Share

Bab 17 Upacara Besar

Membunyikan bel dua kali, berarti dealer mobil telah melakukan dua penjualan sekaligus.

Ketika Zack mengetahuinya dari staf di sampingnya, dia kesal karenanya. Dia dan Javier adalah satu-satunya dua pelanggan di dealer itu. Siapa lagi yang bisa membeli mobil setelah dia?

“Persetan dengan omong kosong ini, nggak mungkin aku terima begitu saja sama ini. Aku kan beli AMG. Mengapa Mobil kelas A-nya yang tipe murah bisa berbagi kejayaan denganku?”

“Mobil A-Class murahnya, berdiri di samping mobilku, itu kayak jadi penghinaan besar. Aku…."

Saat Zack berucap dengan mulutnya, dia melihat edisi khusus G63 seharga 387 ribu dolar yang diparkir di ruang showroom sedang dibawa keluar. Tidak dapat disangkal bahwa mobil itu tampak megah dan Zack membiarkan kekaguman mewarnai matanya. Dia berpikir bahwa dia pasti membeli G63 untuk dirinya sendiri juga, ketika dia punya uang di masa depan!

Ketika dia secara tidak sengaja mendapati, bahwa Javier juga memperhatikan mobil tersebut, dia mencibir hampir secara naluriah.

“Kersey, wow, kamu tidak berpikir kalau mobil ini milikmu, ‘kan? Nggak usah berfantasi. Mereka cuma naruh mobil mereka aja, supaya mereka nggak perlu ekspos Mobil Kelas-A bodohmu!”

“Emang apa bagusnya mobil sampah Kelas-A punyamu, ciih?! G63 harus menyingkir untuk itu. Apakah kamu tahu berapa harga mobil ini? Setidaknya 300 ribu dolar OTD. Ini mungkin satu-satunya momen kemuliaanmu dalam hidup, kamu tahu, punya G63 itu cuma kayak kasih sebuah hiburan buatmu?!”

Javier mengabaikan Zack, takut dia akan menyadari kebodohan pria itu jika berbicara dengannya. Zack masih mengoceh, seolah-olah statusnya akan meningkat semakin baik, jika dia terus mengejek. Dan beberapa saat kemudian, dia menyadari bahwa G63 tidak memberi ruang bagi siapa pun. Itu benar-benar didorong ke karpet merah.

Staf dengan cepat naik dan mengikatkan pita besar di sekelilingnya.

Di sebelah kiri adalah G63 yang harganya lebih dari 300 ribu dolar OTD, sementara di sebelah kanan adalah AMG kurang lebih di atas 100 ribu dolar. Mereka berdua diparkir di karpet merah berdampingan. Walau logo brandnya sama, namun itu terlihat sedikit ngejomplang, karena perbedaan kelas antara model yang lebih murah dan yang lebih mahal, terlihat jelas bagi semua orang yang melihatnya.

Wanita pramuniaga yang baik hati datang pada saat itu untuk memberikan amplop itu kepada Javier.

"Tuan Kersey, ini surat perjanjian pembelian mobil, kunci mobil, dan kartu bank Anda semuanya ada di dalam bersama dengan buku manual dan yang lainnya.”

Javier menerimanya dan mengangguk padanya sambil tersenyum. "Baiklah, terima kasih telah mengurus semua hal itu untukku."

Pramuniaga itu melambai, memberi tanda dengan cepat, “Ini sama sekali hal susah. Sudah seharusnya sayalah yang berterima kasih pada Tuan sebagai gantinya.”

Dia bersikap tulus. Meskipun komisi penjualan mobil mewah agak rendah, itu masih sekitar delapan hingga sepuluh ribu dolar….

Zack, yang berdiri agak jauh, benar-benar tercengang. Dia baru saja mengolok-olok Javier karena membeli A-Class tipe rendah, dan mengejek bahwa momen paling mulia dalam hidupnya adalah melihat G63 sedang dipindahkan di depannya, hanya untuk menyadari bahwa pria itu telah membeli G63 tersebut. Dia sengaja menampar keras di wajah!

Melihat wajah-wajah yang tersenyum di sekelilingnya, tidak peduli bagaimana dia melihatnya, sepertinya mereka menertawakannya karena benar-benar bodoh. Dengan wajah memerah karena malu, Zack tampak terlalu malu untuk tidak menghadiri upacara kecil yang diadakan dealer untuknya. Dia telah membuat dirinya benar-benar bodoh.

“Lupakan upacara ini. Waktuku sangat berharga. Aku ini menghasilkan puluhan ribu per menitnya. Aku tidak punya waktu untuk disia-siakan buat kalian!”

Zack mengambil mobilnya dan menarik pita untuk masuk ke kendaraannya, ketika Javier bertanya kepadanya, “Pak Dilley, apa karena kamu malu mengemudikan brand yang sama denganku?”

Dengan apa yang dia katakan dilemparkan kembali padanya, Zack merasa malu dan marah. Tidak peduli bagaimana dia melihatnya, kata-kata ejekannya itu terngiang padanya. Itu membuatnya merasa ingin bergegas ke Javier dan mencekiknya sampai mati!

Sambil tersenyum, Javier berjabat tangan dengan pramuniaga. “Upacaranya sangat mengesankan, tapi aku harus permisi. Aku masih memiliki beberapa hal untuk dilakukan, aku sungguh minta maaf.”

