Share

Jagoan Kampung Merantau Ke Kota
Jagoan Kampung Merantau Ke Kota
Author: Ayusqie

Bab 1: Bukan Superman

Author: Ayusqie
last update Huling Na-update: 2025-05-12 23:05:00

Pukul sebelas malam. Bus Transjakarta yang aku tumpangi ini melaju dengan kecepatan yang konstan pada jalurnya.

Suasana cukup sepi. Hanya ada empat penumpang yang tersisa. Yaitu aku, dua penumpang lelaki di bagian tengah, dan seorang wanita di pojok belakang.

Aku melamun, tenggelam pada memoriku sendiri.

“Mojo.,”

Suara Abah Anom pun kembali mengiang di dalam kenanganku.

“Saya, Abah..,”

Ketika itu,  Abah Anom mengeluarkan sebuah amplop coklat dari saku baju kokonya.  

“Kamu serahkan surat ini kepada Bapak Wisnu Wibisono di Jakarta sana..,”

Aku menerima amplop coklat, lalu kembali menunduk. Aku mencermati amplop yang telah berada di tanganku.

Tidak ada tulisan alamat, nama jalan, nomor telepon, atau semacamnya. Yang ada hanyalah sebuah tulisan berupa;

~ Untuk: Wisnu Wibisono

~ Dari: Abah Anom

Aku kembali menengadah ketika Abah Anom melanjutkan kata-katanya.

“Itu yang pertama. Nah, kemudian, ini adalah amanah Abah yang terakhir kepadamu. Yaitu, kamu harus menjaga putri Bapak Wisnu itu, sampai..,”

Abah Anom terbatuk-batuk. Kata-katanya pun terputus, hingga membuatku terpaksa menunggu.

“Sampai?” Aku menyusul bertanya. “Sampai kapan, Abah?”

Abah Anom menarik nafas dalam-dalam, berjuang keras menahan batuk yang tampak begitu menyiksa.

“Sampai..,” lanjut Abah Anom kemudian, “Sampai dia menikah dengan calon suaminya..,”

Tiba-tiba..,

Gerrudagg..! Gerrudugg..! Terdengar suara bising dari bus Transjakarta yang aku tumpangi ini. Menyusul kemudian suara-suara klakson yang saling bersahutan di jalan raya.

Aku tersentak dari lamunanku, menarik nafas dalam-dalam. Fiuuh..!

Tidak terasa, sudah dua tahun keberadaanku di Jakarta ini. Namun, dua amanah yang diberikan Abah Anom itu belum berhasil aku laksanakan.

Ada rasa bersalah yang seketika merundung hatiku. Hingga membuat udara di dalam bus metro ini terasa gerah.

  Aku menurunkan resleting kostum badut Hello Kitty yang kupakai sedikit lebih ke bawah. Sementara itu, bagian kepalanya yang sejak tadi di pangkuanku, aku letakkan pada bangku bus yang kosong di sebelahku.

Sesaat, aku merasakan sesuatu yang tidak wajar di dalam bus Transjakarta ini. Aku segera melirik, memperhatikan dua penumpang lelaki di bagian tengah tadi.

Mereka sekarang bangkit dari bangkunya, lantas berjalan ke arah belakang. Aku terus melirik.

Rupanya, dua lelaki berperawakan tegap itu menghampiri penumpang wanita yang duduk di bangku paling belakang itu.

Sang wanita sedang sendiri. Ia sibuk mengutak-atik ponselnya ketika dua lelaki tadi telah sampai di depannya dan berdiri melingkar, mengurung dirinya.

Firasatku mengatakan, akan ada kejadian buruk di sini.

“Eeee…!” Seruku dalam hati.

Benar saja. Karena kemudian, dua lelaki itu mengeluarkan pisau lipat dan langsung menghunuskannya ke arah sang wanita.

“Berikan hape kamu!” Seorang dari lelaki itu langsung merampas ponsel dari sang empunya.

“Hei!” Sang wanita memekik.

Ia bermaksud merebut kembali ponsel miliknya. Namun, sontak saja ia mati kutu saat menyadari dua bilah pisau yang terarah ke dirinya. Terbius aura maut dari runcing dan  tajamnya pisau itu.

Sang wanita takut bukan kepalang. Wajahnya pucat pasi. Bibirnya gemetar. Aku yang menyaksikan itu pun tercekat, menelan ludah yang hambar.

Sopir dan kondektur bus metro ini tampak sedang bercakap-cakap nun di kabin depan sana. Tidak ada yang mengetahui aksi pemerasan ini kecuali aku!

