**
“U., un.., untuk saya?” Tanya Gending seakan tak percaya.
“Iya.” Jawab Widya seraya menahan malu yang luar biasa.
“Ambil gih.” Katanya lagi setengah memaksa.
Akhirnya, dengan gerak tangan yang ragu-ragu Gending menerima pemberian es krim dari Miss Widya.
“Terima kasih.” Ucap Gending.
Saking tak percaya dengan sikap bosnya ini, Gending sampai tercenung beberapa saat di jok depan.
Ia memandangi es krim di tangan kanan, sementara tangan kirinya terpaku dengan lemah di atas handel transmisi.
“Kamu tidak suka es krim yang itu?”
Belum sempat Gending menjawab, Miss Widya sudah berkata lagi. “Kalau tidak suka, biar aku belikan yang lain.”
“Eee.., suka,” sahut Gending cepat. “Saya suka kok, Miss.”
“Dimakan gih, entar keburu mencair lho.”
“Iya, iya, Miss.”
“Aku sengaja beli ya
**Ceklek..!Seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya Kelvin pun menembak lagi.Ceklekk..!!Kelvin menembak lagi hingga berkali-kali!Ceklekk-ceklekk!!Namun yang keluar dari moncong pistol hanyalah api! Tetap api! Tidak berubah!Ketika ia melihat sekilas pada Gending, sang ajudan itu masih bersikap seolah-olah sedang pasrah menerima kematiannya.“Kurang ajar..!” Umpat Kelvin murka. Tadi ia sudah menyebut Gending bodoh karena meninggalkan pistolnya sendiri di atas meja. Maka sekarang, siapa yang bodoh?Oh, betapa memalukan!Ia ternyata ditipu, dikibuli, diperdaya, dan dipemainkan dengan sebuah pistol palsu oleh Gending.“Fuuuxckkk..!” Kelvin pun mengumpat sejadi-jadinya.Ia langsung melemparkan pistol palsu di tangannnya ke arah Gending. Serangan mendadak itu ditanggapi enteng saja oleh sang ajudan yang memiringkan kepalanya sedikit.Pistol pa
**Gending meninggalkan pistolnya di meja!Apakah ia sengaja??Atau memang ia terlupa??Kelvin yang menyadari hal itu merasa mendapat kesempatan emas. Cepat ia meraih pistol Gending yang tertinggal.Lalu dengan tergesa-gesa ia menyusul Gending yang sudah hampir membuka pintu apartemennya.“You are stupid, bro! Kamu bodoh, bro!” Umpatnya pada Gending.Sang ajudan itu membatalkan tangannya yang mau membuka pintu. Ia membalikkan badan dan segera terkejut.“You are fool, man..!! You know?? Sungguh kamu tolol sekali!” Tanpa ragu Kelvin mengangkat pistol di tangannya ke arah Gending!Tentu saja hal itu membuat Gending tercekat. Sungguh ia tidak menyangka Kelvin akan balik menodongnya menggunakan senjatanya sendiri.Dalam waktu yang bersamaan, sebuah prahara pun terjadi di dalam hati Gending. Ia merasa sedih, karena ternyata Kelvin bukanlah lelaki gentleman sejati.Ia juga merasa dile
**“Silahkan..,” kata Gending tenang.Kelvin sontak terperanjat. Ia menaikkan dagunya sedikit, sementara matanya menyipit, menatap Gending dengan pandangan yang begitu nanar. Sementara dadanya sendiri berdebar begitu keras.Nyalinya sebagai laki-laki kaukasoid telah ditelanjangi malam ini, oleh lelaki rendahan berpangkat ajudan bernama Gending.“Apakah aku ambil saja pistol itu?” Tanya Kelvin dalam hatinya yang gelisah.“Dan aku tembak si ajudan banyak bacot ini??”“Tapi, bagaimana aku membereskan mayatnya setelah itu??”“Aku bungkus dan aku buang ke teluk Jakarta sana??”“Atau aku membayar orang untuk menghanyutkannya di kali Ciliwung??”Gending memundurkan tubuhnya ke belakang, menyandarkan punggungnya pada sofa, lalu dengan santai mengangkat sebelah kaki dan menumpangkannya pada kaki yang lain. &ld
**Tok, tok!Setelah mengetuk pintu Gending memindahkan posisi pistolnya, dari belakang pinggang ke bagian depan, lalu menutupinya lagi dengan ujung kemeja yang ia kenakan.Beberapa saat Gending menunggu, ternyata tidak ada respon.Tok, tok, tok!Gending mengetuk pintu apartemen Kelvin lagi. Setelah itu ia bergeser sedikit ke kiri, supaya nanti jika Kelvin mengintip lewat lubang intai yang ada di pintu, sosok dirinya tidak kelihatan dari dalam.Beberapa detik menunggu, Gending mulai gelisah. Ia mengangkat tangan kiri dan melihat jam tangan digitalnya.Sudah jam sebelas malam. Mudah-mudahan Kelvin belum tidur, batin sang ajudan ini.Tok, tok, tokk..!!Gending mengulang ketukannya di pintu. Kali ini lebih keras. Selang tak berapa lama kemudian, dari balik pintu ini Gending mendengar suara langkah yang mendekat.Iya, tak salah lagi, suara langkah kaki yang mengenakan sandal rumah. Pintu apartemen pun terbuka, disusul
**Gending melambaikan tangan pada sebuah taksi berwarna biru pesanannya tadi, yang tak lama kemudian berhenti tepat di depan rumah Acropolis. Ia membuka pintu belakang dan bergegas masuk.“Selamat malam, Pak. Mau saya antar ke mana?” Bertanya sang sopir dengan sopan.“Ke jalan Daan Mogot ya Pak.” Jawab Gending, menghempaskan punggungnya di jok belakang.“Siap.”Taksi pun kembali melaju, keluar dari komplek Acropolis Residence, dan seterusnya meninggalkan kawasan Pantai Indah Kapuk.Di jok belakang Gending duduk dengan gelisah.Ia tampak tidak tenang, dan semua kekisruhan hatinya itu tampak memancar dari bola matanya, yang sesekali memantulkan lampu mobil yang datang dari arah berlawanan. Kegelapan malam menyelimuti kota dari seluruh penjuru mata anginnya. Meski begitu metropolisnya Jakarta berusaha menentang kegelapan, lewat lampu-lampu kota dan lampu jalan yang dilihat dari sudut pan
**Gending menyelipkan sepucuk pistol itu di belakang pinggangnya. Ia kemudian mengambil sebuah kemeja berlengan panjang dan memakainya.Beberapa detik sang ajudan ini mematut diri di depan cermin, untuk memastikan bahwa pistol yang ia sembunyikan di belakang pinggang tidak menonjol dan mencolok mata..“Dulu, di Gayatri, aku cukup diam dan semua orang akan segan kepadaku,” batinnya berkata-kata.“Aku telah dikenal sebagai jagoan kampung sejak mengalahkan seorang preman terkenal di kecamatan Karang Kencana,”“Sekarang, aku sudah berada di kota.., oh, aku tidak ingin menjadi jagoan kota.”“Aku hanya ingin menjadi jagoan untuk diriku sendiri.”Gending kemudian putar badan. Ia keluar dari kamarnya dan berjalan sedikit terburu-buru.Bayangan Abah Anom yang seketika muncul dalam benaknya langsung ia tepis dengan kata-kata,“Abah Anom.., maafkan anakmu ini.., maafkan aku jik