Setelah percakapan yang sopan, Javier masuk ke mobil dan pergi, bahkan Zack tidak melirik ke belakang.

Mendengar mesin G63 mendengkur nikmat saat melaju, Zack hampir meledak saat dia dipenuhi amarah. Dia mengangkat kakinya untuk menendang ban mobilnya tetapi meleset dan malah mendapatkan spakbor roda, menyebabkan penyok besar dan spakbor-nya retak.

Zack bingung. Dia telah menendang ban untuk melampiaskan kekesalannya, tetapi benar-benar meleset dari sasarannya. Segera berjongkok untuk menepuk penyokan tersebut, Zack tampak sedih. Mobil barunya! Itu rusak!

Seorang anggota staf pergi untuk menghiburnya agar tidak bersedih, “Pak, bengkel kami ada di belakang. Kami memiliki sparepart-nya. Tidak mahal untuk mengganti spakbor dan sedikit bagian lainnya. Kami bahkan akan memberi Anda diskon untuk pengerjaannya. Anda tidak perlu merasa terlalu sedih.”

Zack sangat marah, berteriak dengan marah, “Aku sedih? Sungguh omong kosong!”

“Apa aku perlu diskonmu? Aku ini tajir melintir! Nominal kecil ini adalah setetes air di lautan buatku!”

Saat karyawan itu diam-diam memaki si pembual, Javier sudah dalam perjalanan kembali ke kantor. Saat dia mengemudi, dia berpikir bahwa dia perlu untuk kembali ke tempatnya dan mengemasi barang-barang pribadinya. Saat dia memikirkannya, dia melihat Selena berdiri di pinggir jalan.

Tanpa teduhan di sekitarnya, Selena berdiri di bawah terik matahari dan tampak agak menyedihkan. Javier yang menginjak pedal gas dan mulai memperlambatnya, dan akhirnya berhenti di samping Selena, setelah merenung dalam diam.

"Kamu lagi ngapain berdiri di tepi jalan di bawah terik matahari gini?"

Saat jendela diturunkan, Selena terlihat resah saat melihat Javier yang melongokkan kepalanya dari Mercedes G63. Dia dengan cepat menarik beberapa helai rambut di pipi kirinya, tetapi tidak sebelum Javier melihat memar di sana.

“A-aku baik-baik aja. Aku cuma jalan-jalan.”

Javier tidak mengekspos kebohongan terang-terangan wanita itu dan hanya membuka pintu kursi penumpangnya saja.

"Masuk. Aku antar kamu pulang," tambahnya setelah melihat ekspresi canggung Selena. "Tidak usah khawatir. Aku nggak berniat untuk pamer. Lagi pula aku sedang dalam perjalanan kembali ke rumah, untuk mengambil barang-barangku.”

Setelah ragu-ragu sejenak, Selena dengan kaku masuk ke dalam mobil.

Mobil melaju di sepanjang jalan dengan mulus, membawa pasangan itu ke unit sewaan yang mereka tempati bersama. Selena menundukkan kepalanya dan tidak mengatakan sepatah kata pun karena Javier juga tetap diam.

Ketika mereka berada di rumah dan berkemas, tak satu pun dari mereka berbicara banyak satu sama lain. Baru setelah Javier selesai berkemas dan hendak pergi, keheningan itu pecah. Dia memberi tahu wanita itu dengan sopan, "Aku akan pergi sekarang."

Selena tidak menjawab, dan Javier tidak membutuhkannya, saat dia menuju pintu dengan kopernya. Namun, saat tangannya menyentuh kenop pintu, Selena menangis dari ruang tamu.

“Javier!”

Dengan sedikit cemberut, pria itu menoleh untuk melihat wanita itu terisak-isak di sofa, memeluk kepalanya.

"Maafkan aku, Javier. Aku minta maaf. Aku salah….”

“Aku mengkhianati janji pernikahan kita dan perasaanmu padaku, aku minta maaf….”

“Ketamakan dan materialisme membutakanku. Aku seorang wanita materialistis, Aku pantas dapat ini….”

Jika Selena hanya meminta maaf kepadanya karena pekerjaan barunya dan mobil barunya, Javier menolak untuk menerimanya. Tetapi melalui air matanya, Selena mengatakan kepadanya sambil menangis bahwa dia tidak memintanya untuk kembali bersamanya. Dia mengatakan kepadanya bahwa dia bertengkar dengan Terry dan pria itu menamparnya sebelum meninggalkannya di pinggir jalan. Baru kemudian dia menyadari perbedaan antara Terry dan Javier.

“Aku tidak minta kamu untuk balikan sama aku. Aku cuma mau minta maaf atas luka yang aku buat ke kamu. Aku sungguh minta maaf."

Javier berdiri di pintu dalam keheningan sejenak sebelum akhirnya berkata, “Semuanya sudah lewat sekarang. Biarin saja itu begitu.”

Dengan itu, dia membuka pintu dan pergi dengan kopernya. Bagi Selena, bagaimanapun, Javier tidak hanya pergi dengan kopernya—dia pergi dengan satu-satunya kebahagiaan dalam hidup.

Ketika pintu apartemen tertutup, isak tangis dan ratapan penyesalan terdengar dari dalam….

Saat Javier menutup pintu unit lamanya, di tempat lain Jade justru membuka pintu rumahnya. Ibunya bukanlah satu-satunya yang berada di rumah. Ada juga paman keduanya yang datang untuk memaksanya setuju dengan perjodohan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status