Dua lelaki yang ternyata adalah preman itu pun leluasa menjalankan aksinya memeras.

“Serahkan tas kamu!” Todong preman itu lagi seraya mendekatkan ujung pisaunya ke tubuh sang korban.

“Ampun, Mas.., ampun, jangan ambil tas saya.” Sang korban pun memohon, menjauhkan tas jinjingnya yang mahal itu dari jangkauan sang preman.

“Mau mati kamu ya?? Cepat! Serahkan uang kamu!” Satu orang preman langsung saja merampas tas.

Aku bergidik ngeri, merasa takut sekaligus kecut. Aku sadar pada satu kemungkinan di sini.

Yaitu, setelah kedua preman itu selesai dengan korban wanita mereka pun akan memeras aku pula. Penghasilanku mengamen sebagai badut hari ini bisa saja digasak oleh mereka.  

Beberapa saat kemudian aksi pemerasan itu terus berlangsung. Sang wanita kini sudah menyerahkan semua barang miliknya kepada sang preman.

Berupa jam tangan mewah, dua anting, dan dua cincin yang tadi melingkar di jarinya. Hingga kemudian barang terakhir, yaitu sebuah kalung di leher wanita itu.

“Saya mohon, Mas.., saya mohon, Bang.., jangan ambil kalung saya ini..,” sang wanita memegangi kalungnya dengan sangat erat. Ia sudah menangis, ketakutan setengah mati.

“Kalung ini kenang-kenangan.., ini pemberian dari nenek saya..,”

“Cepat, serahkan!”

Plak..! Sebuah tamparan yang cukup keras pun mendarat di kepala sang wanita, hingga sebagian rambutnya tersirap dan berantakan. Sementara dalam momen yang amat menegangkan ini aku pun bertanya pada diriku sendiri.

“Apakah aku harus menolongnya?”

“Untuk membuktikan kepada dunia, bahwa tidak sia-sia Abah Anom telah mendidikku dengan ilmu bela diri?”

“Akan tetapi..,”

Aku pun teringat, bahwa terakhir kali aku menolong orang di ibukota ini, malah kemudian aku yang mendapat sial, meringkuk di penjara, nyaris satu tahun lamanya!

Ah, aku tak ingin menjadi superhero di dalam bus Transjakarta malam ini. Aku hanya ingin bertemu dengan Bapak Wisnu Wibisono, dan menjalankan amanah Abah Anom.

Sudah, selesai, habis perkara, dan aku bisa pergi ke Riau untuk mengklaim tanah warisan ibuku di daerah transmigrasi sana.

Seiring aksi pemerasan itu, sebuah pergumulan pun terus terjadi di dalam benakku. Antara menolong sang wanita, atau membiarkannya saja dan berlagak macam orang buta.

Detik demi detik yang menegangkan pun berlalu. Hingga akhirnya, aku mengambil kepala kostum badut Hello kitty dari bangku dan mengempitnya di ketiakku. Kemudian aku bangkit, berjalan ragu menuju ke bagian belakang bus.

Aku memang bukan Superman, tapi paling tidak aku bisa menolong sang wanita itu dengan caraku sendiri. Tentunya, dengan tanpa kekerasan. Aku pun berhenti persis di dekat dua preman.

“Mas.., Abang..,” seruku pelan.

“Apaa..??” Sahut lelaki pertama galak.

Lelaki yang kedua pun ikut menoleh dan segera menombak aku dengan pandangan matanya yang tajam.

“Sudahlah, Mas.., sudahlah, Bang, lepaskan dia.,” kataku mulai membujuk.  

“Jangan ikut campur kamu!”

“Kalian sudah dapat hapenya, sudah dapat dompetnya, semua uang, jam tangan, anting dan cincinnya. Sekarang tinggal satu kalung itu, barang kenang-kenangan dari neneknya pun mau kalian rampas juga. Kasihanilah dia..,”

“Kamu siapa??” Tanya seorang dari preman itu, seraya memperhatikan kostum badut Hello kitty yang membungkus tubuhku ini.

“Saya, emm..,” Aku pun menunduk, mengisyaratkan pandanganku pada kepala Hello kitty di ketiakku.

“Saya cuma badut perempatan lampu merah.”

“Cuma badut, berani amat kamu mencampuri urusan kami??”

“Sudahlah, Bang.., sudahlah, Mas.., pergilah, jangan ganggu wanita ini,” bujukku lagi.

