**
“Apakah malam ini aku cantik?” Tanya Miss Widya.
Narsis! Sahut Gending dalam hati. Ia menatap Miss Widya melalui pantulan bayangan sosoknya di dinding lift.
“Cantik, Miss.” Jawabnya.
“Bener?”
“Iya, bener.”
Miss Widya tidak puas dengan jawaban sang ajudan. Entah mengapa ia selalu berpikir bahwa orang bernama Gending ini sulit dibuat takjub, sulit dibikin terpukau, dan sulit memberi pujian.
Cantik, katanya tadi, bahkan diucapkan dengan mimik wajah yang datar.
“Serius?” Tanya Miss Widya lagi tak kunjung puas.
“Serius, Miss.”
“Jujur?”
Bocil! Sahut Gending dalam hati.
“Iya, Miss. Saya jujur kok.”
“Kamu tidak bohong kan?”
“Tidak, Miss. Saya tidak bohong kok.”
“Cantik seperti
**“Apakah malam ini aku cantik?” Tanya Miss Widya.Narsis! Sahut Gending dalam hati. Ia menatap Miss Widya melalui pantulan bayangan sosoknya di dinding lift.“Cantik, Miss.” Jawabnya.“Bener?”“Iya, bener.”Miss Widya tidak puas dengan jawaban sang ajudan. Entah mengapa ia selalu berpikir bahwa orang bernama Gending ini sulit dibuat takjub, sulit dibikin terpukau, dan sulit memberi pujian.Cantik, katanya tadi, bahkan diucapkan dengan mimik wajah yang datar.“Serius?” Tanya Miss Widya lagi tak kunjung puas.“Serius, Miss.”“Jujur?”Bocil! Sahut Gending dalam hati. “Iya, Miss. Saya jujur kok.”“Kamu tidak bohong kan?”“Tidak, Miss. Saya tidak bohong kok.”“Cantik seperti
**Setelah melewati sebuah pintu kaca, Gending sekarang berjalan di selasar di mana salah satu sisinya ada dinding yang juga terbuat dari kaca.Sambil berjalan ini ia melirikkan matanya dengan amat tajam. Ekor matanya mengawasi mobil sedan hitam yang baru saja parkir itu.“Mobil itu, sepertinya mirip dengan mobil yang aku curigai waktu dipanggil Miss Widya di gym dekat rumah Acropolis.”Juga mirip dengan mobil yang pernah mencuri perhatiannya ketika ada acara perlombaan 17 Agustusan di Arung Tower.Sayang sekali, dari dua momen yang disadarinya itu ia tidak sempat mengidentifikasi nomor pelat mobil.Sekarang pun, ia tidak bisa melihat pada nomor pelat tersebut karena jaraknya yang cukup jauh, plus penerangan dari lampu yang tak cukup menjangkau posisi di mana sedan hitam itu berada.Tiba-tiba Miss Widya menghentikan langkahnya. Sontak juga Gending menghentikan langkah tepat di sampingnya.“Ada yang tertinggal,
**Dua hari kemudian. Sabtu di akhir pekan, malam pun menjelang.Gending sebenarnya enggan untuk mengantar Miss Widya ke Oceanus Skay Park. Ia sudah berencana akan tidur cepat. Supaya besok bisa bangun lebih pagi dari biasanya.Ia akan berolah raga dan berlatih dengan jurus silat Giri Lodaya. Seperti biasa, Venus akan ia ajak untuk menemani dirinya.Pasca duelnya melawan Irul, opsir intelejen rekan Paman Gimun itu, Gending telah membuat evaluasi untuk dirinya sendiri. Bahwa ternyata, refleks dan intuisinya dalam bela diri mulai menurun.“Apa boleh buat.” Keluhnya dalam hati.Kehidupannya yang datar-datar saja sebagai seorang ajudan membuat ia jarang berlatih secara intens seperti dulu. Akan tetapi, rencananya itu seketika buyar ketika pada sore harinya Ibu Suri memanggil sang ajudan ini.“Ibu mau minta tolong ke kamu. Nanti malam kamu temani Widya ya?” Pinta Ibu Suri.“Maksud Ib
**Kenapa?Karena tiba-tiba Widya teringat. Ia sudah mempunyai rencana yang segala sesuatunya telah diatur oleh Vera sekretarisnya.Maka kemudian, dengan tersenyum miris ia pun menjawab. “Emm, sepertinya tidak perlu, Ma. Tapi kalau Mama tidak keberatan, sekaligus nih aku minta izin, aku mau merayakannya dengan teman-teman aku.”“Kapan?”“Nanti, tanggal 3, Sabtu malam.”“Di mana? Di rumah kita ini?”“Bukan, tapi di Oceanus Sky Park. Sekalian, aku bikin acara temu kangen dengan teman-teman lama.” Sang ibu terdiam beberapa saat. Tampak tengah berpikir.“Acara kecil-kecilan saja kok Ma. Bukan pesta pora atau dugem-dugeman seperti dulu.”“Ya sudah, tidak apa-apa.” Sahut sang ibu kemudian.“April..? Dia kamu undang kan?”“Tentu dong.”“S
**Ulang tahun Miss Widya hanya tinggal beberapa hari saja. Tapi bagi Gending rasanya seperti menunggu beberapa tahun.Ia bahkan lebih tak sabar dari pada Miss Widya yang genap umurnya akan dirayakan itu. Gending menjadi begitu bersemangat ketika mengerjakan hal apa pun yang diperintah oleh Miss Widya.Ketika Gending mengambil jatah libur dan pergi mengunjungi Iroh, ia pun menceritakan progress itu dengan sangat antusias. “Kalau sudah lamaran, paling tidak, setelah itu akan menyusul ke pernikahan. Iya kan, Iroh?” Kata Gending pada Iroh meminta persetujuan.“Iya, Mas. Mudah-mudahan disegerakan Tuhan.”“Amin.”“Kalau Miss Widya sudah menikah. Selanjutnya bagaimana?” Tanya Iroh kemudian.“Bagaimana, kamu bilang? Ya tentu saja kita yang menikah. Setelah itu kita pergi ke Riau. Kita menempati lahan warisan ibuku. Kita berkebun, beternak, dan.., beranak pinak.
**Keesokan harinya, setibanya di kantor, dan setelah memastikan tidak ada tugas lanjutan dari Miss Widya, Gending langsung menuju ke kantor Arung Tower di lantai dasar.Ia ingin langsung masuk ke ruang kontrol sekuriti. Akan tetapi, supaya etis, ia merasa perlu menghadap kepada Pak Mansyur, managing director Arung Tower sebagai pengelola gedung.“Ada apa, Gending?” Tanya Pak Mansyur.“Saya minta izin untuk masuk ke ruang kontrol keamanan, Pak.” “Oh, silahkan, silahkan. Tahu di mana letaknya kan?”Gending mengangguk. “Tahu, Pak.”“Ngomong-ngomong, ada apa ya?” Tanya Pak Mansyur lagi.Gending menjawab, “Sekaligus, saya meminta izin untuk memeriksa rekaman CCTV, Pak.”“Kamu disuruh Ibu Widya?”“Tidak, ini murni atas inisiatif saya sendiri, dan sebagai bagian dari tugas saya sebagai ajudan Ibu Widya.&rdq