**
“Saksi.., eeemm.., saksi apa, Bu?”
Pertanyaan Mbak Vera itu tak segera dijawab oleh Miss Widya. Sang CEO muda itu malah melirikkan matanya ke arah Ziza.
Menerima lirikan itu Ziza semakin gugup dan salah tingkah.
Miss Widya kemudian melirik ke arah Gending yang berdiri sambil menyilangkan tangannya di depan perut.
Tentu saja hal ini membuat sang ajudan semakin bingung. Pikirannya sudah terbang ke mana-mana.
Mungkin ada orang yang memfitnah dirinya, telah melakukann tindakan yang merugikan perusahaan bersama dengan Ziza.
“Baik,” ujar Miss Widya kemudian.
“Ziza, kamu sudah berapa bulan masa training di sini?”
Ziza terperangah sebentar.
“Eee.., memasuki bulan kelima, Bu.”
“Kamu bisa main suit?”
“Suit., maksudnya, gunting—batu—kertas, begitu, Bu?”
**Angin semilir yang berembus aku nikmati bersamaan dengan celotehan stand up comedian di atas panggung itu.Aku ikut tertawa bersama ratusan orang sambil sesekali melirik ke arah Miss Widya.Sekitar tujuh menit kemudian peserta stand up mengakhiri materinya. Tepuk tangan yang meriah menyambut dia yang turun dari panggung.Plok, plok, plok!Rupanya, momen itu bersamaan dengan angin yang kali ini berembus sedikit lebih kencang, hingga mengakibatkan beberapa banner di atas panggung pun tumbang. Aku berharap, ada seseorang dari panitia yang cepat tanggap untuk naik dan membenahi kembali tatanan dekor panggung.Sementara sang MC yang tengah menghadap penonton tidak menyadari tumbangnya banner-banner itu.“Baiklah, sekarang kita menuju ke peserta berikutnya, yaitu Bapak Johansyah Ranggi, dari PT Duta Sarana Gemilang..!”“Saya harus menyebut dengan menggunakan kata ‘bapak’, karena yang ber
**“Kamu yang berharap dapat bonus tapi kenyataan targetnya minus.., selamat soreee..!”“Selamat soreee..!” Penonton pun semakin bersemangat.“Kamu yang berharap dapat cuti tapi dapatnya lembur sampai pagi.., kamu yang berharap dapat insentif tapi kasbon di kantin semakin menjepit..,”“Kamu yang sering mengecek saldo di bulan tua.., kamu yang kaya di tanggal satu tapi jatuh miskin lagi di tanggal dua..,”“Kamu yang tunjangannya cuma dapat BPJS.., kamu yang hasil kerjanya dicaplok oleh atasan.., kamu yang ditelikung sama teman sepekerjaan.., kamu yang kepengin menyantet bos..,” “Eh, eh, eh.., mudah-mudahan bos saya tidak menonton di sini.”“Astagfirullahal adziiiiiim., ternyata bos saya ada di sini!”“Mohon maaf, Pak, mohon maaf, di sini saya hanya bercanda Pak.., hehehe.., tentang sant
**Suatu pagi, aku tersenyum dalam perjalanan turun menggunakan lift.“Mikhail sudah mulai sekolah, Mas.”Tentu saja aku gembira membaca pesan chat dari Iroh ini. Ia kemudian mengirim sebuah foto kepadaku.Dalam foto ini tampak Iroh dan Mikhail sedang berpose di depan sebuah sekolah yang bentuk bangunannya segera aku kenali.Sekolah Luar Biasa ini terletak tidak jauh dari day care tempat Mikhail dititipkan. Di sekolah ini ada dua tingkatan, yaitu TKLB dan SDLB.“Untuk 17 Agustusan nanti, kamu mau ikut lomba apa, Gending?”Pertanyaan Mbak Vera itu membuat aku mengalihkan perhatian dari ponsel yang kupegang pada dirinya.Kami berdua akan pergi ke sebuah kantor rekanan perusahaan. Kali ini aku yang menyopiri Mbak Vera karena kebetulan sopir kantor sedang on duty bersama salah seorang staff purchasing.Belum sempat aku menjawab, rupanya lift yang kami tumpangi ini lebih dulu menyahut dengan suaranya,
**Oh, tidak perlu. Baik Ziza maupun Kak Yani tidak perlu berterima kasih kepadaku.Aku tidak perlu menerangkan kepada mereka bahwa kemenangan mereka adalah sesuatu yang aku sengaja.Aku juga tidak perlu menjawab dengan jujur ketika Ziza bertanya padaku.“Mas, itu Ibu Widya kenapa sih kok tiba-tiba menyuruh aku bermain suit melawan Mas?”Setelah beberapa pertanyaan darinya, di mana setiap jawaban yang kuberi adalah kebohongan belaka, aku lalu berpesan.“Pergunakan uang yang kamu dapat dari Miss Widya itu sebaik-baiknya.”“Iya, Mas.”Maka, lebih kurang begitu juga pesanku kepada Kak Yani. Office girl itu, yang tetap menyangka bahwa kejadian di ruang CEO hanyalah gurauan atau ‘prank’ semata, akhirnya terkesiap dengan mata membeliak. Saat ia mengecek saldo rekeningnya lewat sebuah mesin ATM di dekat kantor.Tepat sebelum ia pulang ke rumah, uang sepuluh juta yang dijanjikan ol
**“Hayoo..! Ngaku kamu!” Pekik Miss Widya kalap.Gending menelan ludah kecutnya lagi. Ia mengangkat kedua telapak tangannya ke arah Miss Widya.Menyerah, benar-benar menyerah, berharap disudahi saja adegan kemarahan ini, sekaligus cepat-cepat diturunkan itu kaki.Gending panik bukan buatan. Matanya melirik kanan kiri, tapi dasar magnet di dalam rok Miss Widya itu begitu kuat, hingga berkali-kali pandangan matanya tertarik ke situ!Ia sebagai laki-laki lajang yang matang, jakunnya sampai turun naik. Tiba-tiba dadanya terasa sesak, akibat tekanan lutut Miss Widya, juga akibat sesuatu yang lainnya.“Maafkan saya, Miss.., saya sudah mengusahakan yang terbaik.”“Pembohong kamu! Pembohooong..!” Umpat Miss Widya sambil menunjuk-nunjuk dada Gending dengan kasar.“Saya.. saya tidak berbohong, Miss.”“Penipu kamu!”“Saya tidak
**Pertandingan suit memperebutkan lima poin pun terjadi antara Kak Yani dan Gending. Di sini Mbak Vera tetap bertindak sebagai juri dan juga saksi.“Satu.., dua.., tiga.., suit!”Aba-aba pun dihitung.Hap! Hap!Tangan-tangan pun saling menghentak.Hasilnya?Langsung saja ke bagian akhir pertandingan.Hasil akhirnya bagaimana?“Tiga—dua, Kak Yani menang!” Seru Mbak Vera.“Alhamdulillah..,” pekik Kak Yani tertahan, begitu bergembira karena ia akan mendapat uang sepuluh juta rupiah dari Miss Widya.Dengan uang itu ia bisa melunasi utang biaya masuk anaknya di suatu SMK. Sementara Gending, di dalam hatinya ia pun memekik;“Yes!”Ia senang karena berhasil membuat satu drama lagi di ruang CEO ini untuk Kak Yani.Akan tetapi, oh, oh.., jangan lupa! Ia harus tetap bermain drama, pura-pura kecewa karena kalah!Cepat saja Gending memal