“Kalau kami tidak mau, kenapa rupanya?? Mau apa kamu?? Membela dia?? Mau jadi jagoan??”

Entah kesambet setan dari mana aku ini. Aku malah menyahut dengan kalem.

“Kalau kalian tidak mau melepaskan wanita ini, maka, aku akan menyeret kalian berdua ke kantor polisi, malam ini juga!”

Bahkan ketika mengucapkan kalimat itu, wajahku tetap dingin dan nyaris tanpa ekspresi. Beuuh.., berlagak cool pula aku ini!

Mendengar jawabanku tadi dua preman saling bertukar pandang. Lalu saling bertukar senyum yang mencibir. Aku pun meneruskan kata-kataku dengan intonasi yang tetap datar.

“Ketika aku bilang ‘menyeret’.., itu artinya, aku pegang kaki kalian, lalu aku tarik, sementara badan, muka, dan hidung kalian tergesek-gesek di aspal sepanjang dari sini sampai ke Mabes Polri sana.”

“Hahaha..! Mau mati kamu yaa??” Bentak seorang preman sembari maju dua langkah ke arahku.

Bersamaan dengan itu ia menghunuskan pisau lipatnya ke arahku. Kling! Cahaya lampu memantul dari situ. Tajam! Juga runcing!

Sumpah mati aku jantungan! Akan tetapi..,

“Oooh..! Kalian mau menikam saya?” Tanyaku pula macam orang blo’on.

“Mau menusuk badan saya ini??”

Aku menjatuhkan kepala Hello kitty ke lantai bus yang terus melaju, lantas mengembangkan kedua tanganku, sambil bilang..,

“Silahkan..,” aku tersenyum sumringah, sambil mengangguk-angguk.

“Silahkan kalian tusuk badan saya, terserah di bagian mana saja. Kalian boleh tusuk saya dua puluh kali.”

“Tapi setelah itu, ganti kalian yang saya tusuk, satu kaliiiiiii… saja!”

Kedua preman sontak saling berpandangan lagi. Mereka mungkin sadar bahwa aku ini mempunyai ilmu kebal, atau jimat, semacam itu. Terlebih lagi, aku berkata-kata dengan penuh percaya diri.

“Ayo, silahkan tusuk, jangan sungkan!”

Sementara di dalam hati, aku menyumpah-nyumpah.

“Dasar aku ini, semprul! Kalau dia menusuk betulan, bagaimana??”

********

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kurnia Sari
dasar mojo semprul...
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 185: Mak Erot

    **“Auuuuuuuu…!”Dengan marah dan geramnya Gending terus meremas kemaluan sang lawan.Begitu terasa di jari jemarinya, satu batang kemaluan lengkap dengan dua butir.., eee.., apa namanya? Buah pelir, sebut saja begitu.“Ampuuuuun..!”Tak cukup hanya meremas, Gending juga menyentak-nyentaknya ke sembarang arah.Mau putus, putuslah. Mau lepas, lepaslah. Demikian pikirnya.“Aaaakh..! Ampun.., ampuunn..!”Akhirnya, cekikan di leher Gending pun terlepas. Sang ajudan ini langsung menarik satu nafas yang dalam untuk mengisi paru-paru dan otaknya kembali dengan oksigen.Fiuhh..! Barulah ia bisa melihat segala sesuatunya dengan terang lagi.Ia kemudian bangkit berdiri, sembari memutar badan ke arah lawan yang kini tak berkutik di dalam cengkeramannya.“Ampun, Mojo..!”“Ampun, Mojooo..! Lepaskan, lepaskaaan.. auuuu..!”Begitu terkejutnya

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 184: Bagai Lolongan Serigala

    **Suasana coffe shop memang tidak terlalu ramai dengan pengunjung. Hanya ada beberapa orang yang duduk di bagian dalam, dan beberapa orang lainnya yang duduk di bagian luar.Para pengunjung itu tentu saja saling tidak kenal dan tidak acuh. Termasuk ketika ada dua orang yang baru datang menyambangi Gending di meja pojok luar itu.Jika pun ada pengunjung yang kebetulan melihat, penampakannya bagi mereka adalah seperti ini;Satu dari dua orang yang baru datang itu memeluk Gending dari arah belakang.Tidak ada yang tahu bahwa sesungguhnya itu adalah serangan mematikan yang bisa dilakukan bahkan tanpa suara!Gending yang menerima cekikan itu sontak terperanjat.“Huugghh..!” Nafasnya tercekat di tenggorokan.Secara refleks ia menangkap tangan kiri si penyerang yang membelit lehernya, lantas menarik ke bawah supaya cekikan bisa terlepas. Akan

