Reripta dipimpin oleh lelaki yang bergelar Raden Pangarsa Aji. Selama itu pula, dia tidak pernah memberitahu apa yang akan dilakukan, karena lembaga tersebut berada di bawah perintah Raja Badra langsung.“Yang Mulia, kami ....” Raden

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   73|

    Muniratri tak henti menatap Pangeran Adipati membuat yang bersangkutan salah tingkah.Ia pun pura-pura sibuk melakukan aktivitas lain. Apa pun itu dia lakukan demi menutupi kegugupannya.“Paduka.” Muniratri meraih lengan Damarteja saat lelaki tersebut sedang meregangkan otot.“Kalau Putra Mahkota menaruh dendam, kita harus bagaimana?” Wanita itu mengedipkan mata dengan cepat, supaya terlihat seperti gadis yang menggemaskan.“Aduh! Kenapa dia bertingkah seperti ini, sih?” batin Damarteja.Atasan dan bawahan kerap memiliki pemikiran yang sama, tak terkecuali Damarteja dan Endra.Dulu, ketika Pangeran Adipati masih menganggap bahwa Raden Lawana adalah pelaku korupsi bahan pangan Pasukan Wirajati, setiap gerak-gerik Muniratri selalu menjadi objek kecurigaan.Kini, sejak Damarteja tahu bahwa ayah mertuanya bukanlah pelaku korupsi yang sebenarnya, setiap gerakan Muniratri dipandangnya sebagai sesuatu yang paling menarik di dunia.Damar

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   72|

    Kamakarna meremas tiang gazebo di yang terletak di Tengah taman sari. Dia berdecih sambil mendongak ke langi biru.“Kenapa Raden Ayu melakukan ini padaku?” Kamakarna meraih lengan Muniratri.Ia menatap mantan tunangannya dengan saksama. “Bukankah kita sudah berjanji untuk bersama?”Meski Kamakarna adalah Putra Mahkota Badra yang wajib dihormati, Muniratri tidak mengacuhkannya untuk sesaat. Dia harus menenangkan Ningsih lebih dahulu, daripada terjadi sesuatu yang buruk nantinya.Muniratri melirik ke dayang tersebut dengan sedikit gelengan samar. Tak ada yang menyadari tindakan wanita itu, selain mereka berdua.“Yang Mulia, silakan duduk dahulu.” Muniratri mengarahkan Kamakarna ke salah satu kursi, sementara matanya sibuk memberi isyarat pada Ningsih untuk pergi.Wanita itu menekuk jemarinya dan menepuk-nepuk pipi dengan punggung tangan, seolah sedang menyeka air mata. Ia berbalik, tak hanya untuk membuat Ka

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   71|

    Perayaan ulang tahun Widuri ditutup dengan pelepasan seribu ekor merpati, dilanjutkan dengan jamuan makan siang di keraton.Pada kesempatan itu, Muniratri menjadi buah bibir para hadirin. Mereka membicarakan betapa tidak tahu malunya wanita itu. Sudah menikah masih saja menggoda putra mahkota.Damarteja memegang tangan Muniratri erat. Ia tak mau melepasnya, meski dihujani ribuan tatapan tajam.“Mereka yang menggunjingkanmu hari ini, akan kupastikan membayarnya di masa depan.” Damarteja menatap Muniratri lekat-lekat.Dahulu, Pangeran Adipati tidak peduli bagaimana orang-orang memandang istrinya. Bahkan jika ada yang menghujat wanita itu, Damarteja hanya diam saja.Namun sejak lelaki itu tahu bahwa yang menyebabkan Pasukan Wirajati kelaparan bukanlah Raden Lawana, sikap Damarteja terhadap Muniratri berubah seratus delapan puluh derajat.“Paduka tidak perlu ambil pusing. Saya tidak memasukkan omongan mereka ke dalam hati.&rdqu

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   70|

    Lemak yang mengendap di pembuluh darah akan membuat aliran darah menyempit dan mengakibatkan tekanan darah naik. Kondisi ini tak jauh dengan hati manusia.Perasaan tak menyenangkan akan mengendap di palung hati, membuat Damarteja emosi tiap kali bertemu dengan Muniratri. Namun itu dulu, sebelum Muniratri menyerahkan catatan mendiang ayahnya.“Syukurlah,” batin sang Pangeran Adipati.Damarteja membaringkan tangan di atas meja dengan posisi mengepal. Dia menggunakan jari telunjuk untuk memanggil Endra mendekat.“Kamu lihat ini!” Pangeran Adipati meletakkan buku Raden Lawana dengan catatan Muniratri.Endra mengikuti apa yang dikatakan oleh Damarteja. Setelah dia membaca dua catatan tersebut, kakinya lemas.“Paduka ... ini ....” Endra meletakkan kembali catatan Muniratri ke atas meja.“Aku pun baru tahu,” ucap Damarteja.Pangeran Adipati dan ajudannya seperti baru saja berhasil mengan

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   69|

    Muniratri duduk di kursi yang berhadapan dengan milik Kamakarna. Matanya yang sembab tak menghalangi wanita itu untuk mengawasi sang Putra Mahkota Badra, meski dengan tatapan nanar.“Yang Mulia,” seru Ganendra.Muniratri menggigit bibir. Ia mengepalkan tangan, sementara ibu jarinya menggosok-gosok jari telunjuk.“Yang Mulia!” Ganendra mengetuk pintu masuk Gedhong Prabayekti.Muniratri mengambil botol yang ia sembunyikan di balik pakaian. Dia mengarahkan benda itu di dekat hidung Kamakarna, untuk menyadarkannya.Saat sang Putra Mahkota mengerjapkan mata, meneteskan minyak wangi di telapak tangan. Ia menangkup wajah Kamakarna, sehingga aroma obat yang diberikan pada lelaki itu tersamarkan.“Raden Ayu, kenapa wajahmu murung begitu?” Kamakarna meraih tangan Muniratri yang menangkup wajahnya.Muniratri membuang muka. “Yang Mulia bilang ingin bersama saya. Namun saat kita benar-benar bersama, Anda malah ketiduran.”Kamakarna mengulurkan tangan, berusaha meraih pundak wanita itu. Sayang, saat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status