"Sisil? Dila? Sinta?" gumam Eric mendadak lupa ingatan tiap kali bertemu salah satu teman wanitanya. "Siapa juga namanya."Boleh jadi dia jenius dalam menangani kasus kriminal, tapi masalah perempuan otaknya bakal berubah menjadi bodoh. Mungkin terlalu banyak kaum hawa yang menemani malam-malamnya jauh sebelum bertemu Sherly, sampai sel-sel dalam kepalanya tak mampu menampung lebih banyak nama. Apalagi kalau sudah bertemu Benedict, Candra, dan Jojo. Sering kali mereka mengajak Eric ke kelab-kelab malam, salah satunya Swinger Club. Meski begitu, Eric tidak mencoba sesuatu yang sudah dilakukan Benedict dan dua teman yang lain. Dia masih waras menjaga kesehatan pusat tubuhnya dan hanya Sherlylah yang boleh memainkannya. Lain hal dengan Benedict yang terlena dalam pesona salah satu wanita di sana karena penasaran sekaligus belas kasihan."Bunny?" panggil gadis itu lagi lantas melempar lirikan sinis ke arah Sherly. "Lo ...""Siapa lo?" sergah Sherly dengan suara menantang sementara Sarah
Dia terpaku dan menundukkan kepala bagai pengecut di hadapan lelaki berpotongan gondrong berkulit eksotis yang memiliki bewok selebat hutan Amazon. Bak anak SD sedang diceramahi guru, Eric hanya bisa membisu ketika kakak Sherly mengomel tanpa henti seperti robot baru ganti baterai. Andai waktu bisa diputar, Eric rela mengunci pintu kamar ruang perawatan Sherly sebelum mencumbu sang pujaan hati agar tidak ada manusia lain yang menangkap basah mereka. Jika Sherly tidak menyebut kata 'abang' mungkin Eric tidak tahu siapa sosok di depannya ini. Lima tahun? Tidak. Sepertinya lebih dari itu, batin Eric justru memikirkan kapan terakhir kali bertemu Barra. Kalau tidak salah saat semester enam dia berjumpa sebelum lelaki bermata sipit itu dipindah tugaskan ke luar pulau. Tapi, mendapati penampilannya seperti manusia yang baru keluar dari peradaban membuat Eric hampir tidak mengenali Barra sama sekali. Ditambah kemeja Hawai mencolok berwarna biru tampak kontras di tubuhnya. Dalam hati, Eric
Walau tubuhnya masih dalam masa pemulihan, Sherly tidak ingin ketinggalan kelanjutan sidang Gatot yang disiarkan secara langsung di salah satu stasiun TV swasta dengan agenda menghadirkan saksi-saksi. Ditemani Sarah yang menyuapinya sepiring bubur tim dari pihak rumah sakit, bola mata Sherly tertuju pada layar sebesar 32 inci tersebut. Sandra bercerita kalau saat putusan sela, nota keberatan dari tim kuasa hukum Gatot ditolak dan menganggap surat dakwaan penuntut umum sudah sah. Sherly mencibir jika semua itu hanyalah akal bulus mereka yang ingin mengulur waktu bahkan mencari letak kesalahan demi batal hukum.Suara tegas seorang pembawa berita yang mengenakan kacamata kotak menyebutkan hari ini penuntut umum menghadirkan tujuh orang saksi terkait penggelapan dana mantan direktur PT. Asa Sehat yang bekerja sama dengan rumah sakit Sejahtera. Di antara mereka sebagian besar adalah orang-orang yang bergelut di bidang pengadaan barang rumah sakit Sejahtera, sisanya dari perusahaan alkes
Jam berdetak lamat-lamat menuju angka satu malam, namun suaranya menggema seakan waktu begitu tak sabar menunggu manusia terbuai dalam mimpi indah. Sementara di luar area rumah sakit, hujan baru saja reda setelah mengguyur hingga mengakibatkan banjir di beberapa sudut ibukota. Menyisakan rintik-rintik yang membuat manusia makin terlena dalam bunga tidur untuk melupakan kenyataan pahit dunia. Seseorang tengah mengawasi keadaan sekitar begitu ruang rawat inap yang ditempati Sherly dipastikan hening, lantas menyorot ke arah CCTV yang berada di ujung ruangan tepat di bawah pintu masuk sebelah utara. Nyala lampu merah kamera pengawas di sana berkelip-kelip seakan menunjukkan jika dia tidak akan lelah memantau apa yang terjadi di ruangan berbentuk L itu.Dia merapikan masker yang menutupi sebagian wajahnya kemudian mengeluarkan sebuah suntikan dari dalam saku yang berisi obat bius dalam dosis besar yang bisa menewaskan target sesuai perintah. Meletakkannya ke dalam baki kecil yang biasa
Seperti inikah rasanya ketika Tuhan membuka gerbang ingatan Sherly yang sempat ditutup? Bagai seseorang tengah menggantungkan tubuh itu secara terbalik di ruang berudara tipis lalu mengayunkan secara cepat dan memukul kepala dengan palu. Kombinasi mematikan antara nyeri hebat dan sensasi mual yang menjadi-jadi ditambah denging telinga begitu menyakitkan. Jika diberi pilihan, maka Sherly lebih memilih tak sadarkan diri daripada harus menanggung gelombang traumatis seperti ini. Apalagi potongan kejadian itu langsung menyergap setiap sel dalam otak tak memberi si empunya kesempatan untuk bernapas barang sedetik.Wajah pucat gadis itu makin pucat bak manusia enggan mati pun tak sudi hidup, namun bulir keringat sebesar biji jagung membasahi kening Sherly seakan dinginnya AC di ruang ICU VIP tak mampu melenyapkan rasa takut yang membekap. Lain halnya dengan telapak tangan Sherly yang justru teraba sedingin es kala memegang lengan Eric untuk tidak membiarkannya pergi. Serpihan kejadian di
Persidangan kasus korupsi PT. Asa Sehat yang dilakukan oleh Gatot CS kembali dilanjutkan dengan agenda pembacaan eksepsi. Wajah Gatot terlihat jauh lebih tenang bahkan sesekali dia tampak tersenyum seakan beban yang dipikul hanya sebesar batu kerikil tanpa memikirkan jera di alam baka. Ketika penuntut umum menyuruh Gatot ke kursi persidangan, otomatis puluhan sorot kamera dari para pengejar berita mengabadikan tiap ekspresi sang mantan direktur yang tampak rapi mengenakan batik cokelat bermotif parang keemasan. Sebelum duduk, ekor mata Gatot menyapu ke arah kursi-kursi yang dipenuhi oleh orang-orang yang ingin melihat proses sidang terbuka ini, lantas menangkap sosok Sarah berada di sana bersama Sandra. Sudut bibir lelaki itu terangkat sedikit seperti melempar ejekan kepada perempuan yang pernah dipujanya. Mungkin sampai sekarang ...Setelah hakim membuka persidangan, salah satu tim penasihat hukum Gatot pun membawa nota eksepsi secara runut dan jelas, membaca kalimat demi kalimat ke