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 183: Cekikan

    **Satu bulan kemudian..,Gending masih belum juga mendapat kepastian, atau paling tidak sedikit gambaran, kapan kira-kira Miss Widya akan menikah. Hal itu kerap membuat ia uring-uringan tak menentu. Kadang, tanpa alasan yang jelas ia merasa gelisah. Perasaan itu menjadi memuncak ketika ia teringat janjinya pada Iroh dan Mikhail.Sewaktu mengambil jatah liburnya yang terbaru ini, ia dan Iroh bersama Mikhail pergi ke Cibinong. Mereka bersilaturahmi ke rumah paman Iroh, yang sesungguhnya merupakan saudara sepupu dari ayah Iroh.Sesuai dengan perbincangan mereka sebelumnya, di situ Gending melamar Iroh kepada keluarga sang paman. Lamarannya disambut dengan tangan terbuka. Disambut pula dengan uluran doa yang tulus.Disaksikan keluarga sang paman, Gending memakaikan cincin perak di jari manis Iroh. Lalu Iroh pun menyalami dan mencium tangan Gending sembari menitikka

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 182: Pigura

    **Setelah memasuki kamar Miss Widya membanting tubuhnya ke kasur. Rasa kesal yang tak tertahankan membuat ia menangis.Ada begitu banyak alasan yang membuatnya menangis itu. Salah satunya adalah, ia pun tidak tahu mengapa harus menangis!“Kurang ajar kamu, Gending!” Umpatnya dalam hati.“Tega sekali kamu memperlakukan aku macam begini!”Sedetik kemudian, sisi hatinya yang lain bertanya pula.“Memangnya apa yang telah dilakukan Gending padaku?”“Ah, dasar sialan kamu Mojo badut hello Kitty kuda lumping!”“Lumpiiiingg..!”“Bikin malu aku saja!”“Dasar kamu laki-laki tak tahu diuntung!”“Aku yang sudah steady cantik begini kamu cuekin!”“Bahkan kamu pun tak sudi memandang aku!”“Sesetia itukah kamu pada Iroh pacar kamu itu??”“Secantik dan sebaik apa sih Iroh

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 181: Laki-laki Rekomendasi

    **“Atau kamu punya seseorang lain yang mau kamu jodohkan ke aku?” Tanya Miss Widya sembari bangkit, lalu berjalan pelan ke arah Gending.Satu.., dua.., langkah kakinya anggun, menapak di lantai dengan ritme yang acak dan sesekali gugup.Sementara di sisi Gending, ia memisuh-misuh di dalam hati.“Diancxuuuk..!”Mengapa?Karena kimono tipis dan transparan yang dipakai Miss Widya itu, rupanya telah bersekongkol dengan cahaya lampu, membiaskan sosoknya, hingga semua lekak-lekuk tubuh putri Wibisono itu tampak jelas di mata Gending.Satu.., dua.., langkah Miss Widya semakin dekat pada Gending. Hingga akhirnya ia pun berhenti tepat di depan sang ajudan. Cuma satu jengkal jaraknya.Miss Widya menengadah, menatap Gending yang pandangan matanya ia pertahankan tetap lurus ke depan, meski yang ia lihat hanyalah dinding.“Ada? Laki-laki lain yang mau kamu jodohkan dengan aku?” Tanya M

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 180: Imbalan

    **Miss Widya memang telah mempersiapkan ini semua. Citra dan perbawa seorang ratu telah ia bangun malam ini, dan ia tunjukkan khusus untuk seoraang Gending.Ya, semuanya.Baju kimono tipis yang ia kenakan, riasan di wajah dan rambut yang tertata, termasuk cara duduknya yang bertopang kaki di sofa ini.Perihal es krim, ia menyantapnya dengan dua tujuan. Pertama, untuk mengatasi gugup.Lalu yang kedua, untuk menampilkan citra sensual lewat bibirnya yang basah akibat es krim.“Masak sih, Gending si kuda lumping itu tidak ada rasa tertariknya ke aku? Sedikit pun?” Pikir Miss Widya terus penasaran. “Bagaimana dia menatap aku, bagaimana dia berbicara dengan aku, seolah-olah aku ini perempuan yang biasa-biasa saja, tidak cantik dan tidak menarik.”“Dia mengaku setia ke Iroh pacarnya itu, hemm.., bagaimana kalau aku memberi kamu sedikit godaan?&

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status